Khofifah Orasi Entas Kemiskinan saat Diganjar Gelar Doktor HC, BPS Catat Orang Miskin di Jatim Masih 4,1 Juta!

Reporter : -
Khofifah Orasi Entas Kemiskinan saat Diganjar Gelar Doktor HC, BPS Catat Orang Miskin di Jatim Masih 4,1 Juta!
BICARA KEMISKINAN: Khofifah sampaikan orasi ilmiah saat menerima gelar Doktor HC. | Foto: Barometerjatim.com/IST

SURABAYA | Barometer Jatim – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa diganjar gelar Doktor Honoris Causa (HC UA) bidang Ilmu Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) di Airlangga Convention Center, Kampus C Unair Surabaya, Minggu (15/10/2023).

Prosesi pemberian gelar Doktor HC UA ditandai dengan penyampaian orasi ilmiah, pemahatan danda emas oleh Khofifah, dilanjutkan dengan penyerahan ijazah Doktor HC UA oleh Rektor Unair, Prof Dr Mohammad Nasih kepada Khofifah.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair, Prof Dr Dian Agustia menyampaikan pertimbangan pemberian gelar Doktor HC UA kepada Khofifah. Antara lain, atas kontribusinya saat menjabat Menteri Sosial di Kabinet Indonesia 2014-2018 pada pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia bahkan merupakan menteri termuda pada saat itu.

Selain itu, di usia mudanya Khofifah telah menjadi anggota DPR RI dan saat ini menjabat sebagai gubernur perempuan pertama di Jatim untuk periode 2019-2024.

Pertimbangan lainnya, atas pemikiran Khofifah di bidang ilmu ekonomi untuk program reformasi sistem perlindungan sosial sebagai upaya percepatan pengentasan kemiskinan.

"Perumusan kebijakan dan implementasi program reformasi sistem perlindungan sosial untuk percepatan pengentasan kemiskinan ini memiliki dampak positif dan dinikmati langsung oleh masyarakat yang menjadi sasaran program," terangnya.

| Baca juga:

Sedangkan Rektor Unair, Prof Dr Mohammad Nasih mengatakan, Khofifah merupakan salah satu alumni terbaik Unair karena kontribusinya sangat besar bukan hanya bagi Jatim tapi Indonesia. Khofifah merupakan lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair di Departemen Ilmu Politik.

Sementara itu dia hadapan rektor, jajaran pimpinan Unair, dan ribuan wisudawan program sarjana Unair, Khofifah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Reformasi Sistem Perlindungan Sosial untuk Percepatan Pengentasan Kemiskinan” terkait pemberian gelar Doktor HC UA tersebut.

Khofifah mengatakan, untuk meningkatkan kualitas program perlindungan sosial serta menjawab tantangan yang ada, pemerintah berkomitmen melanjutkan reformasi sistem perlindungan sosial melalui perbaikan dan pengintegrasian data masyarakat miskin dan rentan, komplementaritas intervensi, serta digiitalisasi.

"Kemudian melalui sinergi dan integrasi program perlindungan sosial, digitalisasi penyaluran bantuan sosial, serta pengembangan sistem perlindungan sosial yang adaptif," ujarnya.

Reformasi perlindungan sosial tersebut, lanjutnya, dilakukan melalui beberapa langkah strategis. Pertama, lewat transformasi Basis Data Terpadu (BDT) menuju sistem pendataan terintegrasi, Satu Data. Kebijakan BDT ini mencakup strategi perluasan cakupan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari sebelumnya 40 persen penduduk Indonesia dengan penghasilan terendah.

"Dengan perluasan basis data ini, diharapkan pelaksanaan program bansos dan subsidi dapat menjangkau masyarakat miskin dan rentan miskin," katanya.

Kedua, sambung Khofifah, melalui penyempurnaan mekanisme penyaluran berbasis nontunai. Hal ini diharapkan mempercepat terwujudnya pelaksanaan program perlindungan sosial yang efektif berdasarkan prinsip 5T (Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat waktu, Tepat kualitas, dan Tepat administrasi).

| Baca juga:

Mekanisme penyaluran non tunai yang saat ini berbasis kartu ini, lanjutnya, ke depannya perlu dikembangkan untuk menggunakan tekonologi keuangan (fintech). Seperti biometrik wajah atau sidik jari, yang memiliki keunggulan infrastruktur transaksi lebih murah, meningkatkan keamanan transaksi, serta memudahkan proses transaksi karena tidak perlu EDC dan tidak perlu lagi membawa kartu.

Ketiga, integrasi program-program perlindungan sosial secara bertahap, antara lain program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Indonesia Pintar (PIP), program Kartu Sembako atau sekarang Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang berbasis pada target penerima (beneficiaries) dengan program subsidi energi (LPG) yang berbasis komoditas. Ini penting dilakukan, agar ada efisiensi anggaran karena semakin meningkatnya ketepatan sasaran penerima manfaat.

"Misalnya komponen pendidikan yang terdapat dalam besaran manfaat di PKH dan di PIP tentunya dapat diefisienkan. Kemudian integrasi Kartu sembako dengan subsidi LPG tentunya akan berdampak sangat besar. Laporan TNP2K menunjukan bahwa subsidi LPG ternyata sebagian besar malah dinikmati bukan oleh target sasaran, hanya 32 persen subsidi LPG yang dinikmati oleh masyarakat miskin," tambah Khofifah.

Kemudian, langkah keempat, sinergi program perlindungan sosial dengan program pemberdayaan antara lain Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Usaha Mikro (UMi), Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta program ketenagakerjaan.

Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar penerima bansos yang sudah 'lulus' atau sudah graduasi dapat dijaga bahkan ditingkatkan tingkat pendapatannya. Dengan demikian, tingkat kesejahteraan masyarakat dapat terus ditingkatkan agar tidak hanya keluar dari kemiskinan, namun juga terbebas dari kelompok yang rentan miskin. 

Orang Miskin di Jatim Terbanyak

KEMISKINAN DI JATIM: Perkembangan kemiskinan di Jatim sejak dipimpin Khofifah. | Foto: Sumber Data BPS

Terkait percepatan pengentasan kemiskinan, bagaimana dengan kondisi kemiskinan di Jatim selama lima tahun berjalan dipimpin Khofifah?

Hingga 2,5 bulan jelang Khofifah lengser, orang miskin di Jatim tercatat masih terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim yang diumumkan 17 Juli 2023, penduduk miskin di Jatim pada Maret 2023 sebanyak 4,1 juta jiwa.

“Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 4,189 juta orang, menurun 0,048 juta orang terhadap September 2022,” tulis BPS Jatim dalam laman resminya.

Secara persentase, penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 10,35% atau menurun 0,14% terhadap September 2022 dan menurun 0,03% terhadap Maret 2022.

Di bawah Jatim, provinsi dengan penduduk miskin terbanyak kedua yakni Jawa Barat dan Jawa Tengah, masing-masing sebanyak 3,8 juta jiwa dan 3,7 juta jiwa.

| Baca juga:

Jika dicermati, secara year on year (y-on-y) memang turun 0,14%. Namun sejak Khofifah memimpin Jatim pada 13 Februari 2019, angka kemiskinan justru sedikit di atas kemiskinan yang ‘diwariskan’ Gubernur Jatim sebelumnya, Soekarwo alias Pakde Karwo, yakni 4,112 juta  pada Maret 2019 atau sebulan setelah Khofifah dilantik menjadi Gubernur Jatim.

Lalu potret kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Data BPS mencatat, persentase penduduk miskin perkotaan yang pada September 2022 sebesar 7,78% atau turun menjadi 7,50% pada Maret 2023. Namun persentase penduduk miskin perdesaan yang pada September 2022 sebesar 13,90%, naik menjadi 13,98% pada Maret 2023.

“Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan turun sebanyak 49 ribu orang (dari 1,752 juta orang pada September 2022 menjadi 1,703 juta orang pada Maret 2023),” bunyi keterangan BPS Jatim.

“Sementara itu pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan naik sebanyak seribu orang (dari 2,484 juta orang pada September 2022 menjadi 2,485 juta orang pada Maret 2023).”

Soal kemiskinan juga juga mengundang keprihatinan mayoritas warga Jatim di ujung jabatan Khofiihah, yang disebutnya menjadi satu dari empat hal utama yang mendesak diselesaikan. Hal itu berdasarkan hasil survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI).

| Baca juga:

Dalam survei terbarunya yang digelar pada 5-15 September 2023, ARCI menemukan 21,8% responden menyebut penyediaan lapangan kerja menjadi masalah mendesak yang harus segera diselesaikan. Disusul pengendalian kebutuhan pokok 18,3%, pengentasan kemiskinan 16,5%, dan masalah kesehatan 9,1%.

Direktur ARCI, Baihaki Siratj menuturkan, meski tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Khofifah terbilang tinggi, 81,2%, faktanya mayoritas warga Jatim masih melihat penyediaan lapangan kerja, pengendalian kebutuhan pokok, pengentasan kemiskinan, dan kesehatan sebagai empat masalah teratas dan mendesak untuk segera diselesaikan.

“Di ujung jabatannya Khofifan harus memperbaiki itu. Okelah tingkat kepuasan dikatakan tinggi saat ini, tapi di situ masih banyak ketimpangan. Artinya empat hal itu menjadi penilaian masyarakat dari kepemimpinan Khofifah selama ini,” katanya.

Terlebih jika Khofifah masih maju lagi di Pilgub Jatim. Maka empat hal tersebut berpotensi jadi ganjalan kalau ada calon setara dan berhasil memanfaatkan isu tersebut.

“Karena elektabilitas Khofifah belum bisa dikatakan aman. Angka 37,5gi seorang gubernur belum dikatakan aman, apalagi di masa ujung akhir jabatannya dan tidak dalam poisisi menjabat saat Pilgub Jatim 2024,” katanya.{*}

| Baca berita Kemiskinan. Baca tulisan terukur Abdillah HR | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.