Mundur dari Wakil Bendahara Demokrat Jatim, Sugiharto: Saya Mantan Aktivis, Peka Sekali Kalau Ada yang Overlap!
KEPUTUSAN Sugiharto mundur dari Wakil Bendahara membuat panjang daftar pengurus Partai Demokrat Jatim yang memilih angkat kaki. Sebelumnya anak Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Ali Mannagalli lebih dulu hengkang.
Apakah ini pertanda Demokrat Jatim tidak sedang baik-baik saja di bawah kepemimpinan Emil Elestianto Dardak? “Ya bisa jadi seperti itu. Tidak sedang baik-baik saja itu kan pasti banyak asumsinya,” katanya.
Meski tak kelewat blakblakan saat diwawancari Barometer Jatim, Sugiharto yang mantan Ketum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jatim, cukup banyak memberikan isyarat 'ada yang sesuatu' di tubuh Demokrat Jatim. Berikut kutipannya:
Gimana ceritanya sampai anda mundur dari pengurus dan kader Demokrat?
Ya ndak apa-apa, itu biasa saja. Sudah lama sebenarnya (niat mundur), tapi baru tanggal 16 itu dikonsep dan baru tadi (24 Maret) saya masukkan ke kantor Demokrat, diterima Mas Safril (sekretariat).
Alasan mundur?
Ya enggak ini sih, hanya ingin menepi gitu dari kekuatan partai politik aja. Menepi, bukan menyepi ya, he.. he..
Padahal Demokrat sedang fokus untuk Pemilu 2024, kok malah menepi?
Ya memang dari awal saya sudah tidak mau nyaleg kan dari Demokrat.
Adakah ada alasan lain karena sebelumnya anak Gubernur Khofifah, Ali Mannagalli juga mundur?
Ndak. Saya sebenarnya jauh sebelum Ali Mannagalli. Saya ini kan kader dari mulai 2007, jadi jauh sebelum Mas Emil masuk Demokrat, sebelum Reno (Sekretaris Demokrat Jatim, Reno Zulkarnaen) masuk Demokrat. Saya zamannya Pak Hamid (Abdul Hamid).
Ataukah ada gesekan dengan Emil Dardak maupun pengurus lainnya?
Ndak ada, ndak ada gesekan apa pun. Memang murni sejak lama, cuma ya mungkin puncaknya di sini, gitu aja.
Orang pada tanya nih, setelah anak Khofifah kini Wakil Bendahara mundur, apa sebenarnya yang terjadi di internal Demokrat?
Ya ndak tahu saya. Itu kan mestinya pimpinan partai yang harus membaca itu. Mestinya pimpinan partai yang harus sejak awal mengevaluasi apa gitu lho. Apa gejala-gejala itu, kan kita sama-sama dewasa.
Harusnya kalau satu ada yang ini (mundur) kan (dievaluasi), terlepas itu berpengaruh apa ndak pada popularitas partai, elektabilitas partai. Dalam politik itu bukan nilai besar kecilnya, tapi ada tidaknya gejala. Karena gejala itu kalau dibiarkan akan menjadi bola salju.
Bukan berarti saya ada ini itu, ndak ada. Cuma intuisi saya. Semuanya lah, sebagai pimpinan apa pun, lembaga, komunitas, apalagi partai politik. Kalau ada satu anggotanya yang mundur, itu kan pasti dievaluasi ada apa ini, kenapa, kan gitu.
Artinya Demokrat Jatim sedang tidak baik-baik saja?
Ya bisa jadi seperti itu. Tidak sedang baik-baik saja itu kan pasti banyak asumsinya. Tapi memang di mana pun, bukan hanya partai politik, paling tidak kalau ada rasa nyaman, diapresiasi, dipercaya, atau roda organisasi ini berjalan sesuai tupoksinya, kan enggak mungkin orang itu mundur.
Terlepas di politik diberdayakan atau tidak itu fine-fine aja, sah-sah saja, tapi tupoksi mestinya dijabarkan dengan baik. Ada yang tidak jalan misalnya, ya dimotivasi dengan baik. Bukan berarti hanya orang-orang itu saja, bukan bidangnya tapi tetap dikaryakan walaupun tetap ABS (Asal Bapak Senang) memang intinya.
Anda kelihatannya tidak nyaman di Demokrat Jatim sehingga memilih menepi?
Antara nyaman dan ndak nyaman itu kan tipis. Mungkin kalau pas cangkrukan, ngopi-ngopi, ya nyaman aja. Tapi ketika bahas-bahas yang stratregis, mungkin saja ada yang merasa tidak nyaman, nyaman, sangat nyaman, kan begitu, he.. He..
Jangan-jangan anda menepi karena kalut melihat sejumlah pengurus Demokrat Jatim digeledah dan diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi dana hibah?
Ndak juga. Ada atau tidak, memang saya hanya nunggu waktu saja. Kebetulan pas waktunya lagi ramai-ramai dan itu kan bukan hanya Demokrat tapi semua partai, seisi Indrapura (DPRD Jatim) lah.
Kok semua serba kebetulan, apa yang tidak kebetulan?
Kan saya memag sudah lama (niat mundur). Kita menilai organisasi, apalagi saya mantan aktivis (mantan Ketum Badko HMI Jatim), jadi peka sekali kalau ada koordinasi yang misalnya overlap (tumpang tindih).
Katakan di rumah tangga kita ini lagi tidak baik-baik saja. Salah satu anggota kita ada yang ndak nyaman, anak-anak misalnya ada yang protes, pasti ada kausalitas lah. Ada sebab akibat.
Setelah menyerahkan surat pengunduran diri, adakah pengurus lainnya yang menanyakan?
Ndak ada. Ya kawan wartawan saja yang memang dekat sama saya, tanya-tanya. Tapi saya sudah keluar dari grup Demokrat. Ketika media sudah muncul, saya keluar dari grup. Ada yang tanya, ya sapa bilang hanya ingin menepi, kalau seduluran sak lawase. Seduluran tetap.
Ngomong-ngomong mau pindah ke partai mana?
Ndak, belum berpikir punya partai saya. Tapi sudah banyak yang berspekulasi, ya biarin lah teman-teman berspekulasi.
Cocoknya kalau pindah, partai mana yang dipilih?
Saya itu prinsipnya partai mana saja yang penting bukan PKI, kan begitu, he.. he.. Partai itu kan cuma model perjuangan kita sebagai warga negara. Partai itu kan sama-sama mengendorse kader bagaimana untuk memenangkan kontestasi di event-event politik.
Mau hijau, kuning, merah, biru, pernak pernik, ya tinggal pilihan kita aja. Ibarat menu di meja itu sama sebenarnya. Ada yang suka rendang, pecel, atau rawon.{*}
» Baca Berita Demokrat, Baca tulisan terukur Roy Hasibuan.