Bupati Situbondo Curhat ke KPK: Gaji Kami Hanya Rp 5,9 Juta, Gimana dengan Lipstik Istri?

Reporter : -
Bupati Situbondo Curhat ke KPK: Gaji Kami Hanya Rp 5,9 Juta, Gimana dengan Lipstik Istri?
GAJI BUPATI KECIL: Yusuf Rio Wahyu Prayogo, berkeluh kesah ke KPK soal gaji bupati yang kecil. | Foto: IST

SURABAYA | Barometer Jatim – Diskusi dalam rapat koordinasi penguatan kepala daerah di Jogja Expo Center, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pemprov DIY, pekan lalu, menyisakan sejumlah catatan menarik.

Salah satunya menjadi ajang curhat Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo kepada KPK yang mengeluhkan gaji bupati kecil tapi beban pekerjaannya sangat berat, termasuk dituntut maksimal dalam pencegahan korupsi di daerah.

“Gaji kami, setelah saya lihat. Peraturan yang mengatur gaji kami itu ada di tahun 2000. Gaji kami Rp 2,9 juta dan total pendapatan kami Rp 5,9 juta dengan biaya operasional (BOP) Rp 30 juta per bulan, sementara kita hidup di Jatim dengan proposal tiap hari 4-5,” katanya.

“Maksud saya adalah ini soal cara pandang. Kita ingin sekali melaksanakan apa saja yang menjadi tuntutan itu (pencegahan korupsi), tapi bagaimana mungkin bagi kepala daerah, kalau saya mungkin punya usaha, tapi yang.. bagaimana kita bisa menghidupi lipstik istri saya, iya kan? Bagaimana bisa mengganti baju saya? Sementara tuntutan itu sedemikian perfect, sedemikian besar,” tegasnya.

Karena itu, tandas Rio, harus ada kebijakan segera terkait pendapatan bupati/wali kota yang dipandangnya masih rendah. Bandingkan dengan di Amerika, rata-rata pendapatan wali kotanya sekitar Rp 260 juta per bulan.

“Sementara kita mengelola anggaran sebegitu besarnya, penduduk sebegitu banyaknya dan pendapatan kita hanya Rp 5,9 juta. Saya bukan mau protes, tapi memperjuangkan teman-teman,” ucapnya disambut aplaus kepala daerah lainnya.

Bupati Terbebani Moral

Di sisi lain, menjadi Bupati Situbondo menurut Rio juga terbebani moral, mengingat selama periode kepemimpinan sudah dua kali bupatinya diringkus KPK karena kasus korupsi.

Dua Bupati Situbondo yang dimaksud Rio, yakni Ismunarso (periode 2005-2010) yang divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan serta membayar uang pengganti Rp 756 juta, lantaran terbukti bersalah dalam kasus korupsi APBD Situbondo tahun anggaran 2005-2007 dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Selatan, Rabu, 5 Agustus 2009.

Ismunarso dinyatakan bersalah karena memindahkan rekening APBD 2005 sebesar Rp 8 miliar dari Bank Jatim ke rekening Deposito On Call (DOC) Bank BNI 46. Bunga di DOC tersebut justru tidak diserahkan kepada kas daerah. Akibat ulah Ismunarso, negara merugi hingga Rp 43,7 miliar.

Vonis tersebut lebih ringan 1 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta majelis hakim menghukumnya 10 tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider 3 bulan dan uang pengganti Rp 1,001 miliar.

Tak terima putusan majelis hakim, Ismunarso melakukan langkah hukum hingga kasasi. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) menolak dan tetap sesuai dengan putusan tingkat banding. Yakni 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan, dan membayar uang pengganti Rp 130.179.142.

TAK BOLEH TIPU-TIPU: Ely Kusumastuti, gaji kecil tak bisa jadi alasan untuk boleh tipu-tipu. | Foto: ISTTAK BOLEH TIPU-TIPU: Ely Kusumastuti, gaji kecil tak bisa jadi alasan untuk boleh tipu-tipu. | Foto: IST

Sedangkan satu bupati lainnya yang dijerat KPK yakni Karna Suswandi (periode 26 Februari 2021-21 Januari 2025). Saat ini mendekam di bui setelah ditahan sejak 21 Januari 2025. Karna menjadi tersangka korupsi terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Pemkab Situbondo 2021-2024.

“Dan hari ini ketika kemarin rapat online, virtual, MCP (Monitoring Center for Prevention) saya tanya ke Pak Sekda Situbondo ada di peringkat mungkin paling akhir dari 38 kabupaten/kota di Jatim,” kata Rio.

“Nah, ketika ini terjadi tentu menjadi beban moral kepada saya dan seluruh generasi yang akan menjadi bupati di Situbondo, bagaimana bisa mengentaskan Situbondo dari predikat-predikat yang seperti itu,” imbuhnya.

Karena itu, lanjut Rio, dengan komitmen moral yang tinggi ketika beberapa waktu lalu ada kontrak pakta integritas dengan seluruh jajaran ASN, dia sampaikan Situbondo harus bisa kembali dipercaya publik untuk berada di peringkat paling atas.

“Paling tidak kita bisa mengundang KPK untuk bikin kerja sama atau sebagainya, dan kita berharap itu bisa terjadi sebagai komitmen moral kita,” ucapnya.

“Saya juga menyampaikan kepada seluruh jajaran untuk berhati-hati, tidak bermain-main dengan proyek atau tidak me-mark up anggaran atau apa saja. Yang tadi sudah disampaikan itu, sudah saya sampaikan semua kepada jajaran saya,” imbuhnya.

Gaji Bukan Alasan

Menanggapi keluh kesah Rio, narasumber yang juga Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti menyampaikan untuk membangun good governance yang utama memang komitmen dan tidak boleh setengah-setengah.

Lalu soal gaji bupati yang dinilai Rio masih rendah, meski Ely prihatin tapi hal itu tidak bisa menjadi alasan bagi kepala daerah untuk boleh melakukan tipu-tipu.

“Ini kita bicara soal integritas tidak bisa juga menjadi alasan untuk boleh melakukan fraud, karena kalau lha kurangnya segini tapi nyatanya korupsi juga yang ketangkap suapnya Rp 20-30 miliar. Itu yang ketangkap, yang tidak bisa kita deteksi kita tidak tahu lagi,” katanya.

Ely menegaskan, sebenarnya dari pihak pencegahan (monitoring) KPK sudah melakukan kajian untuk remunerasi dan segera diajukan. Tapi pada prinsipnya, pihaknya juga sedih kalau pendapatan bupati/wali kota masih kecil.

Bahkan dari Inspektorat terutama Inspektur Pembantu (Irban), tandas eks Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu itu, beberapa waktu lalu sudah mengajukan kenaikan tunjangan, mengingat tugasnya berat sebagai garda terdepan pencegahan korupsi di daerah.

Early warning system ada di mereka, deteksi dini ada di mereka, mereka juga harus memberikan probability audit, juga harus memberikan quality assurance, tapi gajinya kecil mandatory-nya seabrek-abrek, namanya nyiksa orang,” paparnya.

“Dan itu juga sudah menjadi PR kami untuk kita koordinasikan ke Kemenpan RB dan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kita doakan saja, kita kan semuanya mendorong ingin ke situ (gaji naik),” imbuh mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cilegon tersebut.

KPK Bisa Rasakan

Narasumber lainnya, Koordinator Harian Stranas Pencegahan Korupsi (PK) yang juga Direktur LHKPN KPK, Herda Helmijaya mengaku bisa merasakan keluh kesah Rio, karena dia pernah menjadi Penjabat (Pj) Bupati Nagekeo Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Pj Bupati Kudus Jawa Tengah.

“Terima kasih Pak Rio. Saya juga merasakan apa yang bapak rasakan kok pak,” katanya yang disambut aplaus para kepala daerah yang hadir.

Dia lalu menceritakan, pada saat ditunjuk menjadi Pj Bupati salah satu pesannya yakni menangkap nuansa menjadi kepala daerah dan apa saja kesulitan yang dihadapi.

BISA RASAKAN: Herda Helmijaya, bisa merasakan keluh kesah kepala daerah soal gaji. | Foto: ISTBISA RASAKAN: Herda Helmijaya, bisa merasakan keluh kesah kepala daerah soal gaji. | Foto: IST

“Mungkin dalam waktu dekat akan kami laporkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dalam hal ini Bapak Mendagri, sekaligus menyampaikan salah satunya yang disampaikan Pak Rio, karena kami merasakan,” ujar Herda.

“Karena gini. Sering orang bilang bahwa contoh itu harus dari atas, katanya set tone from the top. Saya bilang kalau seperti ini syaiton from the top,” sambungnya berkelakar.

Herda menyampaikan itu, karena merasakan bagaimana mereka menjadi kepala daerah. “Kalau tadi ada istilahnya mimikri ya. Jadi seolah-olah bapak ini bahagia, sejahtera, tapi sejujurnya tidak. Betul enggak?” ucapnya.

Sedangkan Direktur Monitoring KPK, Aida Ratna Zulaiha menyampaikan sebenarnya KPK sedang berkontribusi terkait sistem remunerasi. Akhir 2024, pihaknya sudah menghasilkan kajian terkait dengan sistem remunerasi nasional.

Rekomendasinya sampai pada titik berapa sebenarnya besaran minimal remunerasi pada setiap tingkatan, baik kepala daerah sampai ke golongan terendah. Kemudian juga memberikan rekomendasi terkait sumber apa saja yang bisa digunakan sampai titik pensiun.

Secara umum, KPK menemukan hambatan utama yang selalu menjadi alasan terkait dengan tata kelola remunerasi yakni APBN yang terbatas.

“Tetapi kemudian kita mencoba menganalisis ternyata bukan di situ masalahnya. Kita melihat bahwa ternyata terkait dengan take home pay itu ada disparitas yang sangat tinggi,” katanya.

Dia mencontohkan, di pemerintah pusat antara Kemenkeu dan Kementerian Sosial (Kemensos) kalau dilihat disparitasnya sangat berbeda. Padahal pasti di dua kementerian itu semuanya ahli di bidang masing-masing.

“Kemudian kalau pemerintah daerah, kota/kabupaten misalnya antara Pemkot Surabaya dengan Pemkab Pacitan itu disparitasnya sangat tinggi,” ujarnya.

SISTEM REMUNERASI: Aida Ratna Zulaiha, KPK sudah ajukan rekomendasi terkait sistem remunerasi. | Foto: ISTSISTEM REMUNERASI: Aida Ratna Zulaiha, KPK sudah ajukan rekomendasi terkait sistem remunerasi. | Foto: IST

KPK, terang Aida, juga menganalisis ternyata komponen take home pay di Indonesia terlalu banyak. Mulai dari gaji pokok, tunjangan, printilannya banyak sekali.

Lalu fasilitas, bahkan kalau di pusat atau di provinsi ada yang rangkap jabatan misalnya sebagai komisaris dan seterusnya. Beda dengan di negara lain, umumnya hanya satu atau dua komponen take home pay.

“Saat ini rekomendasi yang disampaikan KPK sudah proses pembahasan di Kemenpan RB. Kemudian kita juga akan menyampaikannya ke Kemenkeu, kita juga sudah bersurat ke presiden terkait dengan rekomendasi KPK,” ujarnya.{*}

| Baca berita Korupsi Hibah. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.