Garis Kemiskinan Jatim di Atas Jabar, Khofifah Pertanyakan Data BPS: Apa Dasar Penentuannya?

SURABAYA, Barometer Jatim – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mempertanyakan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Garis Kemiskinan (GK) di provinsi yang dipimpinnya lantaran angkanya di atas Jawa Barat, provinsi yang dipimpin Ridwan Kamil.
“Kalau GK Jatim di atas Jabar itu memang kami semua banyak yang mempertanyakan. Kalau bapak (BPS) naikkan lagi (GK-nya) ya mesti lebih banyak lagi (orang miskin), pasti,” kata Khofifah saat memimpin High Level Meeting (HLM) dan Rakor Pengendalian Inflasi bersama Forkopimda Jatim di Ballroom JW Marriott Hotel Surabaya, Senin (20/2/2023).
Mengapa dipertanyakan? Menurut gubernur yang juga Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) itu, karena sebagian besar daerah di Jabar memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang tinggi.
- Baca juga:
Duh! Kenyataan Beras di Jatim: Datanya Surplus 3,1 Juta Ton, tapi Barangnya Susah Ditemukan
“Kalau UMK-nya tinggi dan kemudian kita melihat biaya hidup di beberapa kota di Jabar. Tapi bahwa GK Jatim, itu kok di atas Jawa Barat. Makin bapak meningkatkan GK, makin banyak yang drop menjadi miskin,” kata Khofifah.
“Nah, ini bupati/wali kota banyak yang ingin mendapatkan penjelasan, apa yang sebetulnya menjadi dasar-dasar penentuan GK oleh BPS, sehingga kawan-kawan bilang: Mosok sih itu GK di Jatim kok lebih tinggi. Jadi makin dinaikkan ya makin banyak yang turun, makin banyak yang di bawah kemiskinan,” sambungnya.
Khofifah butuh penjelasan, karena pada 1 Maret 2023 tim BPS mulai turun untuk kembali melakukan survei. “Jadi pada posisi seperti ini, para bupati/wali kota ini ingin mendapatkan penjelasan, kok bisa gitu penentuan perimbangan-perimbangan yang dilakukan BPS itu atas dasar apa?” kata Khofifah.
“Apakah biaya hidup di Jatim ini lebih tinggi dari provinsi yang tadi saya sebut, karena standar GK kita kok menjadi naik. Dari dulu 460.909 Maret, kemudian September jadi 487.908,” imbuhnya.
Khofifah mempertanyakan GK, karena akan sangat terkait dengan inflasi. Apalagi ketika naik, di beberapa titik pengendaliannya kuirang bagus yang berimbas pada melemahkan daya beli masyarakat.
“Jangan sampai ada daya beli yang tidak bisa menjangkau. Itu yang menjadi catatan kita semua, para bupati/wali kota, terutama untuk hal-hal yang sangat spesifik ini menjadi kewenangan BPS. Tentu kawan-kawan ingin mendapat penjelasan, jadi apa yang mereka lakukan,” kata Khofifah.
“Kok iso yo? Kok iso yo? (Kok bisa GK Jatim di atas Jabar) Jadi karena ada faktor-faktor perimbangan dari BPS dan itu mungkin bisa dikonfirmasi pada kawan-kawan sekalian, sehingga kita bisa sama-sama mengukur kinerja pembangunan di masing-masing kota dan provinsi dalam format yang sama-sama ada pemahaman yang saling terkonfirmasi,” ucapnya.
Kemiskinan di Jatim Tertinggi
Mengapa Khofifah sampai mempertanyakan data BPS terkait GK Jatim yang di atas Jabar? Berapa sebenarnya perbedaan angkanya? Menilik data BPS, selama Maret-September 2022, GK Jatim naik sebesar 5,86% yakni dari Rp 460.909/kapita/bulan pada Maret 2022 menjadi Rp 487.908/kapita/bulan pada September 2022.
Peningkatan tertinggi GK Non Makanan sebesar 5,89% (Maret 2022 ke September 2022), sedangkan GK Makanan kenaikannya lebih sebesar 5,89% (Maret 2022 ke September 2022).
Lalu komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan. Pada September 2022, komoditi makanan menyumbang 75,58n komoditi non makanan menyumbang 24,42% terhadap GK.
GK di Jatim ini di atas Jabar. Catat perbedaannya! Pada September 2022, GK Jabar sebesar Rp 480.350/kapita/bulan dengan komposisi GK Makanan Rp 355.172 (73,94%) dan GK Non Makanan Rp 125.178 (26,06%).
Lantas bagaimana dengan angka kemiskinan? BPS mengungkap, persentase penduduk miskin di Jatim pada September 2022 sebesar 10,49, naik 0,11% terhadap Maret 2022 dan menurun 0,10% terhadap September 2021.
Secara jumlah, penduduk miskin pada September 2022 sebesar 4,236 juta orang, meningkat 55,22 ribu orang terhadap Maret 2022 dan menurun 23,09 ribu orang terhadap September 2021. Jumlah 4,236 juta ini sekaligus menempatkan Jatim sebagai provinsi dengan orang miskin terbanyak se-Indonesia.
Lalu jika dilihat dari perkotaan dan perdesaan, persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,71%, naik menjadi 7,78% pada September 2022. Sedangkan persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2022 sebesar 13,69%, naik menjadi 13,90% pada September 2022.
Dibanding Maret 2022, jumlah penduduk miskin September 2022 perkotaan naik sebanyak 24,18 ribu orang (dari 1,721 juta pada Maret 2022 menjadi 1,752 juta pada September 2022).
- Baca juga:
4 Tahun Dipimpin Khofifah, Miris! Jumlah Orang Miskin di Jatim Malah Tambah Jadi 4,24 Juta
Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan naik sebanyak 24,2 ribu orang (dari 2,459 juta pada Maret 2022 menjadi 2,484 juta pada September 2022).
Sebaliknya, kondisi di Jabar sedikit lebih baik. Persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 7,98%, naik 0,01% terhadap September 2021.
Secara jumlah, penduduk miskin pada September 2022 sebesar 4,05 juta orang, menurun 17,36 ribu terhadap Maret 2022 dan naik 48,76 ribu terhadap September 2021.
Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2021 sebesar 7,48%, naik menjadi 7,52% pada September 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2021 sebesar 9,76%, turun menjadi 9,75% pada September 2022.{*}
» Baca berita Kemiskinan. Baca tulisan terukur Retna Mahya.