Tak Mau Masa Jabatan Terpotong 43 Hari, Emil Dardak Gugat UU Pilkada ke MK!
JAKARTA | Barometer Jatim – Tak mau masa jabatannya terpotong, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak bersama 6 kepala daerah/wakil kepala daerah lainnya mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain Emil, 6 kepala daerah/wakil kepala daerah lainnya yakni Gubernur Maluku, Murad Ismail; Wali Kota Bogor, Bima Arya; Wakil Wali Kota Bogor, Dedie Rachim; Wali Kota Gorontalo, Marten Taha; Wali Kota Padang, Hendri Septa; dan Wali Kota Tarakan Khairul. Mereka menggandeng Visi Law Office sebagai kuasa hukum.
Dalam sidang panel pemeriksaan pendahuluan yang terdaftar dengan perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 tersebut, Rabu (15/11/2023), para pemohon merasa dirugikan ketentuan dalam Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada, karena masa jabatannya terpotong pada 2023 padahal belum genap 5 tahun menjabat sejak dilantik.
Adapun bunyi Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yakni: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.
| Baca juga:
- Terbentur UU Pilkada, Tahun Ini Masa Jabatan Khofifah sebagai Gubernur Jatim Berakhir
- 1,5 Bulan Jelang Khofifah Turun dari Takhta Gubernur, Catat! Warga Miskin Ekstrem di Jatim Masih 331.980
- Emil Dardak Sependapat: Pelayanan Publik di Jawa Timur Perlu Ditingkatkan!
Pasal tersebut mengatur masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2018 menjabat sampai 2023. Padahal, para pemohon dilantik pada 2019 sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong, mulai dari sekitar 1,5 bulan hingga 6 bulan.
Gubernur Maluku, Murad Ismail yang dilantik pada 24 April 2019, misalnya. Jika memegang masa jabatan 5 tahun maka akan berakhir sampai 24 April 2024. Namun dengan akan berakhirnya masa jabatan pada 2023, maka masa jabatannya terpotong sekitar 4 bulan.
Lalu Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak yang dilantik pada 13 Februari 2019. Jika memegang masa jabatan 5 tahun maka akan berakhir sampai 13 Februari 2024. Namun berlakunya Pasal 201 ayat 5 UU No 10 Tahun 2016, menyebabkan masa jabatannya terpotong 43 hari karena berakhir 31 Desember 2023.
Kemudian Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor, Bima Arya dan Dedie A Rachim yang dilantik pada 20 April 2019, masa jabatannya akan terpotong selama kurang lebih 4 bulan.
| Baca juga:
- Putusan MK Angin Segar Gibran Maju Cawapres, Gus Hans: Kita Tahu Kiprahnya, Tidak Sedikit-sedikit Pamer Penghargaan!
- Lengser 31 Desember 2023, Khofifah Bakal Tinggalkan 1,17 Juta Orang Pengangguran!
- Survei Pilgub Jatim: Elektabilitas Cak Fauzi Sengit Kejar Emil Dardak, Hanya Terpaut 2,1%!
“Ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada telah memberikan kerugian yang nyata kepada pemohon, atau paling tidak akan memberikan kerugian yang berpotensi terjadi dengan wujud masa jabatan para pemohon sebagaimana kepala daerah akan terpotong," kata Kuasa Hukum Pemohon, Donal Fariz.
Para pemohon menilai ketentuan dalam Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945.
"Dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023,” kata Donal.
“Dan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang dilantik tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati pemungutan suara serentak nasional tahun 2024,” sambungnya.
Catatan dari Hakim
PEMERIKSAAN: Bima Arya menghadiri sidang pemeriksaan permohonan terkait masa jabatan kepala daerah. | Foto: MK
Usai mendengarkan permohonan, Majalis Sidang Panel yag dipimpin Ketua MK, Suhartoyo bersama Wakil Ketua MK, Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh memberikan sejumlah catatan bagi para pemohon.
Saldi memberikan lima poin catatan. Salah satunya mengenai perbedaan dasar hukum dari permohonan yang berbeda dengan permohonan yang pernah diajukan ke MK. Dia juga meminta kuasa pemohon menguraikan terlebih dahulu tahapan Pilkada kapan dimulai.
"Nah ini belum ada di sini, dan kapan itu tahapan pemugutan suara. Jadi tahapan-tahapan itu kan rangkaian ya mulai dari ini dan segala macamnya sampai nanti pengambilan sumpah. Karena itu relevan dikaitkan dengan petitum yang saudara ajukan,” katanya.
Berikutya Hakim Konstitusi, Daniel mencermati kedudukan hukum para pejabat yang mengajukan permohonan. Karena baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, umumnya satu SK.
| Baca juga:
- Apa Iya "Si Gemoy" Prabowo Bisa Menang di Jawa Timur setelah 2 Kali Babak Belur? Gus Fawait Sesumbar Raup 65%!
- Tidar Jatim Siap Tempur Raup Suara Santri untuk Prabowo-Gibran, Gus Fawait Singgung Gus Bajakan!
- Bayu Airlangga Nakhodai Projo Jatim, Langsung Tancap Gas Menangkan Prabowo-Gibran!
“Jadi kalau Pak Bima Arya dan wakil ini sebagai pemohon. Dalam pandangan saya ini semestinya dijadikan satu pemohon, karena satu SK,” ujarnya.
“Nanti dipertimbangkan. Misalnya nanti Wagub Jatim itu kan satu paket dengan gubernur, karena tidak mugkin nanti MK hanya memutuskan memperpanjang wakil tanpa gubernur,” katanya.
Sedangkan Ketua MK, Suhartoyo meminta para pemohon untuk memperhatikan lagi petitum yang diajukan karena dinilainya masih bias.
“Petitumnya tadi kan sepanjang tidak melewati pemungutan suara. Ini bisa agak bias. Artiya apakah hari ini, besok, nanti malam, atau besok pagi sebelum jam TPS dibuka? Karena kan bisa memjadi vacum of power, sekarang siapa yang mimpin di daerah itu kalau baru habis menjelang pemungutan suara,” ujarnya.
Selanjutnya, MK memberikan waktu untuk perbaikan permohonan paling lama Selasa, 28 November 2023 pukul 09.00 WIB.{*}
| Baca berita Pemprov Jatim. Baca tulisan terukur Syaiful Kusnan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur