Terjawab! Ini Alasan Mengapa Khofifah Tak Sepaket dengan Emil Gugat Masa Jabatan yang Terpotong 43 Hari

Reporter : -
Terjawab! Ini Alasan Mengapa Khofifah Tak Sepaket dengan Emil Gugat Masa Jabatan yang Terpotong 43 Hari
TAK SEPAKET: Emil dan Khofifah, tak sepaket saat ajukan gugatan masa jabatan ke MK. | Foto: Barometerjatim.com/DOK

JAKARTA | Barometer Jatim – Terjawab sudah, mengapa Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa tidak sepaket dengan Wagub Jatim Emil Elestiato Dardak dalam mengajukan permohonan uji materi Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada dimohonkan tujuh kepala daerah/wakil kepala daerah. Yakni Gubernur Maluku, Murad Ismail; Wagub Jatim, Emil Elestianto Dardak; Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto; Wakil Wali Kota, Bogor Didie A Rachim; Wali Kota Gorontalo, Marten A Taha; Wali Kota Padang, Hendri Septa; dan Wali Kota Tarakan, Khairul.

Adapun bunyi Pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016: Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023.

Terkait ketiadaan Khofifah sebagai pemohon maupun kepala daerah/wakil kepala daerah lainnya yang tidak satu paket dalam mengajukan permohonan, menurut Kuasa Hukum Pemohon, Donal Fariz karena ini adalah pengujian norma.

“Dalam pandangan kami, karena ini adalah pengujian norma tentu dapat saja salah satu di antara para kepala daerah tersebut. Apakah bupatinya, wali kotanya, atau hanya wakil gubernurnya saja yang jadi pemohon,” kata Donal dalam sidang pemeriksaan perbaikan permohonan perkara Nomor 143/PUU-XXI/2023 di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Rabu (29/11/2023).

| Baca juga:

“Karena dia adalah permohonan norma yang berkonsekuensi pada para pihak, sekali pun dia tidak menjadi pemohon dalam perkara a quo,” sambungnya di hadapan Sidang Majelis Panel yang terdiri atas Ketua MK Suhartoyo, Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.

Sebelumnya, ketiadaan pemohon yang tidak satu paket menjadi koreksi Hakim Konstitusi Daniel dalam sidang panel pemeriksaan pendahuluan permohonan, Rabu (15/11/2023), yang mencermati kedudukan hukum para pejabat pengaju permohonan.

“Terkait legal standing. Nanti dicermati, karena baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, umumnya satu SK. Jadi kalau Pak Bima Arya, Wali Kota Bogor dan wakil ini sebagai pemohon 3 dan 4, dalam pandangan saya ini semestinya dijadikan satu pemohon karena satu SK,” terang Daniel.

“Sama degan ketika MK memberikan legal standing kepada permohoan 62 yang tadi sudah diangkat. Nah ini kemudian nanti dipertimbangkan, misalnya Wakil Gubernur Jawa Timur itu kan satu paket dengan gubernur. Karena tidak mungkin nanti MK hanya memutuskan memperpanjang wakil tanpa gubernur,” sambungnya.

Tak Ganggu Pilkada 2024

PERBAIKAN PERMOHONAN: Donal Fariz (dua kiri) dalam sidang pemeriksaan perbaikan permohonan di MK. | Foto: IST

Usai menjelaskan pemohon yang tidak satu paket, selebihnya Donal dalam persidangan antara lain menambahkan data Surat Keputusan (SK) sebagai kepala daerah.

Lalu, pada permohonan awal para pemohon mengujikan beberapa ayat dalam Pasal 201 UU Pilkada. Dalam perbaikan, para pemohon fokus pada pengujian Pasal 201 ayat (5) yang diajukan pula pada perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 dan perkara nomor 143//PUU-XXI/2023, namun dengan batu uji dan alasan permohonan yang berbeda dengan permohonan terdahulu.

Berikutnya, para pemohon membuat ilustrasi berupa skenario atas desain jadwal Pilkada serentak 2024 jika dilaksanakan pada September 2024. Para pemohon menyertakan grafik yang menunjukkan konsekuensi akhir masa jabatan para pemohon sekalipun Pilkada dimajukan. Dengan kata lain, akhir masa jabatan para pemohon tidak ada yang menyentuh akhir hingga September 2024.

Para pemohon juga menambahkan bukti surat remi Kemendagri pada salah satu pemohon, agar usulan nama pengganti dibahas pada tingkat DPRD Kota dan dimasukkan pada 6 Desember 2023. Sehingga saat ini, statusnya pemerintah sedang melakukan proses pengusulan nama-nama pengganti pejabat kepala daerah tersebut.

“Atas alasan-alasan yang ada ini, MK menurut para pemohon perlu menggeser pertimbangannya dari perkara 62 atau 143,” kata Donal.

| Baca juga:

Ada delapan yang diutarakan Donal. Di antaranya, petitumnya berbeda dengan perkara sebelumnya. Lalu lokus dari perkara ini adalah kepala daerah yang dipilih pada 2018 dan dilantik pada 2019.

Kemudian permohonan yang diajukan tidak merusak rekonstruksi Pilkada 2024 dengan menunjukkan data terdapat tiga kepala daerah tingkat provinsi, enam kepala daerah tingkat kota, dan 30 kepala daerah tingkat kabupaten yang masa jabatannya tidak ada yang melampaui masa pelaksanaan Pilkada 2024. Sebab, pemotongan masa jabatan hanya berlaku bagi kepala daerah yang dilantik pada 2020 sesuai ketentuan.

“Jadi, jadwal dan masa jabatan masa akhir para pemohon ini tidak berbenturan dengan hari pencalonan kepala daerah pada Pilkada mendatang,” terang Donal.

Setelah mendengarkan perbaikan permohonan, majalis panel menyatakan permohoan diverifikasi dan disahkan.

“Kami akan laporkan semua ini ke rapat pleno hakim MK. Nanti bagaimana sikap dan perkembangan selanjutnya atas perkara ini akan diberitahukan dari kepaniteraan lebih lanjut,” kata Suhartoyo.{*}

| Baca berita Pemprov Jatim. Baca tulisan terukur Syaiful Kusnan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.