Gaduh di PT DABN Clear! Komisi C DPRD Jatim: Ini Soal Bisnis, Bukan Urusan Sosial

SURABAYA | Barometer Jatim – Gaduh soal tarif di Pelabuhan Delta Artha Bahari Nusantara (DABN) clear. Ini setelah sejumlah pihak yang melakukan protes dipertemukan Komisi C DPRD Jatim dengan pihak pengelola, yakni PT DABN yang merupakan anak usaha PT Petrogas Jatim Utama (PJU) -- salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov Jatim.
Pertemuan dilakukan di ruang Komisi C DPRD Jatim, Rabu (28/5/2025). Mereka yang dihadirkan yakni PT DABN dan empat pihak yang protes, terdiri dari asosiasi dan tenaga pekerja bongkar muat, serikat pekerja, serta agen kapal.
Ketua Komisi C, Adam Rusydi usai pertemuan menjelaskan awalnya mereka yang protes mengeluh terkait kenaikan tarif yang ada di Pelabuhan DABN. Ini karena melihatnya masih dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 2007 berkaitan dengan tarif berdasarkan kesepakatan.
“Di peraturan 2007 itu memang harus ada kesepakatan dengan asosiasi. Tetapi ada Pemenhub lagi tahun 2018 yang dimana aturan tersebut, Pelabuhan DABN boleh menentukan harga berdasarkan kajian analisis bukan berdasarkan kesepakatan,” kata Adam.
“Tadi PT DABN juga menyampaikan, bahwa kajiannya pun juga melalui lembaga survei yang kredibel, yaitu Sucofindo. Sehingga di sini, memang ada kenaikan tarif berdasarkan kajian tadi,” tandasnya.
Bagi Adam, namanya kebijakan pasti ada pro dan kontra, perubahan pasti ada yang kemudian tidak sepakat. Tapi setelah ditengahi bersama-sama, secara prinsip Komisi C berupaya agar permasalahan ini clear, karena ada sebuah miskomunikasi terkait aturan.
“Satunya (pihak yang protes) menggunakan aturan lama, yang ini (PT DABN) menggunakan aturan yang baru. Namanya aturan tetap menggunakan aturan yang baru kan secara regulasi, yang sah ya aturan yang baru. Jadi secara prinsip seperti itu,” jelasnya.
URUSAN BISNIS: Adam Rusydi, tarif di Pelabuhan DABN soal bisnis, bukan sosial. | Foto: Barometerjatim.com/RQ
Andai tak ada titik temu, akankah ada langkah ke jalur hukum? Menurut Adam tidak sampai ke sana, karena problemnya terletak di miskomunikasi.
“Tadi ada miskomunikasi. Jadi teman-teman masih berasumsi dengan aturan yang lama dan PT DABN menggunakan aturan yang baru. Ada miskomunikasi di sini,” katanya.
“Setelah tadi tersampaikan dengan baik mereka menyadari bahwa ada sebuah aturan, ya bagaimana lagi ini adalah sebuah aturan yang sudah ditentukan oleh Kemenhub,” sambungnya.
Karena itu, Komisi C menyarankan kepada PT DABN untuk membuka jalur komunikasi kepada para pihak yang melakukan protes, mengingat ini adalah urusan business-to-business (B2B).
“Ini (soal tarif di Pelabuhan DABN) kan business-to-business, bukan urusan sosial. Jadi konteksnya berbeda,” tegas Adam sambil memberi penekanan pada business-to-business.
Berarti ini sudah clear ya? “Insyaallah sudah clear, ya tadi saya harapan untuk PT DABN bisa berkomunikasi dengan teman-teman asosiasi tenaga kerja dan serikat pekerja,” ucapnya.
Ditanya apakah hearing ini juga terkait dengan aksi demonstrasi beberapa waktu lalu yang menyuarakan hal serupa, Adam menegaskan tidak tahu menahu soal tuntutan yang disuarakan pihak lain.
“Kita di sini menghadirkan teman-teman yang melaporkan ke kita, jadi yang melapor ke kita kan asosiasi. Saya tidak mungkin orang demo saya undang ke sini tanpa ada surat masuk, kan begitu,” ujarnya.
Jadi ini beda ya? Beda. Ini dari pihak asosiasi dan tenaga pekerja bongkar muat, plus serikat pekerja, serta agen kapal, ada 4,” kata legislator asal Partai Golkar tersebut.
Hal sama disampaikan Anggota Komisi C DPRD Jatim, Hartono. Legislator asal Partai Gerindra itu bahkan baru tahu kalau mereka yang protes ternyata dari pihak internal, bukan eksternal.
URUSAN INTERNAL: Hartono, urusan di PT DABN soal business, selesaikan secara internal. | Foto: Barometerjatim.com/RQ
Lantaran pihak internal yang selama ini menjadi mitra PT DABN, maka menurutnya murni persoalan terkait bisnis dan tidak perlu diseret ke mana-mana.
“Seperti awal saya bilang, ini murni permasalahan bisnis. Kita kan memfasilitasi, satu pihak yang merasa dirugikan dan DABN yang merasa sudah benar melaksanakan bisnisnya. Kita hanya memfasilitasi bukan memutuskan, karena ini masalah bisnis,” ucapnya.
Namun ada yang kurang pas menurut Hartono. Mereka yang protes mengajukan hearing disertai data-data kelompoknya, tapi tidak semua pimpinannya hadir ketika dipertemukan dengan pihak PT DABN. Padahal kehadiran pimpinan penting dalam memutuskan ketika ada persoalan.
Salah satunya Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) yang mengirim utusan, yakni Salamul Huda dari APBMI cabang Probolinggo.
“Iya tadi saya mewakili APBMI (Asosiasi perusahaan Bongkar Muat Indonesia). Tujuan kami Ke Komisi C mengklarifikasi kenaikan harga terkait tarif yang dikeluarkan DABN,” katanya, sembari menambahkan akan membawa hasil hearing ke pimpinannya.
Selain itu, Hartono menyoroti kesepakatan kerja sama yang diwujudkan dalam kontrak dan sudah ditandatangani tapi masih ada permintaan untuk membayar di luar kesepakatan.
“Kontraknya sudah ditandatangani, tetapi ada tuntutan untuk membayar di luar itu. Jadi ini urusan bisnis internal, maka harus diselesaikan secara internal,” katanya.
Sementara itu Direktur Utama PT DABN, Andri Irawan usai hearing menyampaikan singkat, “Tadi yang ditanyakan di Komisi C sudah clear. Menurut Komisi C ini adalah urusan business-to-business.”{*}
| Baca berita DPRD Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur