5 Tahun Pimpin Jatim Khofifah Tinggalkan 4,18 Juta Orang Miskin dan 1,17 Pengangguran, Gini Mau 2 Periode?
SURABAYA | Barometer Jatim – Lima tahun di bawah kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa, kemiskinan di Jawa Timur alih-alih turun signifikan. Yang ada malah lebih tinggi dibanding era Gubernur Jatim sebelumnya, Soekarwo alias Pakde Karwo.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga Maret 2023 jumlah orang miskin masih 4,189 juta (10,35%) atau terbanyak se-Indonesia. Di bawah Jatim ada Jawa Barat dan Jawa Tengah, masing-masing 3,8 juta jiwa dan 3,7 juta jiwa.
Secara year on year (y-on-y) angka kemiskinan di Jatim memang turun 0,03% tarhadap Maret 2022 sebesar 10,38% atau turun 0,14% terhadap September 2022.
Namun sejak Khofifah memimpin Jatim pada 13 Februari 2019, angka kemiskinan justru di atas kemiskinan yang ‘diwariskan’ Pakde Karwo, yakni 4,112 juta pada Maret 2019 atau sebulan setelah Khofifah dilantik menjadi Gubernur Jatim.
Selain 4,18 juta orang miskin, Khofifah juga meninggalkan jutaan pengangguran. Hingga Agustus 2023, data BPS mencatat orang nganggur di Jatim masih sebanyak 1,17 juta atau secara persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebanyak 4,88%.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Mathur Husyairi memandang, 4,18 juta kemiskinan merupakan angka yang besar, kalau tidak mau dibilang fantastis di tengah semua program yang telah dirancang Pemprov Jatim. Termasuk klaim naiknya pertumbuhan ekonomi dan masuknya investasi.
KOTA-DESA: Disparitas kemiskinan di Jatim antara perkotaan dan perdesaan. | Sumber: BPS jatim
“Ini kemudian berbanding terbalik dengan kondisi angka kemiskinan, yang selama ini tidak pernah turun signifikan dari tahun ke tahun,” katanya pada Berometer Jatim, Selasa (13/2/2024).
“Jadi kalau dibandingkan dari eranya Pak Karwo dan Bu Khofifah ini, ndak ada angka penurunan kemiskinan signifikan yang kemudian bisa dibanggakan dengan segenap program Nawa Cita-nya Khofifah-Emil,” sambungnya.
Bagi Mathur, rapor merah ini menjadi koreksi serius DPRD Jatim, khususnya Komisi E. “Saya pikir apa yang sudah dilakukan selama satu periode ini, harus dievaluasi segala program-program pengentasan kemiskinan yang telah dirancang selama ini,” katanya.
Termasuk keberadaan SMK, sekolah double track, Millennial Job Center. Harus dievaluasi kembali apa kemudian kontribusinya dalam penurunan angka kemiskinan di Jatim.
“Ini menjadi persoalan serius, karena selain angka kemiskinan kemudian angka stunting yang cukup tinggi dan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kita yang tidak pernah beranjak membaik dari tahun ke tahun,” katanya.
Karena itu, tandas Mathur yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim, kalau Khofifah mau maju lagi ini harus dibenahi lebih serius, terutama dalam penataan data-data kemiskinan.
“Jangan selalu mengandalkan data agregat, mengandalkan data dari BPS. Seharusnya Pemprov Jatim memiliki data tersendiri yang bisa dikerjasamakan dengan lembaga pengabdian masyarakat dengan bebrapa kampus ternama di Jatim,” ucapnya.
Sebab, jelas Mathur, data di luar BPS bisa menjadi pembanding berapa sebenarnya data kemiskinan by nama by address yang dimiliki.
“Kalau kemudian disanding dengan data Kemensos ya ini lagi-lagi kita akan menemukan kegagalan. Saya pikir itu yang harus dievaluasi dari kepemimpinan Khofifah-Emil selama lima tahun,” ujarnya.
Sebelumnya saat apel terakhir bersama Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Sekretariat Daerah Provinsi Jatim, Senin (12/2/2024), Khofifah selain pamit juga menyampaikan akan maju Gubernur Jatim lagi untuk periode kedua.
“Ini hari terakhir memimpin Jawa Timur, insyaallah akan ikut kontestasi di periode berikutnya," ujarnya.{*}
| Baca berita Kemiskinan. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur