Khofifah Pangkas Belanja di RAPBD 2026, Banggar DPRD Jatim: Koridornya Tak Jelas!
SURABAYA | Barometer Jatim – Selain menilai proyeksi penerimaan daerah tahun anggaran 2026 mengalami stagnasi, bahkan secara agregat turun minus 1,2 persen dibanding 2025, Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim juga menyoroti belanja daerah.
Juru Bicara Banggar, Lilik Hendarwati menyampaikan, terhadap dimensi alokasi belanja daerah 2026, Banggar melihat inisiatif penyesuaian fiskal daerah dilakukan dengan pendekatan efisiensi.
Hal itu tampak pada penurunan total alokasi belanja, dimana terjadi pengurangan secara signifikan pada hampir semua kelompok belanja 2026 dibandingkan 2025.
“Namun pendekatan efisiensi demikian bagi Banggar belum pada koridor yang jelas,” kata Lilik saat membacakan pendapat Banggar terhadap Raperda Jatim tentang APBD 2026 dalam rapat paripurna DPRD Jatim, Senin (22/9/2025).
“Hal ini nampak dari belanja operasi yang masih mendominasi di angka 76 persen dan belanja modal hanya 6 persen dari total belanja daerah,” tandasnya.
Secara makro, lanjut Lilik, hal itu secara jelas menunjukkan adanya belanja rutin dan jangka pendek yang besar pada belanja barang dan jasa, namun terjadi penurunan begitu besar pada belanja modal hingga 40 persen jika dibandingkan dengan APBD Perubahan 2025.
MASIH MENDOMINASI: Belanja operasi masih mendominasi di angka 76% pada RAPBD Jatim 2026. | Foto: DPRD Jatim
Sesuai Nota Keuangan atas Rancangan APBD 2026 yang disampaikan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa pada 10 September 2025, belanja daerah 2026 dialokasikan Rp 29,257 triliun.
Angka tersebut untuk kebutuhan belanja operasi Rp 22,233 triliun, belanja modal Rp 1,717 triliun, belanja tidak terduga Rp 198,25 miliar, dan belanja transfer Rp 5,108 triliun.
Dengan alokasi belanja daerah Rp 29,257 triliun dan pendapatan daerah Rp 28,263 triliun mengakibatkan defisit Rp 994,16 miliar dalam APBD 2026.
Karena itu dalam tinjauan makro terhadap Rancangan APBD 2026, Banggar mengharapkan pembahasan di tingkat komisi bersama OPD mitra untuk dapat menemukan permasalahan dan selanjutnya merumuskan perangkaan yang lebih rasional. Khususnya terhadap sejumlah persoalan yang menjadi sorotan Banggar.
Di antaranya, belanja pegawai di 2026 meskipun dialokasikan menurun minus 7 persen dibandingkan perangkaan P-APBD 2025, tetapi masih jauh lebih tinggi 10 persen dari realisasi belanja pegawai 2024.
“Oleh karena itu, komisi terkait agar menelaah potensi idle money dalam pos belanja pegawai yang masih bisa diproyeksikan untuk menambah kapasitas belanja publik,” kata Lilik.
Lalu penurunan belanja barang dan jasa perlu dikaji, apakah menyasar pada belanja barang dan jasa pelayanan publik dan kesejahteraan sosial.
“Banggar sangat berharap semua komisi memastikan efisiensi belanja barang dan jasa ini, terutama pada belanja administrasi rutin perkantoran dan kegiatan penunjang yang dapat dilaksanakan secara daring,” ujarnya.
Berikutnya, Banggar sangat berharap setiap komisi dapat mencermati sekaligus mensupervisi alokasi belanja hibah 2026 yang diproyeksi meningkat 15 persen dibandingkan P-APBD 2025.
“Supervisi di tingkat komisi, terutama bagaimana memastikan bahwa belanja hibah ini sejalan dan segaris dengan aspirasi kebutuhan masyarakat,” ujar Lilik.
“Dan koheren dengan target pencapaian mandatory spending infrastruktur pelayanan publik, maupun pembiayaan pelayanan publik dasar lainnya,” imbuhnya.{*}
| Baca berita DPRD Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur