Dana Pemprov Jatim Rp 6,8 T Ngendap di Bank, Sekda hingga Khofifah Sibuk Membantah!

Reporter : -
Dana Pemprov Jatim Rp 6,8 T Ngendap di Bank, Sekda hingga Khofifah Sibuk Membantah!
BANTAH NGENDAP: Khofifah, Emil Dardak, Adhy Karyono bantah uang Pemprov Jatim ngendap di bank. | Foto: IST

SURABAYA | Barometer Jatim – Gubernur Khofifah Indar Parawansa, Wagub Emil Elestianto Dardak, hingga Sekdaprov Adhy Karyono sibuk membantah soal dana Pemprov Jatim Rp 6,8 triliun mengendap di bank.

Dana mengendap tersebut berdasarkan data Bank Indonesia (BI) per September 2025 yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah 2025.

Khofifah menyebut, uang di bank tersebut bukan dana mengendap tapi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp 6,2 triliun per 22 Oktober 2025 -- bukan Rp 6,8 triliun seperti data BI. Menurutnya, dana tersebut tidak bisa langsung digunakan, karena masih menunggu proses sesuai regulasi yang ditetapkan pemerintah pusat.

“Uang itu bukan mengendap. Sebagian besar merupakan SiLPA, yang secara aturan belum bisa digunakan sampai hasil audit BPK keluar,” jelasnya saat menghadiri kegiatan di Lamongan, Minggu (26/10/2025).

Khofifah merinci, dari total dana Rp 6,2 triliun tersebut, sebanyak Rp 4,6 triliun berada dalam deposito dan Rp 1,6 triliun lainnya dalam giro untuk belanja rutin Pemprov Jatim.

“Kenapa deposito? Aturannya begitu, ada juga yang ke rekening giro. Rekening giro kita Rp 1,6 triliun, itu cash flow, untuk belanja rutin, belanja pegawai. Tapi kita sampai Desember kebutuhannya Rp 1,8 triliun,” terang Khofifah.

“Ya begitu, SiLPA. Lha terus duitnya ditaruh mana, kan tidak boleh masuk di safety box kantor, ya di rekening giro. Lha yang deposito aturannya memang begitu, karena dia enggak boleh dipakai sampai Perubahan APBD ketuk palu,” sambungnya.

JATIM NOMOR DUA: Pemprov Jatim, nomor dua urusan dana ngendap di bank versi Bank Indonesia. | Sumber: BIJATIM NOMOR DUA: Pemprov Jatim, nomor dua urusan dana ngendap di bank versi Bank Indonesia. | Sumber: BI

Hal itu, tandas Khofifah, juga sudah dijelaskannya ke Menteri Keuangan, termasuk sistemnya yang membuat pemerintah pusat.

“Ini sudah saya jelaskan ke Pak Menteri Keuangan, sistemnya itu lho di Jakarta. Awal saya jadi gubernur juga begitu, lho kenapa SiLPA enggak bisa dipakai, tidak bisa bu selesai audit BPK. Yang bikin aturan siapa, Jakarta,” katanya.

SiLPA terjadi, terang Khofifah, karena pembayaran pajak dan dana bagi hasil daerah masuk di akhir tahun, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam APBD tahun berjalan.

“Biasanya dana transfer dari pusat seperti bagi hasil dan pajak daerah baru masuk di akhir tahun. Karena itu, anggaran tersebut tidak bisa langsung digunakan,” ujarnya.

“Setelah audit BPK selesai, barulah dana itu bisa digunakan sesuai kebutuhan program prioritas Pemprov Jatim,” imbuh Khofifah.

Belanja 65 Persen 

Hal sama disampaikan Wagub Jatim, Emil Elestianto Dardak. Dalam acara diskusi dengan televisi nasional, dia menegaskan uang di bank tersebut bukan tidak dibelanjakan atau mengendap melainkan SiLPA.

"Nah sekarang begini. Kalau ditanya apakah duit itu didiemin, diendapkan? Belanja Pemprov Jatim ini sekarang juara dua se-Indonesia, paling cepat, sekitar 65 persen. Dan ini akan semakin grafiknya meningkat pesat, bukan linier gitu," katanya.

“Karena memang banyak sekali kegiatan-kegiatan yang menggunakan anggaran itu termin pembayarannya lebih besar di ujung daripada di awal,” sambung Emil.

Tak hanya Khofifah dan Emil, Sekdaprov Jatim Adhy Karyono saat hadir dalam Rakerda XVII dan Forbisda BPD HIPMI Jatim di Surabaya, Kamis (23/10/2025), juga ikut membantah soal dana Pemprov Jatim mengendap di bank.

“Terkait dengan pemahaman pengendapan anggaran, kami sampaikan bahwa sistem perencanaan dan pelaksanaan program di APBD berbeda dengan APBN. Ada siklus berdasarkan Permendagri, maka tahapannya harus dilakukan sesuai dengan tahapannya di akhir tahun, dimana dengan adanya SiLPA,” paparnya.

SiLPA sendiri, menurut Adhy, merupakan anggaran yang tidak terserap akibat kontraktual dan juga pelampauan pendapatan daerah yang masuk setiap hari melebihi 100 persen.

“Sehingga tentu dana itu tidak bisa digunakan. SiLPA kami Rp 4,6 triliun ditambah dengan giro kami untuk operasional tentu tidak bisa serta merta Rp 4,6 triliun digunakan. Termasuk juga dana transfer kita yang datangnya kalau setelah APBD perubahan itu akan menjadi SiLPA kembali,” ujarnya.

TETAP NOMOR DUA: Pemprov Jatim tetap nomor dua urusan dana ngendap di bank versi Kemendagri. | Sumber: KemendagriTETAP NOMOR DUA: Pemprov Jatim tetap nomor dua urusan dana ngendap di bank versi Kemendagri. | Sumber: Kemendagri

Menurut Adhy, ada perbedaan sistem antara APBN dan APBD. Jadi bukan berarti dana mengendap tidak digunakan, tetapi setelah Perubahan APBD.

“Bayangkan kami membutuhkan spending more tetapi creative financing-nya harus ada. Bagi kami di pemerintah provinsi dan kabupaten jika anggaran itu transfernya bisa masuk April atau Mei bisa digunakan langsung, kami akan selesaikan,” kata Adhy.

“Kami akan berikan sesuatu untuk masyarakat lebih cepat sebetulnya, tetapi persoalan sistem penganggaran yang menghambat kami untuk bisa melakukan spending more dan lebih cepat,” ujarnya.

Sebelumnya, Mendagri Tito mengungkap perbedaan data antara BI dengan rekening kas daerah (kasda) terkait uang Pemda yang mengendap di bank.

Berdasarkan data BI, terdapat Rp 233,97 triliun uang Pemda yang menumpuk di bank per September 2025. Rinciannya dalam bentuk giro Rp 178,14 triliun, simpanan di Pemda Rp 48,40 triliun, dan tabungan Rp 7,43 triliun.

"Per provinsi kita lihat di sana total Rp 60,202 triliun, kalau melihat data dari BI ini,” katanya.

Dari data BI yang disampaikan Tito, provinsi dengan simpanan uang terbanyak di bank yakni DKI Jakarta sebesar Rp 14,7 triliun, disusul Jatim Rp 6,8 triliun.

Namun Tito menilai data tersebut kurang valid, karena setelah checking ke rekening masing-masing kasda, total angka di Pemda yakni Rp 215 triliun. Rinciannya Rp 64,9 triliun di tingkat provinsi, kabupaten Rp 119,9 triliun, dan kota Rp 30,1 triliun.

Meski terdapat perbedaan antara data BI dan rekening kasda, Pemprov Jatim tetap nomor dua urusan menumpuk uang di bank, sedangkan peringkat teratas ditempati Pemprov DKI Jakarta.

“Di tingkat provinsi memang yang terbesar di rekening kasnya DKI Rp 19 triliun lebih, diikuti Jawa Timur Rp 5 triliun lebih,” jelas Tito.{*}

| Baca berita Pemprov Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.