Terpidana Korupsi PJU Lamongan Bongkar Habis Peran HA: Main Harga hingga Atur APH!
SURABAYA | Barometer Jatim – Usai mengajukan permohonan penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025, kuasa hukum terpidana korupsi hibah bantuan lampu penerangan jalan umum (PJU) tenaga surya pada Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim di Kabupaten Lamongan tahun anggaran 2020, Jonathan Dunan kembali mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Ada apa lagi? “Kami mengajukan pemberitahuan kronologi dari sisi prinsipal kami, Pak Jonathan. Banyak hal-hal terdahulu yang belum terungkap pada pemeriksaan di Kejari Lamongan dan juga di persidangan,” kata salah seorang Kuasa Hukum Jonathan, Fadel Muhammad Habibie dari kantor hukum RF Law Firm, Senin (29/9/2025).
“Jadi kami harapkan, kronologi yang kami berikan ini menjadi bahan untuk Kejati agar permohonan kami terhadap penerapan PP 24 ini dapat terlaksana,” sambungnya.
Kronologi yang diajukan ke Kejati tersebut, tandas Fadel, merupakan bentuk komitmen Jonathan yang merupakan Direktur PT Sumber Energi Terbarukan Indonesia (SETI) saat kasus terjadi untuk membuka seterang-terangnya perkara ini.
“Yang kemarin belum terungkap akan kami ungkap saat ini. Mungkin pada awalnya melalui surat, kemudian nanti kami bersedia untuk dimintai keterangan terkait hal tersebut,” katanya.
Fadel menegaskan, permohonan PP 24 sifatnya sama dengan whistleblower maupun justice collaborator. Maka diharapkan ada tersangka-tersangka lain, yang sudah menikmati hasil dari tindak pidana perkara korupsi hibah bantuan lampu PJU tenaga surya dan segera diproses.
BONGKAR PERAN HA: Sejumlah poin dalam surat pemberitahuan kronologi. | Foto: Barometerjatim.com/RQ
Apakah dalam pemberitahuan kronologi kejadian perkara tersebut, ada nama-nama yang dinilai menikmati hasil dari tindak pidana? “Ada, ada, ada. Jadi dalam kronologi itu kita menyebutkan peran HA (anggota DPRD Jatim) seperti apa,” kata Fadel.
“Bahkan kita juga menyebutkan peran Inspektur Jatim saat itu seperti apa dan menghasilkan produk apa, menyatakan apa saja ke prinsipal kami, sampai prinsipal kami berkenan menandatangani surat maupun berkas,” terangnya.
Dikondisikan Sejak Awal
Dalam surat kronologi, disebutkan HA berperan aktif terkait pelaksanaan hibah PJU. Dari awal sudah dikondisikan dan ada pihak lain yang turut meyakinkan, semua akan di-cover HA.
Intinya, Jonathan membongkar habis peran HA mulai dari mengatur pengadaan, mark up harga, hingga mengatasi Aparat Penegak Hukum (APH) jika terjadi permasalahan ke depannya.
“Kemudian dalam surat kami juga menyatakan bahwa HA juga menerima hasil keuntungan dari tindak pidana tersebut,” katanya.
Sedangkan peran Inspektur Jatim saat itu yang berinisial HPP sempat memanggil HA dan Jonathan. Sesuai isi surat ada beberapa kalimat yang meyakinkan, agar Jonathan mau menandatangani.
“Ada kalimat juga yang membuat klien kami yakin, bahwa proses ini tidak akan berjalan ke ranah hukum dengan kesanggupan untuk mengembalikan sejumlah uang,” katanya.
Surat yang dimaksud Fadel yakni berita acara klarifikasi dan kesanggupan berkop Inspektorat Jatim yang ditandatangani HA (pihak pertama) dan Jonathan (pihak kedua), di bawahnya mengetahui HPP.
Disebutkan, pada Jumat, 10 September 2021, bertempat di kantor Inspektorat Jatim telah dilakukan klarifikasi atas temuan belanja hibah bantuan lampu PJU kepada 247 Pokmas (Kelompok Masyarakat) tidak terlaksana sesuai NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) Rp 75,3 miliar (75.314.000.000).
Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas laporan keuangan Pemprov Jatim tahun 2020 Nomor 71.B/LHP/XVIII.SBY/05/2021 tanggal 25 Mei 2021. Atas pelaksanaan hibah tersebut, direkomendasikan BPK RI untuk mengembalikan atas kelebihan pembayaran Rp 40,9 miliar (40.919.350.000).
KOP INSPEKTORAT JATIM: Surat kesanggupan yang ditekan HA dan Jonathan. | Foto: Barometerjatim.com/RQ
HA dan Jonathan, kemudian menyanggupi masing-masing mengembalikan Rp 10 miliar terhitung mulai 1 Oktober 2021 sampai 10 September 2022. Sesuai kesepakatan bersama secara diangsur minimal Rp 500 juta per bulan.
Karena itu, lanjut Fadel, hingga Jonathan divonis 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 30 miliar subsider 4 tahun penjara, tetap bersikeras kalau pelaku utama dari perkara korupsi hibah bantuan lampu PJU adalah HA.
“Sesuai keterangan dari klien kami memang seperti itu. HA itu berperan aktif terhadap pengalokasian, pencairan, 'pengondisian' sesuatu, sehingga hibah itu dapat cair, terlaksana. Bahkan penetapan harga lampu PJU itu juga dipengaruhi HA,” jelasnya.
Soal harga lampu, dari surat kronologi yang disampaikan ke Kejati, disepakati Rp 19 juta untuk Savvy 40 watt dengan garansi 5 tahun, termasuk jasa survei dan seting pasang lampu untuk satu set.
Di luar harga Rp 19 juta ada biaya Rp 2 juta untuk yang mengerjakan, karena PT SETI tidak mengerjakan fondasi. Belakangan akhirnya bermasalah, karena Pokmas harus membayar lampu Savvy 40 watt dengan harga 40 juta/set yang sudah diatur HA.
PT SETI kemudian diinstruksikan D (orangnya HA) untuk membuatkan invoice dan kuitansi. Jika Pokmas membeli 5 set maka invoice dibuat harga Rp 200 juta dan untuk 10 set maka dibuat invoice Rp 400 juta.
Dalam korupsi hibah PJU Lamongan, empat orang divonis bersalah pada persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, 20 Juli 2023. Direktur PT SETI, Jonatan Dunan divonis 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 30 miliar subsider 4 tahun penjara.
Sedangkan tiga terdakwa lainnya dari kelompok masyarakat (Pokmas) yakni Supartin, David Rosyidi, dan Fitri Yadi masing-masing divonis 5,5 tahun penjara.{*}
| Baca berita Korupsi Hibah PJU. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur