Cegah ASN Korupsi, Inspektorat Jatim: Jangan Coba Suap Kami

CEGAH KORUPSI: Helmy Perdana Putera, fungsi Inspektorat Jatim bertambah terkait pencegahan korupsi. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS
SURABAYA, Barometerjatim.com Fungsi Inspektorat Jatim bertambah. Sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim Nomor 7 Tahun 2021, yakni melakukan kegiatan terkait pencegahan korupsi. Penambahan fungsi diikuti pula dengan penambahan Inspektur Pembantu Bidang (Irban) Khusus.
"Nantinya, Irban terdiri dari Irban I, Irban II, Irban III, Irban IV, dan Irban Khusus atau Irbansus," kata Kepala Inspektorat Jatim, Helmy Perdana Putra di Surabaya, Selasa (13/4/2021).
Sebelumnya, berdasarkan Pergub No 11 Tahun 2016, Inspektorat hanya memiliki empat Irban. Yakni Irban Bidang Pemerintahan, Irban Bidang Keuangan dan Pengelolaan Aset, Irban Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Irban Kesejahteraan Rakyat (Kesra).
Dengan penambahan fungsi terkait pencegahan korupsi, Helmy juga menantang ASN di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkungan Pemprov Jatim untuk menjadi whistleblower atau pelapor pelanggaran.
"Untuk whistleblower sudah ada Pergubnya, Nomor 65 tahun 2017 tentang Whistleblowing System. Siapa ASN dari OPD Pemprov Jatim yang bisa melaporkan praktik korupsi di lingkungannya akan dikasih reward," kata Helmy."Tapi harus benar laporannya, bukan fitnah. Kalau tidak benar, malah bisa kena sendiri karena pemberian keterangan palsu. Kami juga tegaskan agar tidak coba-coba menyuap auditor kami saat melakukan pemeriksaan," tandasnya.
Inspektur Pembantu Bidang Pemerintahan Inspektorat Provinsi Jatim, Syamsul Huda menambahkan, hingga saat ini belum ada ASN di OPD yang memberikan laporan soal penyelewengan keuangan.
Selain itu, dalam bekerja di lapangan, para auditor dipastikan bertindak profesional dan memiliki integritas yang kuat.
"Saat auditor memeriksa di sebuah kantor OPD dan selesai pelaksanaan pemeriksaan, kami diam-diam memberikan kuisioner atau melakukan survei," katanya.Survei itu dibagikan kepada entitas pengawasan dengan permintaan keterangan terkait, kemampuan personel saat bertugas, kecakapan dalam bertugas, penguasaan materi, ketepatan solusi dan potensi gratifikasi atau suap oleh tim pemeriksa.
Bagaimana jika ada OPD yang memaksa memberikan sejumlah barang atau uang gratifikasi? "Kalau bisa gratifikasi itu ditolak langsung di tempat. Kalau mereka tetap memaksa, kasihkan ke panti asuhan," kata Syamsul.
"Nanti barang atau uang gratifikasi yang sudah diserahkan ke panti asuhan, dilaporkan ke UPG atau Unit Pengendalian Gratifikasi milik Inspektorat Jatim," tandasnya.
Idealnya 150 Auditor
Helmy menambahkan, Inspektorat Jatim sejak tahun 2019 telah mendapatkan ISO 37001-2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan, di mana seluruh pegawai Inspektorat dilarang keras menerima suap.
"Kami saat melakukan pemeriksaan di OPD, auditor hanya pinjam tempat pemeriksaan. Bahkan, untuk makan dan minum, auditor bawa sendiri. Tidak ada auditor yang dibelikan makan minum oleh OPD atau entitas pengawasan," kata Helmy.
"Kami persis seperti petugas KPK saat bekerja di lapangan. Kalau KPK saat memeriksa, beli makanan dari luar, kalau kami bawa sendiri alias mbontot," tambahnya.
Ke depan, lanjut Helmy, auditor tidak perlu datang lagi ke OPD saat melakukan pemeriksaan, melainkan melalui aplikasi atau sistem. Jadi, tidak akan bertemu secara tatap muka lagi antara auditor dan entitas pengawasan. Hal ini untuk menghindari terjadinya tindakan gratifikasi atau suap."Idealnya, kami harus memiliki sebanyak 150 orang auditor, tapi faktanya kami hanya memiliki 40 auditor. Anggaran kami juga terbatas. Ada 500 obyek atau entitas pengawasan yang harus diperiksa Inspektorat. Perbandingannya 1:7, akhirnya kami kejar tayang," katanya.
Meski kondisi keterbatasan SDM dan anggaran, Helmy menjamin kualitas pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Jatim tetap terjaga.
» Baca Berita Terkait Korupsi