PDIP Tuding Balik SBY: Di Pemilu 2009 Justru Ada Skandal DPT dan TPS Fiktif

Reporter : barometerjatim.com -
PDIP Tuding Balik SBY: Di Pemilu 2009 Justru Ada Skandal DPT dan TPS Fiktif

BEBER KECURANGAN: Eko Suwanto, beber kecurangan Pemilu 2009 yang terjadi di era Presiden SBY. | Foto: IST

SURABAYA, Barometerjatim.com Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto merespons keras pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil.

Menurut Hasto, puncak kecurangan Pemilu justru terjadi pada 2009 ketika SBY maju periode kedua berpasangan dengan Boediono. Hasto menuding SBY adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kecurangan yang terjadi saat itu.

Mohon maaf Pak SBY tidak bijak. Dalam catatan kualitas Pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab," kata Hasto dalam konferensi pers secara daring, Minggu (18/9/2022).

Pernyataan Hasto dibenarkan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Yogyakarta yang juga saksi dugaan kecurangan di Pemilu 2009, Eko Suwanto yang hadir dalam konferensi pers Hasto.

Benar bahwa terjadi skandal DPT fiktif. Bahkan di Ponorogo selain DPT fiktif itu, mereka yang meninggal kemudian masuk ke dalam daftar pemilih, katanya.

Selain itu, lanjut Eko, sesuai Undang-Undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, pengurus ranting seharusnya berhak mendapatkan DPS perbaikan tapi faktanya KPU tidak memberikan daftar pemilih.

Anak-anak di bawah umur juga masuk dalam daftar pemilih. Kemudian orang meninggal ada (data) ganda yang identik, beber Eko.

Karena itu, dia menegaskan, DPT Pemilu 2009 tidak akurat dan benar sebagaimana adanya, bahkan manipulatif.

Ini bisa kami buktikan. Bahwa laporan-laporan kami ke Panwaslu maupun ke Bawaslu pada masa itu juga banyak, dan pada akhirnya di sidang Mahkamah Konstitusi pun saya juga diberi tugas menjadi saksi salah satunya tentang daftar pemilu yang bermasalah ini, papar Eko.

Tak hanya itu, DPR juga telah membentuk Pansus saat itu. Dan kesimpulannya benar, DPT-nya bermasalah, kata Eko. Bukan hanya DPT, di Ponorogo juga ditemukan TPS fiktif.

Di Desa Tonatan di Kecamatan Ponorogo itu seharusnya ada 11 TPS, tapi kemudian ada TPS ke-12 dengan jumlah pemilih 544 orang yang tercantum di dalamnya, jelas Eko.

Dan kemudian diakui oleh KPU bahwa TPS itu tidak ada. Dan berdasarkan kesepakatan itu, TPS-nya dicoret, sambungnya.

Bahkan, menurut Eko, ini terjadi juga di Yogyakarta. Solo juga kurang lebih sama, pungkasnya.

» Baca berita terkait Pemilu 2024. Baca juga tulisan terukur lainnya Roy Hasibuan.

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.