Desakan Regenerasi di PBNU Menguat, Kapan Muslimat NU?
SURABAYA, Barometer Jatim - Jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung, 23-25 Desember 2021, desakan agar ada regenerasi di PBNU menguat. Bahkan Ketua Ikatan Gus Gus Indonesia (IGGI), Dr KH Ahmad Fahrur Rozi blak-blakan menyebut KH Said Aqil Siroj cukup dua periode (10 tahun) 'menakhodai' PBNU.
"Menurut saya, dua periode itu sudah cukup! kata kiai muda yang akrab disapa Gus Fahrur tersebut kepada Barometerjatim.com, Minggu (26/9/2021).
Salah satu dasar Gus Fahrur, yakni teori Guru Besar di NU, Prof Dr KH Tolchah Hasan yang juga gurunya di bidang organisasi, menjelaskan bahwa waktu dua periode cukup bagi pemimpin untuk melahirkan kader baru.
"Apabila sudah dua periode tidak lahir kader baru, berarti dia telah gagal melakukan kaderisasi. Jadi enggak boleh dipilih lagi, karena pemimpin ini harus menciptakan kader, bukan pengikut. Pemimpin itu melahirkan pemimpin," urainya.
Apakah regenerasi ketua umum tersebut hanya berlaku di PBNU atau seharusnya juga di seluruh Badan Otonom (Banom) NU seperti GP Ansor, Muslimat NU, maupun Fatayat NU?
"Lha itu masing-masing. Kayak Ansor itu kan cuma satu periode. Ansor satu periode," terang kiai yang juga pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) An Nur Bululawang, Kabupaten Malang tersebut.
Bagaimana dengan Muslimat NU, bukankah Khofifah Indar Parwansa yang juga gubernur Jawa Timur sudah empat periode berjalan menjadi ketua umum, bahkan berpeluang lima periode?
"Itu kan diamandemen AD/ART-nya di Muslimat itu," kata Gus Fahrur sambil tersenyum. "Diamandemen, sudah empat periode," tegas wakil ketua PWNU Jatim itu, lagi-lagi dengan senyum. Lanjut Gus Fahrur, "Harusnya Muslimat, kenapa Muslimat itu enggak tumbuh gitu lho. Muslimat sendiri yang enggak tumbuh, enggak tahu apa masalahnya."
PBNU tidak bisa mengintervensi Banomnya? "Saya tidak tahu persis, masing-masing Banom kan punya PRT (Peraturan Rumah Tangga). Lha Muslimat itu kayaknya sudah melakukan amandemen. Sama dengan Fatayat, usianya (anggota) kan seharusnya di bawah Muslimat," ucapnya.
Ya, dari deretan ketua umum Banom NU, Khofifah memang paling lama menjadi ketua umum Muslimat NU, sampai empat periode. Khofifah -- saat itu masih menjabat Mensos -- terpilih secara aklamasi untuk periode keempat lewat Kongres XVII di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, November 2016.
Setelah kini menjadi gubernur Jawa Timur, naga-naganya perempuan yang juga ketua umum Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu akan kembali menjadi ketua umum Muslimat NU unruk lima periode alias 25 tahun.
Indikator Organisasi Sehat
Sebelumnya, Gus Fahrur menuturkan, waktu dua periode bagi pemimpin untuk melahirkan pemimpin penerusnya sebenarnya cukup, bahkan sudah dicontohkan para ketua umum PBNU sebelumnya. KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) misalnya, melahirkan KH Hasyim Muzadi, dan Kiai Hasyim melahirkan Kiai Said.
"Itu lho harus terus. Jangan terus sendiri," harus ada regenerasi, katanya. Saat Muktamar ke-32 NU di Asrama Haji Sudiang, Makassar, sebenarnya banyak dorongan agar Kiai Hasyim maju untuk periode ketiga.
Namun dorongan maju tersebut ditolak, karena dua periode memimpin jajaran tanfiziyah dirasa sudah cukup. Kiai Hasyim kemudian maju rais aam meski akhirnya kalah dengan KH Sahal Mahfudh.
"Seharusnya Kiai Said itu sekarang maju rais aam. Jangan di tanfiziyah terus kan sudah sepuh, beliau seharusnya naik ke rais aam. Kiai Said itu tingkatnya sudah rais aam atau wakil rais aam. Tapi kalau beliau masih berkenan ya silakan saja," katanya.
Pentingnya regenerasi di NU dan Banomnya juga disuarakan Tokoh Muda NU yang juga pengasuh Ponpes Queen Al Azhar Jombang, Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans.
Menurutnya, salah satu indikator sehatnya suatu organisasi yakni ketika terjadi peralihan generasi atau regenerasi. Dengan demikian, organisasi dapat berjalan seperti kondisi sebelumnya, bahkan lebih.
"Regenerasi dapat didefinisikan sebagai suatu perpindahan tongkat estafet dalam berorganisasi, dari generasi yang lebih senior ke generasi yang lebih junior," katanya.
"NU itu gudangnya orang pintar dan tawadhu. Mereka tidak akan menampakkan diri kalau tidak diberikan kesempatan, maka saya yakin banyak sekali tokoh yang berkualitas jika diberi kesempatan," tandasnya.{*}
» Baca Berita Terkait Muktamar NU