Prof Masud: Pesantren Harus Jadi Pemain Halal Culture

Reporter : barometerjatim.com -
Prof Masud: Pesantren Harus Jadi Pemain Halal Culture

MENUJU HALAL CULTURE: Prof Masud Said (kanan), dorong pesantren jadi pemain halal culture dan halal industry. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS

SURABAYA, Barometerjatim.com Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Malang (Unisma), Prof Dr Masud Said PhD mendorong pesantren agar menjadi pemain produk halal dunia atau yang sekarang populer dengan istilah halal culture.

"Karena menurut penelitian, Jepang, Brazil, Korea itu lebih suka dengan industri makanan halal mengingat lebih bersih, lebih sehat. Dan biidznillah (atas izin Allah) produk-produk halal itu sekarang menjadi tren dunia, halal culture namanya," katanya.

Hal itu dipaparkan Prof Mas'ud saat menjadi narasumber dalam Silaturahim dan Sarasehan Kemandirian Pesantren dan Penguatan Ekonomi Barisan Gus dan Santri (Baguss) di Hotel Pesonna, Surabaya, Sabtu (10/4/2021).

"Jadi kita menuju ke halal culture. Pesantren melalui Baguss itu dikuatkan untuk mendukung, memproduksi, dan menjadi pemain di dalam halal culture dan halal industry," tandasnya.

Apalagi, lanjut Prof Mas'ud yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Mensos bidang Program Kerja dan SDM pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, bicara halal ya pesantren mengingat fiqih muatannya soal halal dan haram. Begitu pula bicara khoir, mubah, makruh, ya pesantren.

"Jadi industri halal harus dimulai dari hidup halal, rezeki halal, kemudian bekerja halal, bersosialisasi harus halal semua. Di situlah nanti Indonesia menjadi baldatun thoyibatun warobbun ghofur," ucapnya.

Lagi pula, pesantren punya sejarah panjang. Baik sejarah keilmuan, kebudayaan maupun networking. Di sisi lain, saat ini, produk-produk pesantren juga sangat banyak dan nyambung dengan kebijakan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa yakni One Pesantren One Product (OPOP).

Karena itu, menurut Prof Mas'ud yang juga ketua Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim, anak-anak muda pesantren yang generasi keempat harus dibekali tak hanya produksi, tapi juga packaging, pemasaran, serta branding.

"Tahap pertama memenuhi kebutuhan-kebutuhan pesantren sendiri dan lingkungannya yang jumlahnya 23 ribu, selain itu juga dijual ke masyarakat di luar pesantren untuk menuju halal culture dan halal industry. Peluangnya Indonesia sangat besar sebagai komunitas muslim terbesar di dunia," katanya.

Packaging dan Branding

SARESEHAN BAGUSS: Silaturahim dan Sarasehan Kemandirian Pesantren dan Penguatan Ekonomi Baguss. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HSSARESEHAN BAGUSS: Silaturahim dan Sarasehan Kemandirian Pesantren dan Penguatan Ekonomi Baguss. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS SARESEHAN BAGUSS: Silaturahim dan Sarasehan Kemandirian Pesantren dan Penguatan Ekonomi Baguss. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS

Di OPOP sendiri, papar Prof Mas'ud, dari yang dikumpulkan Gubernur Khofifah, saat ini ada lebih dari 100 produk pesantren. Bahkan ada 20-an pesantren yang memiliki aset 1-2 triliun rupiah.

"Lah ini sudah pasti ekonomi kalau sudah di atas itu. Wong ada aset Rp 50 miliar saja ekonomi, apalagi aset yang Rp 1 triliun. Kalau di perbankan Rp 1 triliun itu bisa utang Rp 2 triliun," ujarnya. Hanya saja, selama ini orang Indonesia, termasuk kalangan, pesantren belum 'mempekerjakan' asetnya.

"Kata Sri Mulyani (Menteri Keuangan), apa bedanya orang Amerika dengan Indonesia? Orang Indonesia itu kerja keras asetnya enggak kerja. Amerika orangnya enggak kerja tapi asetnya kerja," ucapnya.

Nah, Baguss, tandas Praf Mas'ud, menginisiasi ke sana. "Alumni, wali antri, santri itu sendiri, itu nanti didorong untuk bisa lebih mandiri, produktif, dan bisa mensuplai kebutuhan umat di luar pesantren."

Jadi ada total ada berapa pesantren yang sudah bisa membuat produk sediri? Menurut data statistik, dari 2.300 pesantren, 500 sampai 700 di antaranya sudah memiliki produk sendiri.

"Cuma mereka tidak di-branding. Jadi seperti ini," kata Prof Mas'ud sambil menunjukkan produk kopi dari salah satu pesantren di Kabupaten Bondowoso.

Sehingga kekurangan produk pesantren saat ini lebih pada packaging dan branding. "Kalau tahap berikutnya butuh, kita ada Bank Jatim Syariah, Bank Mandiri Syariah, sudah ada semua, tinggal penguatannya," tuntas Prof Mas'ud.

» Baca Berita Terkait Prof Mas'ud Said

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.