Cegah Patgulipat, Pemprov Jatim Diminta Buka Data Seluruh Penerima Dana Hibah!
Menyusul OTT Sahat Tua Simanjuntak, dana hibah Pemprov Jatim jadi sorotan tajam. Terlebih penyalurannya terkesan sembunyi-sembunyi.
PASCA Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak dan penggeledahan di kantor Gubernur Jatim, gaung kasus dugaan penyelewengan dana hibah berubah sunyi.
Namun di tengah kesunyian tersebut, KPK terus melakukan pengembangan, termasuk kemungkinan memanggil Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak untuk dimintai keterangan.
Terlebih PPK juga tak menepis, kalau kasus ini berkaitan dengan Pemprov Jatim. “Tentunya ada kaitannya dengan eksekutif," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur dalam keterangannya pada wartawan, Jumat (6/1/2023).
Di sisi lain, anggota DPR RI, Ridwan Hisjam menyebut, tanggung jawab besar terkait bocornya dana hibah Rp 7,8 triliun sejak tahun anggaran 2020 ada di pundak Pemprov lantaran tidak melakukan sosialisasi secara menyeluruh, termasuk mengumumkan siapa saja yang menerima agar bisa diawasi bersama-sama.
“Harusnya diumumkan di kantor desa, di kecamatan, bahwa lembaga ini atau pondok ini, masjid ini, Ormas ini atau apalah namanya diumumkan (sebagai penerima hibah). Bisa di kantor desa, di kantor kecamatan, dan media harus memberitakan,” katanya di Surabaya.
- Baca juga:
Dana Hibah Rp 7,8 T Bocor, Ridwan Hisjam: Tanggung Jawab Besar Ada di Pemprov, Bukan DPRD Jatim!
Mengapa tanggung jawab tidak di DPRD Jatim? Menurut Ridwan, begitu sudah diputuskan, didok, legislatif hanya jadi fungsi yang ketiga, yakni pengawasan terhadap apa yang sudah diputuskan.
“Tanggung jawab besar itu ada di eksekutif. Kalau terjadi sesuatu ya eksekutif, bukan DPRD, karena itu tanggung jawabnya pelaksana keuangan,” tegas Ridwan.
“Jadi kejadian ini memang eksekutif yang saya kritik. Kenapa? Karena dia tidak melakukan yang namanya sosialisasi terhadap Jasmas (hibah) tadi. Ada 10 ribu ya 10 ribu disosialisasikan di setiap kabupaten/kota, ada 38 kan kita. Ya itu harus diumumkan semuanya. Jadi tidak ada anggaran yag disembunyikan,” jelasnya.
Lantaran tidak melakukan sosialisasi secara menyeluruh atau ada yang disembunyikan, maka membuka peluang pihak ketiga untuk masuk sebagai makcomblang dan akhirnya terjadi patgulipat.
“Pihak ketiga itu bisa juga diciptakan anggota dewan. Jadi jangan dianggap pihak ketiga tiba-tiba orang datang main gitu, ndak bisa. Tapi kalau umpama sudah terbuka, mau diciptakan juga yang mau ngasih kan enggak mau dia,” katanya.
Jadi OTT KPK terhadap Sahat itu imbas dari fungsi tranparansi dan sosialisasi yang tidak dijalankan Pemprov Jatim?
“Ya, kalau itu jalan, maka yang namanya lembaga ya tahu oh ini memang hak saya, bukan perannya makcomblang tadi. Oh yang merekomendasi si A (anggota DPRD Jatim), ya memang karena dia Dapil di situ. Kalau dia pimpinan bisa seluruh Jatim. Tapi kalau kita bicara ya memang tugasnya.
Tanggung jawab eksekutif, tandas Ridwan, soal transparansi dan sosialisasi program, bukan bertanggung jawab kejadiannya. “Bahwa proses ini seharusnya tidak boleh terjadi di DPRD Jatim yang pernah mengalami huru-hara P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat),” katanya.
Eksekutif dalam hal ini maksudnya gubernur? “Otomatis,” tegas legislator Partai Golkar yang berangkat dari Dapil Jatim V (Malang Raya) itu.
Dokumen Hibah Beredar
Dari dokumen yang beredar, dana hibah Pemprov Jatim, di antaranya dikucurkan untuk sejumlah lembaga dan kelompok masyarakat yang peruntukkannya untuk kegiatan mulai program kerja hingga pembangunan fisik bangunan.
Lembaga Masjid Al Akbar Surabaya misalnya, selama tiga tahun berturut-turut menerima total dana hibah Rp 46,7 miliar. Rinciannya, pada 2022 lembaga yang dipimpin Sudjak itu dikucuri Rp 13 miliar untuk pelaksanaan program kerja 2022.
Sebelumnya, 2021, menerima Rp 20,2 miliar untuk pelaksanaan program kerja 2021. Sebelumnya lagi, 2020, menerima Rp 13,5 miliar untuk rehabilitasi fisik masjid.
Selain Al Akbar, ada pula lembaga pendidikan SD Khadijah Wonorejo pimpinan Muhammad Iqbal yang pada 2022 ini mendapat aliran Rp 4 miliar untuk pembangunan ruang kelas baru tiga lantai. Lalu SD Khadijah Wonokromo pimpinan Hadi Purnomo menerima Rp 5 miliar untuk pembangunan aula SD Khadijah.
- Baca juga:
Hibah Rp 46,7 M dari Pemprov Jatim Dituding Miring, Pengelola Masjid Al Akbar: Buka-bukaan? Oke!
Kemudian IKA Unair, Kampus C Universitas Airlangga pimpinan Prof Bambang Sektiari Lukiswanto menerima Rp 500 juta untuk peringatan HUT Emas IKA unair. Ada pula Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur'an (LPTQ) Jatim pimpinan Abdul Hamid, menerima kucuran Rp 35 miliar untuk pelaksanaan program kerja 2022.
Berikutnya Yayasan Damasindo Jatim pimpinan HM Roziqi, menerima Rp 33,7 miliar untuk pelaksanaan program kerja 2022, serta Yayasan Himpunan Da’iyah dan Majelis Taklim (Hidmat) Muslimat NU Jatim pimpinan Udji Aisyiyah menerima Rp 4 miliar untuk renovasi gedung dan pengadaan sarana prasarana kantor serta kendaraan operasional.
Terkait dokumen yang beredar tersebut, salah seorang pimpinan lembaga penerima dana hibah saat dikonfirmasi Barometer Jatim tak membantah, termasuk besaran nominalnya. Namun dia menegaskan sama sekali tidak ada penyalahgunaan dana hibah yang diterima lembaganya.
Bupati Sumenep 'Teriak'
Soal penerima dan penyaluran dana hibah yang terkesan sembunyi-sembunyi dirasakan Bupati Sumenep, Achmad Fauzi. Akibatnya, hibah tak hanya berpotensi jadi bancakan, namun tidak adanya komunikasi dengan Pemkab/Pemkot dalam penyalurannya ke kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Jatim juga menyebabkan program ganda dan pemborosan anggaran.
Sebab, kata Fauzi, Pemkab/Pemkot juga memiliki program yang dikucurkan melalui APBD kabupaten/kota.
"Dikhawatirkan lokasi sama antara lokasi Pokmas provinsi yang punya DPRD dengan program APBD (kabupaten/kota). Itu yang kita khawatirkan," ujarnya saat ditanya terkait pengelolaan dana hibah, Jumat (23/12/2022).
- Baca juga:
MAKI Tunggu Hasil Penggeledahan KPK di Ruang Kerja Khofifah: Ini soal Kehormatan Masyarakat Jatim!
Kekhawatiran lain, penyaluran hibah Pokmas tersebut tidak tepat sasaran. Sebab, Pemkab/Pemkot lebih mengetahui apa saja masalah yang ada di daerahnya sehingga memiliki skala prioritas penanganan yang harus didahulukan.
Fauzi bahkan mengaku, sudah sejak lama dirinya menyuarakan setidaknya ada pemberintahuan ke Pemkab/Pemkot terkait lokasi dan program Pokmas dari APBD Jatim. Salah satu tujuannya, meminimalisasi pemborosan anggaran karena terjadi penumpukan program pada suatu titik.{*}
» Baca berita terkait Suap Hibah DPRD Jatim