Merujuk People Power Sandiaga Ingatkan Siklus 20 Tahunan


SURABAYA, Barometerjatim.com Cawapres 02, Sandiaga Uno mengingatkan ada siklus 20 tahunan yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Hal itu seolah merujuk semangat people power yang tengah dikobarkan kubunya, menyikapi hasil sementara Pilpres 2019 yang diklaimnya curang!
"Sejak masa perjuangan kemerdekaan, kita mengalami siklus sejarah tiap 20 tahun. Setiap hampir 20 tahun, ada perubahan besar dalam perjalanan sejarah kita," kata Sandiaga saat menghadiri buka puasa bersama di kantor Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Jatim, Surabaya, Rabu (15/5/2019).
Dimulai pada 1908, anak-anak muda terdidik Bumiputera mengumandangkan gerakan Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1908. 20 tahun kemudian, 28 Oktober 1928, pemuda-pemudi pejuang kita mendeklarasikan tekad bersatu lewat Sumpah Pemuda.
"Hampir 20 tahun berikutnya, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. 20 tahun kemudian, 1965, terjadi revolusi pergantian kepemimpinan nasional dari Bung Karno kepada Pak Harto," katanya.
Suatu revolusi yang tak hanya memakan korban rakyat kebanyakan, tapi juga sejumlah jenderal TNI, para pemimpin tentara yang menjadi korban kekejaman Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI).
20 tahun berikutnya, Mei 1998, menjadi hari penting dalam perjalanan Indonesia. 14 sampai 1 Mei, terjadi perubahan politik kenegaraan yang sangat cepat. "Sejumlah korban jatuh, beberapa di antaranya mahasiswa, adik-adik generasi muda harapan kita," katanya.
Tekanan masa dan kekuatan mahasiswa ketika itu, lanjut Sandiaga, membawa bangsa kita pada suatu tatanan baru yang dikenal sebagai Era Reformasi. "Dengan era itulah kita mamasuki demokrasi," katanya.
Lewat reformasi 1998, kita memperoleh kebebasan berekspresi dan berserikat. Ada harapan besar ketika itu, bahwa jalan demokrasi yang dipilih akan membawa bangsa ini pada kemajuan, kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan.
Mei 1998, menurut Sandiaga, juga merupakan titik sangat penting, milestone, batu pijakan penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
"Kini, 20 tahun setelah Orde Reformasi, saya mau tanya, bagaimana keadaan demokrasi kita? Melihat Pemilu 2019 bagaimana keadaan demokrasi?" tanya Sandiaga yang disambut koor pendukungnya: Lawan!
Menurut Sandiaga, bangsa ini baru saja melewati proses berdemokrasi lewat penyelenggaraan Pemilu pada 17 April 2019. "Semakin nyata kiranya, Pemilu 2919 yang sedang kita jalani ini menorehkan sejumlah catatan yang memprihatinkan," katanya.
Praktik Politik Kotor
Menurut Sandiaga, sejarah akan mencatat: Inilah Pemilu paling memilukan dan paling memakan korban. Lebih dari 600 petugas penyelenggara Pemilu meninggal. Lebih dari 3.000 orang lainnya di rawat di RS.
"Semoga yang wafat memperoelah status mati syahid, karena gugur saat menjalankan tugas kenegaraan," tandas mantan Wagub DKI Jakarta tersebut.
Pemilu 2019, lanjut Sandiaga, juga menjadi Pemilu dengan aroma politik uang yang sangat tajam. "Salah satu orang penting tim kampanye nasional TKN pasangan calon 01 tertangkap oleh KPK dengan barang bukti ratusan ribu amplop berisi uang," ucapnya.
Dari Jateng dan Jatim, Sandiaga juga mengaku mendengar banyak cerita terkait gelombang tsunami amplop politik uang. Para pelaku politik uang disebutnya memasuki rumah-rumah warga dengan kawalan aparat pemerintah, bahkan aparat keamanan.
Memang, kata Sandi, mencari bukti atas praktik politik uang bukanlah hal yang mudah, tetapi dia mengajak untuk jujur mengakui bahwa praktik tersebut terjadi di banyak tempat.
"Dan jelas, praktik kotor ini ini telah menghancurkan sendi-sendi demokrasi yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan reformasi," tegasnya.
» Baca Berita Terkait Pilpres 2019