Refleksi Tajam Ketua Ansor Jatim: Pemuda Harus Berani Tabrak Tembok Kekuasaan!
SURABAYA | Barometer Jatim – Ketua PW GP Ansor Jatim, Musaffa Safril menegaskan Sumpah Pemuda bukan sekadar dokumen sejarah yang dibacakan pada 28 Oktober 1928.
Ia adalah gema keberanian yang tak lekang oleh waktu, suara lantang anak muda yang menolak tunduk pada ketakutan, sekaligus penanda lahirnya kesadaran kolektif tentang Indonesia yang satu.
“Di tengah derasnya arus globalisasi dan informasi hari ini, semangat itu menuntut bentuk baru: Keberanian berpikir dan bersikap merdeka,” katanya, Selasa (28/10/2025).
Karena itu, momen peringatan ke-97 Hari Sumpah Pemuda, tandasnya, memberi ruang untuk refleksi. Apakah semangat kepemudaan kini masih menyala seperti dulu? Ataukah telah padam di bawah gemerlap kenyamanan dan hiruk-pikuk popularitas digital?
“Sumpah Pemuda dahulu lahir dari kegelisahan, bukan dari ruang ber-AC dan kamera yang merekam citra, melainkan dari keyakinan bahwa bangsa besar hanya lahir dari generasi yang berani menanggung risiko,” ucapnya.
Batu Ujian Nurani
Nilai seorang aktivis pemuda, terangnya, dilihat dari sejauh mana dia memiliki keberanian menyuarakan kebenaran, termasuk ketika harus melawan arus besar sekalipun. Bahkan ketika harus menabrak tembok kekuasaan sekalipun.
“Kalimat ini batu ujian bagi nurani. Sebab di zaman ketika kebenaran sering dibungkus narasi kekuasaan dan opini publik mudah digiring oleh algoritma, keberanian justru menjadi kemewahan terakhir seorang pemuda,” ujar Safril.
“Pemuda sejati tidak menunggu arah angin popularitas, tidak menjilat demi posisi, dan tidak menyembunyikan idealismenya di bawah ketiak kekuasaan. Dia memilih berdiri di atas kaki sendiri meski rapuh, meski sendirian karena di sanalah letak kehormatan seorang pejuang,” sambungnya.
Bagi Safril, refleksi Sumpah Pemuda hari ini bukan hanya nostalgia sejarah, tetapi panggilan moral untuk generasi muda agar tidak kehilangan keaslian dirinya.
“Di tengah derasnya kompromi, masihkah kita punya keberanian untuk berkata “tidak” pada ketidakadilan? Masihkah kita punya keyakinan bahwa perubahan tidak akan lahir dari kepatuhan semu, melainkan dari keberanian menentang arus kebohongan?” ujarnya.
Menjaga Indonesia, katanya, berarti menjaga keberanian. Sebab tanpa keberanian, semua cita-cita hanya tinggal wacana. Dan tanpa kejujuran, segala perjuangan kehilangan makna.
Maka, ketika dunia terus berubah, jadilah pemuda yang tidak sekadar mengikuti zaman, tetapi yang menuntun arah zaman. Karena kemewahan terakhir seorang pemuda bukanlah kekuasaan, bukan pula popularitas, melainkan keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri di tengah tekanan yang ingin membuatnya menyerah.
“Itulah makna sejati dari Sumpah Pemuda hari ini: Bersatu dalam keberanian, merdeka dalam pikiran, dan teguh dalam kejujuran,” pungkasnya.{*}
| Baca berita Ansor Jatim. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur