Skandal Suap Setoran Triwulan DPRD Jatim Seret 4 Eks Kepala Dinas ke Penjara, Berikutnya Siapa Lagi?

Empat mantan kepala dinas dan dua mantan anggota dewan dibui dalam perkara suap Komisi B DPRD Jatim. Berikutnya siapa lagi?
SETAHUN lebih! Sejak kali pertama sidang digelar pada 28 Agustus 2017, perkara suap triwulan Komisi B DPRD Jatim dan revisi Perda No 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif, diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo.
Satu persatu terdakwa, terdiri dari sejumlah mantan kepala dinas (Kadis) di Pemprov dan mantan anggota dan staf Komisi B DPRD Jatim, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara serta denda oleh majelis hakim.
Terbaru, mantan Kepala Dinas (Kadis) Perkebunan Jatim, Syamsul Arifien dan mantan Kadis Industri dan Perdagangan (Disperindag) Jatim, Ardi Prasetyawan masing-masing divonis pidana penjara 1 tahun 3 bulan, serta pidana denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan, Senin (26/11/2018).
Keduanya, dinyatakan hakim terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Vonis keduanya ini tiga bulan lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), yakni 1 tahun 6 bulan serta denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dengan demikian, sudah empat kepala dinas yang dipenjara dalam skandal suap Komisi DPRD Jatim. Dua kepala dinas lain yang lebih dulu dibui yakni mantan Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Jatim, Bambang Heryanto dan mantan Kepala Dinas Peternakan (Kadisnak) Jatim, Rohayati.
27 Oktober 2017, Bambang divonis 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan dari tuntutan 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan.
Di hari yang sama, Rohayati divonis 1 tahun dan denda Rp 50 juta. Vonis ini lebih rendah dari tututan JPU, yakni 1 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 50 juta subsider 3 bulan.
Jika dari jajaran eksekutif ada empat kepala dinas yang dibui, sebaliknya di jajaran legislatif (Komisi B) baru Mochammad Basuki dan Kabil Mubarok yang dijebloskan ke penjara.
Kabil divonis 6 tahun 6 bulan penjara. Politikus PKB itu juga diwajibkan membayar denda Rp 350 juta subsider tiga bulan, serta hak politiknya dicabut selama lima tahun dalam sidang putusan yang digelar 29 Januari 2018.
Vonis majelis hakim ini lebih ringan 2 tahun 6 bulan dari tuntutan JPU, yakni pidana penjara selama 9 tahun. Tidak hanya dituntut pidana, Kabil juga didenda Rp 650 juta subsider 6 bulan penjara. Selain itu, terdakwa juga dicabut hak politik selama 5 tahun.
Sedangkan Basuki divonis tujuh tahun penjara, atau enam bulan lebih lama dari vonis Kabil. Selain penjara selama tujuh tahun, Basuki dihukum membayar denda Rp 300 juta subsider lima bulan kurungan.
Tak berhenti di situ, Basuki diwajibkan membayar uang pengganti Rp 225 juta subsider kurungan selama satu tahun. Majelis hakim juga mencabut hak politik Basuki selama empat tahun.
Adili Semua yang Terlibat
CATATAN SETORAN: Inilah Catatan yang ditulis tangan Mochammad Basuki terkait setoran triwulan OPD mitra kerja Komisi B DPRD Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN
Inikah akhir 'drama' panjang persidangan perkara suap Komisi B DPRD Jatim di Pengadilan Tipikor? Menurut pemerhati anti korupsi, Muthowif seharusnya tidak! Terlebih fakta persidangan menunjukkan, seluruh dinas mitra Komisi B disebut Basuki terlibat.
"Saya yakin akan ada pengembangan dari fakta hukum di persidangan, karena saksi yang memberi keterangan di bawah sumpah," katanya saat dihubungi Barometerjatim.com, Kamis (29/11/2018).
Seharusnya, tambah Muthowif, aparat penegak hukum terus melakukan pengembangan terhadap fakta hukum yang ada. Dengan demikian, rasa keadilan dalam kasus tersebut benar-benar berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Kalau hanya sebagian orang atau orang-orang tertentu yang diproses dan lainnya tidak diproses, ada kesan aparat penegak hukum tebang pilih. Ini akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Jatim," paparnya.
Muthowif mencontohkan suap yang dilakukan kepala Disnak. Hal itu sangat merugikan masyarakat, khususnya peternak, pedagang maupun jagal sapi karena pengawasan Komisi B terkait program-program Disnak menjadi tak berfungsi.
"Dalam kasus dugaan korupsi bantuan atau program swasembada sapi, misalnya. Ini sangat merugikan. Termasuk pelaku jagal yang sangat dirugikan atas perilaku korupsi program sapi," tegas Muthowif yang juga ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jatim.
Dalam beberapa kali persidangan, baik sebagai terdakwa maupun saksi, Basuki memang blak-blakan menyebut kalau suap antara Komisi B dan seluruh dinas mitra kerjanya -- yang diistilahkan dengan setoran triwulan -- sudah menjadi tradisi bertahun-tahun.
Terungkap, dalam catatan tangan Basuki, target setoran dari Dinas Pertanian Rp 250 juta (baru setor Rp 80 juta), Dinas Peternakan Rp 300 juta (Rp 40 juta), Dinas Kehutanan Rp 270 (Rp 30 juta), Dinas Koperasi Rp 250 (Rp 50 juta).
Lalu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Rp 250 juta (Rp 20 juta), Biro Administrasi Perekonomian Rp 100 juta (Rp 25 juta), Badan Ketahanan Pangan Rp 350 juta (Rp 40 juta), Dinas Perikanan dan Kelautan tertulis Rp 1 miliar (Rp 150 juta), dan Dinas Perkebunan Rp 200 (Rp 50 juta).
Sebenarnya, mitra kerja Komisi B ada 10 dinas atau OPD (Organisasi Perangkat Daerah, dulu SKPD), namun khusus Biro Administrasi Sumber Daya Alam tidak dimintai setoran karena dinilai anggarannya kecil.
Basuki menjelaskan, secara keseluruhan target setoran yang diterima Komisi B DPRD Jatim dari kesembilan OPD yakni Rp 3,07 miliar per tahun.
Tak hanya kepala dinas, pun seluruh anggota Komisi B disebutnya terlibat, sebab teknis setoran lewat tim yang dikoordinatori Kabil atas kesepakatan seluruh anggota (19 orang) Komisi B.
Formula pembagiannya, tutur Basuki, dari setoran yang didapat dibagi 24. Kemudian 24 dikurangi 20. Dari 20 itu 19 untuk anggota komisi B dan 1 untuk 2 staf. Sisa 4, kemudian dikurangi 3 untuk 3 orang pimpinan Komisi B, sisanya untuk kas.
Usut Nama yang Disebut
JADI SAKSI: Sejumlah anggota DPRD Jatim menjadi saksi perkara suap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN
Terkait sembilan dinas yang tersangkut dan sangat terbuka disebut di persidangan, JPU KPK Wawan Yunarwanto menegaskan pengembangan kasus akan disesuaikan dengan apa yang diputuskan dalam persidangan.
"Apakah persidangan ini berdasarkan pertimbangan hakim, apakah muncul fakta baru yang menjadi mungkin untuk dikembangkan, maka bisa kami lakukan pengembangan," tegasnya.
Wawan menjelaskan, pengembangan sifatnya rahasia. Karena itu, pihaknya mengacu pada putusan hakim yang kemudian menjadi dasar untuk melakukan pengembangan.
"Seperti persidangan ini (Syamsul Arifien dan Ardi Prasetya), itu hasil dari pengembangan dari Basuki," jelasnya.
Sebelumnya, mantan penasihat hukum Bambang Heryanto, Suryono Pane juga berharap pengungkapan skandal suap ini tidak macet di Kabil dan Basuki. "Harusnya tidak, karena sebelum permintaan uang ada tim delegasi yang dibentuk Komisi B," katanya.
Dalam beberapa kali persidangan, kata Pane, selain Basuki dan Kabil, nama P juga sering disebut terdakwa maupun saksi. "Dia rajin menekan kepala dinas mitra kerja, agar melakukan setoran jika tidak akan dipersulitsaat hearing," ujarnya.
Dia mencontohkan soal pengajuan pembahasan revisi Perda Nomor 3 Tahun 2012. P ini, kata Pane, menekan Rohayati dengan kalimat bernada minta biaya pembahasan, "Mosok cuma bahas-bahas tok!" katanya menirukan Rohayati.
Begitu pula dengan sejumlah anggota Komisi B yang terlibat aktif membicarakan setoran triwulan di percakapan Grup WA. Mereka memakai istilah sarung untuk menyebut uang suap dan tipis-tipis untuk setoran yang berkurang.
Nama-nama yang disebut di persidangan, menurut Pane, juga belum diusut tuntas. Terutama yang masuk tim delegasi, yakni Pranaya Yudha Mahardika (Fraksi Golkar), Atika Banowati (Fraksi Golkar) dan Agus Maimun (Fraksi PAN). Nama lain yang disebut yakni Ninik Sulistyaningsih (Fraksi Demokrat).
Mereka ini, lanjut Pane, harus dikejar KPK untuk memenuhi unsur keadilan. Hal sama disampaikan mantan Penasihat Hukum, Rohayati, Ari Nizam. Menurutnya, ada rangkaian yang harus diungkapkan.
"Kan enggak mungkin satu orang, satu oknum. Ada banyak, dan permintaan itu bukan terdakwa yang ngasih. Tapi diminta (Komisi B) dan itu diakui Basuki," katanya.
Rohayati, lanjut Nizam, juga menuntut keadilan dalam perkara ini. "Artinya, siapapun yang ikut dalam rangkaian (dugaan suap), yang meminta dan seterusnya harus diusut tuntas," ucapnya.
Nama-nama yang disebut sebenarnya sudah dipanggil sebagai saksi di persidangan. Namun mereka ramai-ramai membantah, meski JPU telah menunjukkan sejumlah barang bukti, termasuk rekaman percakapan telepon, chatting di WA, maupun saat dikonfrontir dengan terdakwa.
Rohayati Bukan yang Pertama
Selain di level kepala dinas dan anggota komisi B, KPK juga diminta masuk ke internal dinas agar penuntasan bisa selesai secara menyeluruh dan memenuhi rasa keadilan.
Dalam kasus di Disnak, misalnya, Rohayati ikut menyebut setoran ke Komisi B sebagai tradisi, karena sudah terjadi saat dia menjabat kepala bidang (Kabid) mulai 1990 hingga 2016. Dalam kurun waktu itu,
Rohayati mengaku pernah dimintai setoran saat kepala Dinas Peternakan dijabat Maskur yang kini wakil ketua DPD Partai Demokrat Jatim.
Lantaran menjadi tradisi, Rohayati lantas memberlakukan hal serupa saat menjabat Kadis dengan meminta bawahannya melakukan setoran, termasuk Wemmi Niamawati yang kini menjabat Kadis Peternakan menggantikan Rohayati.
Kala menjabat Kabid Kesehatan Hewan, Wemmi ikut menyetor Rp 27,5 juta yang dikumpulkan dari dua orang bawahannya, Iswahyudi dan Kurniati Ruslina, masing-masing Rp 17 juta dan Rp 10 juta.
Uang tersebut lantas diserahkan Wemmi ke Royati untuk menggenapi jumlah setoran ke Komisi B. Pernah sekali, jumlahnya Rp 27,5 juta. Sumber uang dari honor-honor yang dikumpulkan, aku Wemmi dalam persidangan 13 November silam.
Begitu pula terkait revisi Perda No 3 Tahun 2012. Sebenarnya Rohayati hanya melanjutkan rencana revisi dengan membuat surat No 524.3/0625/115.05/2017 tanggal 19 Januari 2017 yang diajukan kepada ketua Komisi B DPRD Jatim.
Surat itu sebagai tindaklanjut dari surat yang pernah dibuat kepala dinas sebelumnya, Maskur kepada Gubernur Jatim No 524.3/6920/115.05/2016 tanggal 25 Juli 2016, serta surat yang dibuat Plt Kepala Dinas Peternakan, Moch Samsul Arifien kepada Gubernur Jatim No 524.3/9801/115.05/2017 tanggal 26 Oktober 2016.
Pokok dari isi surat, meminta dilakukan revisi terhadap pasal 20 ayat (3) huruf e, pasal 27 dan pasal 34 sebagaimana tertuang dalam Perda.
Nah, kata Muthowif, jika benar semua dinas mitra Komisi B terlibat, maka sudah semestinya KPK mengejar lima kepala dinas lainnya. Baik yang masih menjabat atau yang sudah 'melompat' ke jabatan lain, salah satunya Heru Tjahjono yang kini menjabat Sekdaprov dari semula kepala Dinas Perikanan dan Kelautan.{*}
» MEREKA DIPENJARA KARENA SKANDAL SUAP
- Syamsul Arifien Jabatan: (Mantan) Kadis Perkebunan Jatim Vonis: 1 Tahun 3 Bulan Penjara Tuntutan: 1 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan: 26 November 2018
- Ardi Prasetyawan Jabatan: (Mantan) Kadis Perindag Jatim Vonis: 1 Tahun 3 Bulan Penjara Tuntutan: 1 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan: 26 November 2018
- Bambang Heryanto Jabatan: (Mantan) Kadis Pertanian Jatim Vonis: 1 Tahun 4 Bulan Penjara Tuntutan: 2 Tahun 2 Bulan Sidang Putusan: 27 Oktober 2017
- Rohayati Jabatan: (Mantan) Kadis Peternakan Jatim Vonis: 1 Tahun Penjara Tuntutan: 1 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan: 27 Oktober 2017
- Kabil Mubarok Jabatan: (Mantan) Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Vonis: 6 Tahun 6 Bulan Penjara Tuntutan: 9 Tahun Sidang Putusan: 29 Januari 2019
- Mochamad Basuki Jabatan: (Mantan) Ketua Komisi B DPRD Jatim Vonis: 7 Tahun Penjara Tuntutan: 9 Tahun Penjara Sidang Putusan: 29 Januari 2019
- Rahman Agung Jabatan: (Mantan) Staf Komisi B DPRD Jatim Vonis: 4 Tahun Tuntutan: 4 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan: 29 Januari 2018
- Santoso Jabatan: (Mantan) Staf Komisi B DPRD Jatim Vonis: 4 Tahun Tuntutan: 4 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan: 29 Januari 2018
- Anang Basuki Rahmat Jabatan: (Mantan) Ajudan Bambang Heryanto Vonis: 1 Tahun Tuntutan: 1 Tahun 6 Bulan Sidang Putusan: 27 Oktober 2018
» TARGET DAN JUMLAH SETORAN DINAS
- Dinas Pertanian: T Rp 250 Juta (S Rp 80 Juta)
- Dinas Peternakan: Rp 300 Juta (Rp 40 Juta)
- Dinas Kehutanan: Rp 270 Juta (Rp 30 Juta)
- Dinas Koperasi: Rp 250 (Rp 50 Juta)
- Dinas Budpar: Rp 250 Juta (Rp 20 Juta)
- Biro Perekonomian: Rp 100 Juta (Rp 25 juta)
- Badan Ket. Pangan: 350 Juta (Rp 40 juta)
- Dinas Perikanan: Rp Rp 1 M (Rp 150 Juta)
- Dinas Perkebunan: Rp 200 Juta (Rp 50 Juta) Total Target Rp 3,07 Miliar, Setor Rp 485 Juta
» TIM DELEGASI DAN ALUR SETORAN
- Tim Delegasi Komisi B. Bertugas melakukan negosiasi dengan dinas mitra kerja Komisi B. Anggota Tim: Pranaya Yudha Mahardika (Fraksi Golkar), Atika Banowati (Fraksi Golkar) dan Agus Maimun (Fraksi PAN).
- Tim Pelancar Setoran. Untuk kelancaran penerimaan uang setoran dari dinas-dinas yang menjadi mitra komisi B. Tugas Tim: Mengumpulkan dan membukukan uang komitmen dari dinas dengan kode khusus, yaitu proposal atau berkas. Anggota Tim: Santoso dan Rahman Agung (keduanya staf Komisi B).
» MODUS PENARIKAN SETORAN
- Membentuk tim delegasi
- Membentuk tim pelancar setoran
- Setelah uang komitmen terkumpul, selanjutnya Santoso dan Rahman Agung menyerahkan ke Kabil selaku koordinator. Oleh Kabil uang tersebut diserahkan ke Atika selaku pengelola (internal Komisi B menyebut bendahara).
- Setelah Kabil pindah ke Komisi E, Basuki yang bertanggung jawab menggantikan posisi Kabil sebagai koordinator pengumpulan uang komitmen triwulan kedua. (Sumber: Fakta Persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya)
» Baca Berita Terkait DPRD Jatim, Pemprov Jatim, Korupsi