Catatan Gus Hans: Relasi Kuasa dan Mubahalah dalam Kasus Sambo

Reporter : barometerjatim.com -
Catatan Gus Hans: Relasi Kuasa dan Mubahalah dalam Kasus Sambo

RELASI KUASA: Gus Hans, kejahatan karena relasi kuasa harus dihukum lebih berat. | Foto: Gus Hans.Dok

RASANYA kita tidak diberi kesempatan jeda sejenak saja dari hiruk pikuk permasalahan hukum di negeri ini. Makin riuh lagi di era keterbukaan dan kemudahan akses informasi ini, semua merasa memiliki hak yang sama untuk berpendapat baik di kolom-kolom komentar laman berita ataupun di status laman pribadi masing-masing.

Saking banyaknya kasus yang bertubi-tubi dan dengan kualitas kasus yang sama-sama berat membuat para netizen bingung: Kasus mana untuk menutupi kasus yang mana.

Memang tidak asing di telinga kita bahwa praktik membuat kasus untuk menutup kasus yang lebih besar sudah terjadi sejak lama, atau ada kasus yang sengaja didiamkan dan akan dimunculkan ketika ada kasus yang berisiko berdampak pada kedaulatan kekuasaan atau yang melibatkan elite dalam lingkar kekuasaan.

Tidak jarang kasus hukum yang kejadiannya sudah belasan tahun, tetapi didiamkan dan dijadikan sebagai alat sandera yang tiba-tiba muncul ketika masuk tahun-tahun politik.

Hukum dan kekuasaan memang saling membutuhkan, terkadang saling mengunci dan juga terkadang saling memberikan penguatan.

Kasus yang sebenarnya ringan dan semestinya bisa dieksekusi dalam hitungan pekan, bisa berlarut-larut hanya karena kasus tersebut melibatkan unsur-unsur atau relasi dari pusat kekuasaan.

Dua kasus yang sedang hangat saat ini adalah kasus Sambo dan Subekhi, keduanya memiliki kemiripan dalam status hubungan antara pelaku dan korban yaitu hubungan asimetris yang tidak equal.

Dalam hal ini penulis lebih pas menyebut adanya relasi kuasa. Relasi kuasa merupakan kondisi di mana salah satu pihak memiliki atribusi serta power yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya, serta menggunakan hal tersebut untuk menguasai individu atau kelompok yang dianggap lemah.

Rasanya belum lupa dalam ingatan kita,  seorang polisi berpangkat Bripda bermama  Randy Bagus Hari Sasongko dengan menggunakan relasi kuasa (sebagai polisi terhadap warga sipil) menyuruh pacarnya untuk aborsi dan akhirnya sang wanita memilih jalan bunuh diri.

Masih belum ada satu tahun ada juga kasus yang melibatkan relasi kuasa antara pendoa gereja dengan umatnya. Pelaku bernama Hendro Prasetyo Nugroho (39) seorang juru doa di sebuah gereja di Kabupaten Jombang. Warga Desa Mojojejer, Kecamatan Mojowarno itu meyetubuhi jemaatnya berusia 14 tahun hingga hamil.

Pelaku menggunakan relasi kuasa otoritas keagamaannya dalam melakukan aksi tak bermoral ini. Korban merasa harus menurut karena pelakunya adalah pembawa firman Tuhan dan keinginan untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya.

Namun proses kedua kasus itu relatif berjalan lancar, sehingga para pelaku dengan cepat mendapatkan hukuman atas perbuatannya.

Kenapa kasusnya bisa berjalan cepat? Jawabnya karena walaupun perbuatan mereka menggunakan relasi kuasa, tetapi mereka tidak memiliki akses atau relasi yang kuat dengan kekuasaan.

Lain halnya dengan kasus Subekhi, menurut informasi yang beredar ia sama-sama seperti kedua pelaku di atas melakukan apa yang didakwakan dengan menggunakan relasi kuasa antara kiai dan santri.

Namun berdasarkan jejak digital keluarganya memiliki relasi yang kuat dengan kekuasaan, para elite nasional pun sempat juga berkunjung, sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun hingga berganti ganti Kapolda untuk dapat mengeksekusi menjemput paksa dengan dramatik.

"Ini adalah ujian berat bagi Kapolri yang dipaksa harus memilih menjaga jiwa korsa sesama anggota atau menjaga marwah institusi yang harus tetap suci."

Kasus Subekhi menjadi sorotan publik karena pihaknya selalu mengkait-kaitkan kasus pribadinya dengan lembaga pendidikan keagamaan yang ia miliki. Dan bahkan seakan ingin menarik simpati dari lembaga pendidikan agama yang lain dengan isu  kriminalisasi pesanten.

Kasus terbaru adalah peristiwa yang mencengangkan publik karena menurut informasi yang sudah beredar luas, kasus pembunuhan berencana ini dilakukan dengan sadis dan bengis serta pelakunya adalah pimpinanan tertinggi dari polisinya polisi.

Sampai kini penulis masih penasaran apa motivasi utama dari sang jendral bintang dua ini hingga tega melakukan kekejaman sekeji ini. Apakah hanya faktor pelecehan seksual yang sudah dihentikan penyidikannya atau adanya afair di antara mereka? Tetapi apa sekelas jenderal bintang dua mudah sekali tersulut emosi hanya karena percintaan? Sebegitu bucin kah sang jenderal?

Publik sudah mulai mengira-ngira dengan liar bahwa ada permasalahan perjudian dan narkoba juga di dalamnya. Tetapi lepas itu semua, kasus ini jelas-jelas melibatkan relasi kuasa antara atasan dan bawahan.

Adanya power abuse dalam kasus ini sangat terasa ditambah penerapan jiwa korsa yang salah kaprah di dalamnya. Ini adalah ujian berat bagi Kapolri yang dipaksa harus memilih menjaga jiwa korsa sesama anggota atau menjaga marwah institusi yang harus tetap suci.

Mubahalah dan KM 50 Gate

Singkatnya mubahalah adalah doa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk memohon jatuhnya laknat Allah Swt atas siapa yang berbohong.

Kata mubahalah berasal dari kata bahlah atau buhlah yang berarti kutukan atau laknat. Dalam praktiknya, sumpah mubahalah dilakukan oleh dua pihak yang berperkara sama. Mereka kemudian berdoa kepada Tuhan agar menjatuhkan laknat kepada pihak yang mengingkari kebenaran.

Kasus ini semakin liar dan mudah dilahap oleh siapa saja yang memang sejak lama sudah tendensius terhadap institusi Polri hingga menggotak nggatukkan dengan kasus yang lain.

Jika dalam kasus Subekhi pihak Subekhi yang meminta para pelapor untuk ber-mubahalah sedangkan dalam kasus Sambo ini dianggap sebagai hasil dari mubahalah atas kasus sebelumnya yang dikenal sebagai KM 50 Gate.

Gorengan demi gorengan mulai bermunculan dan isu makin melebar, yang menjadi pertanyaan adalah mubahalah ini berlaku kepada perorangan atau kepada institusi,  karena Sambo tidak terlibat langsung dalam KM 50 Gate yang sampai sekrang menjadi misteri.

Permaslahan bisa menjadi bias dan justru akan memperlambat tuntasnya penyingkapan kasus yang sebenarnya terjadi. Mereka yang mengangggap ini adalah hasil dari mubahalah tidak akan peduli dengan motif utama dari kasus ini, yang mereka pikirkan hanya sebatas nyawa dibalas nyawa dari pihak yang selama ini saling bertentangan.

Jika kasus ini tak kunjung usai, maka dikhawatirkan akan muncul lagi kelompok-kelompok lain akan menuntut pengungkapan kasus-kasus yang lain dan seiring itu tingkat presepsi baik masyarakat bisa akan sampai di titik nadir.

Saya belum update bagaimana indek prespsi publik terhadap institusi Polri setelah bergulirnya kasus ini. Survei LSI yang dilakukan hingga 5 Juli sebelum terjadinya kasus Sambo, Polri menempati posisi tiga besar (72%) di bawah TNI (89%) dan presiden (77%).

Penulis menduga pasti ada penurunan yang signifikan terhadap persepsi baik kepada institusi Polri jika kasus ini berlarut-larut, namun akan berbalik menjadi pujian jika Kapolri bisa menyelsaikan kasus ini lebih cepat dan transparan.

Jika dilihat dari daya rusak yang akan ditimbulkan oleh kasus ini terhadap nama baik institusi, saya rasa wajar jika nanti diputuskan oleh hakim benar-benar bersalah maka patut rasanya pelaku utama dari kasus ini harus dihukum maksimal. Perlu diingat pelaku buka sekadar polisi, tetapi perwira tinggi bahkan sebagai orang nomor satu dalam korps polisinya polisi.

Bravo Polri, saya yakin institusi kepolisian akan melewati badai ini dengan cepat sebelum rakyat kehilangan simpatinya karena berlarut larutnya kasus ini.

Kasus ini dapat menjadi pelajaran bahwa praktik kejahatan yang disebabkan oleh relasi kuasa bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa saja, maka perlu ada terobosan hukum dan kemauan politk untuk meminimalisirnya.

Yang paling penting kita jangan mudah menggebyah uyah kerusakan segelintir oknum, lantas kita menilai semua dalam institusinya memiliki kerusakan yang sama.

Semakin lambat penyerahan kasus ini, maka bola liar pasti akan semakin menggelinding dan memantul ke mana-mana.

*KH Zahrul Azhar Asumta SIP, M.Kes (Gus Hans) adalah Wakil Rektor Unipdu Jombang; Pengasuh Ponpes Queen Al Azhar Darul Ulum Jombang

Disclaimer: Tulisan opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian dari tanggung jawab redaksi Barometerjatim.com. Rubrik Opini terbuka untuk umum. Naskah dikirim ke [email protected]. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengubah substansinya.

» Baca berita Polri. Baca juga Catatan Terukur Gus Hans.

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.