Gus Yahya Tak Lagi Ketum PBNU Mulai 26 November 2025, Waketum: Bukan Surat Resmi!
SURABAYA | Barometer Jatim – Bukannya mereda, konflik di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) malah menjadi-jadi. Terbaru, muncul Surat Edaran (SE) berkop PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 yang berisi pencopotan KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya dari Ketua Umum PBNU.
Dalam SE yang ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir dan Katib Syuriyah, Ahmad Tajul Mafakhir disebutkan bahwa Gus Yahya tidak lagi berstatus Ketum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
"Maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi memiliki wewenang dan hak untuk menggunakan atribut, fasilitas dan/atau hal-hal yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU maupun bertindak untuk dan atas nama Perkumpulan NU terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00.45 WIB,” bunyi surat.
Namun Wakil Ketum PBNU, Amin Said Husni menegaskan bahwa surat yang beredar bukan merupakan dokumen resmi organisasi. Hal ini dipastikan, setelah PBNU melakukan verifikasi administratif dan digital terhadap dokumen dimaksud.
Menurut Amin Said, PBNU telah menyampaikan penjelasan resmi melalui surat bernomor 4786/PB.03/A.I.01.08/99/11/2025 tertanggal 26 November 2025 M/05 Jumadal Akhirah 1447 H.
Harus Empat Unsur
Dalam penjelasan surat tersebut, ditegaskan bahwa dokumen yang beredar tidak memenuhi ketentuan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi, khususnya terkait keabsahan surat resmi PBNU.
GUS YAHYA DICOPOT: SE yang beredar terakit pencopotan Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU. | Foto: IST
“Surat resmi PBNU harus ditandatangani oleh empat unsur, yakni Rais Aam, Katib Aam, Ketua Umum, serta Sekretaris Jenderal. Dokumen yang beredar tidak memenuhi ketentuan tersebut,” jelas Amin Said dalam keterangannya, Rabu (26/11/2025).
Sistem persuratan PBNU, tandasnya, kini dilengkapi mekanisme keamanan berlapis, termasuk stempel digital Peruri dengan QR code di bagian kiri bawah surat, serta footer resmi yang menyatakan bahwa dokumen ditandatangani secara elektronik oleh Digdaya Persuratan dan distempel digital oleh Peruri Tera. Dokumen yang beredar diketahui tidak memenuhi standar tersebut.
Surat yang beredar juga memuat watermark “DRAFT”, yang menandakan bahwa dokumen tersebut bukan surat final dan karenanya tidak memiliki kekuatan administrasi. Pemindaian QR code pada surat tersebut juga menunjukkan status “TTD Belum Sah”, sehingga tidak dapat diakui sebagai dokumen resmi PBNU.
Selian itu, saat nomor surat diverifikasi melalui laman resmi verifikasi.nu.id/surat, sistem memberikan keterangan “nomor dokumen tidak terdaftar”, sehingga mempertegas bahwa surat tersebut tidak valid dan tidak terdapat dalam basis data resmi PBNU.
Karenanya, Amin Said mengimbau seluruh jajaran pengurus serta warga NU di semua tingkatan untuk tetap tenang dan selalu memeriksa keaslian dokumen yang mengatasnamakan PBNU melalui saluran resmi.
“PBNU meminta seluruh pihak melakukan verifikasi keaslian surat melalui situs verifikasi-surat.nu.id atau menggunakan Peruri Code Scanner. Keabsahan dokumen PBNU ditentukan oleh prosedur administrasi resmi, bukan oleh beredarnya informasi,” tegasnya.
Mantan Bupati Bondowoso itu juga menekankan, kedisiplinan administrasi sangat penting untuk menjaga ketertiban organisasi dan mencegah kesimpangsiuran informasi.
“Hanya dokumen yang memenuhi seluruh ketentuan resmi yang dapat dinyatakan sah sebagai keputusan PBNU,” ucapnya.{*}
| Baca berita PBNU. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur