Dalami Kelompok Anwar Sadad Terkait Korupsi Hibah Jatim, KPK Periksa Mathur Husyairi!

Reporter : -
Dalami Kelompok Anwar Sadad Terkait Korupsi Hibah Jatim, KPK Periksa Mathur Husyairi!
PEMBAGIAN: Begini pembagian alokasi hibah di DPRD Jatim dengan total pagu anggaran Rp 1,8 triliun. | Sumber: Sidang Sahat

SIDOARJO | Barometer Jatim – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin gencar melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, untuk membongkar tuntas kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim yang sudah memenjarakan 4 orang dan menetapkan 21 tersangka.

Kali ini, penyidik lembaga antirasuah memeriksa eks anggota DPRD Jatim (periode 2019-2024) Mathur Husyairi di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim, Jalan Juanda Sidoarjo, Kamis (26/6/2025).

“Sesuai dengan surat panggilan KPK, saya dipanggil sebagai saksi atas tiga kelompok. Kelompoknya Anwar Sadad, kemudian ada Mahhud, kemudian ada Abdul Muthalib Cs. Semuanya, ketiga kelompok ini bermuara ke Pak Anwar Sadad,” terang Mathur usai pemeriksaan.

Ketiganya berstatus tersangka dalam kasus ini. Anwar Sadad merupakan Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, Mahhud anggota biasa di periode yang sama, sedangkan Abdul Muthalib pihak swasta.

Mathur diperiksa selama 3,5 jam dari pukul 10.00 hingga 13.30 WIB dan mendapat sembilan pertanyaan dari penyidik KPK.

“Enggak banyak. Jadi yang awal-awal pertanyaan itu ya datar, kenal dengan nama-nama yang sudah menjadi tersangka atau tidak,” katanya.

“Ya sebagian, saya katakan dengan Anwar Sadad saya kenal baik karena kakak kelas dulu di IAIN. Kemudian dengan Mahhud juga kenal karena satu letting, dengan yang lain saya bilang sebagian kenal sebagian tidak kenal dari sekian tersangka itu,” sambungnya.

SAKSI: Mathur Husyairi usai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus hibah Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/BKTSAKSI: Mathur Husyairi usai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus hibah Jatim. | Foto: Barometerjatim.com/BKT

Selebihnya, Mathur diperiksa terkait mekanisme dan pagu anggaran hibah di Pemprov Jatim, baik hibah lewat pokok-pokok pikiran (pokir) di DPRD Jatim maupun hibah gubernur.

Dia menyampaikan kepada penyidik dengan sangat berurutan dan sesuai dengan apa yang dialami, bahwa penganggaran dana hibah dilakukan bersama antara eksekutif dan legislatif.

Dalam hal ini, eksekutif diwakili Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) representasi gubernur yang ketuanya Sekdaprov Jatim.

“Saya menyampaikan, bahwa anggaran dana hibah yang dari angka Rp 6-7 triliun bahkan pernah di angka Rp 9 triliun itu, semuanya hasil dari pembahasan antara eksekutif dan legislatif,” katanya.

Mathur juga ditanya berapa anggaran hibah Pemprov Jatim yang ada di legislatif. Menurutnya, APBD di tahun anggaran 2020 -- karena baru dilantik pada 2019 -- untuk hibah atau pokir berupa pengajuan dari kelompok masyarakat (pokmas) mulai dari 10 persen maksimal sampai 14 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Jadi jika PAD kita Rp 20 triliun berarti di dewan itu Rp 2 triliun. Kalau toh sampai Rp 14 triliun berarti sekitar Rp 2,8 triliun, itu paling tinggi,” jelasnya.

Kalau anggaran dana hibah dalam satu tahun mencapai Rp 7 triliun, berarti Rp 2,4 triliun di pagunya eksekutif. Sedangkan Rp 4,2 triliun ada di eksekutif. Baik itu di gubernur, wakil gubernur, maupun OPD terkait yang memang menyalurkan dana hibah.

“Ini porsi yang tidak berimbang sebenarnya. Kalau teman-teman di dewan itu Rp 2 triliun sekian, itu kan dibagi 120 anggota,” ujarnya.

Eks anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim tersebut juga menyampaikan dengan sangat detail soal pagu yang diberikan pada anggota dewan.

“Normal, masing-masing anggota itu di angka Rp 8 miliar. Ketika anggota itu menjabat di AKD (Alat Kelengkapan Dewan) ada tambahan-tambahan lain yang diperoleh,” kata Mathur.

“Katakanlah di Bamus (Badan Musyawarah), Baleg (Badan Legislatif), BKD (Badan Kehormatan). Nah yang banyak itu kan ada di Banggar, tambahannya sepuruh dari pagu yang ada. Jadi kalau Rp 8 miliar ditambah Rp 4 miliar lagi, jadi Rp 12 miliar. Itu di Banggar,” bebernya.

Selain itu, jelas Mathur, ada tambahan bagi anggota komisi yang memang menjadi pencari PAD, yakni Komisi C. Namun porsinya tetap di angka 10 persen dari PAD atau maksimal 11 persen.

“Nah sisanya itu ada di ruangnya eksekutif. Maka saya juga memberikan masukan, selayaknya teman-teman penyidik atau KPK mendalami juga di ruang sebelah, gubernur yang juga mengelola dan hibah,” ujarnya.

Dalam kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim, 4 orang yang sebelumnya diringkus KPK divonis bersalah pada persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya dan dijebloskan ke penjara.

Mereka yakni Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024, Sahat Tua Simanjuntak divonis pidana penjara 9 tahun dan membayar uang pengganti Rp 39,5 miliar. Lalu ajudan Sahat, Rusdi divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan.

Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku penyuap lewat sistem ijon alias uang diberikan terlebih dahulu sebelum alokasi hibah turun, masing-masing divonis 2 tahun 6 bulan penjara.{*}

| Baca berita Korupsi Hibah Jatim. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.