Produksi Gula Kristal Putih Nasional, Jatim Berkontribusi 50 Persen!
SIDOARJO | Barometer Jatim – Penjabat (Pj) Gubernur Jatim, Adhy Karyono mengajak seluruh komponen pelaku produksi gula untuk fokus meningkatkan kualitas, sehingga ke depannya dapat mewujudkan swasembada gula sekaligus mempertegas posisi Jatim sebagai lumbung gula.
“Kami mengajak seluruh komponen pelaku produksi gula yang didukung lembaga penelitian, perguruan tinggi, lembaga keuangan untuk lebih fokus pada peningkatan kualitas produksi yang diikuti dengan daya saing produk yang tinggi pula,” ujarnya saat menghadiri pertemuan koordinasi dan gebyar musim giling gula di Sidoarjo, Rabu (6/11/2024).
Menurut Adhy, hadirnya tiga unsur yang meliputi petani tebu, perwakilan seluruh pelaku produksi gula dari unsur pabrik gula, serta pemerintah provinsi Jatim menjadi momen yang tepat untuk menentukan keberhasilan industri gula di Jatim dengan bahan baku berbasis tebu rakyat.
Ketiga elemen tersebut bersinergi, sehingga mampu meningkatkan produksi gula di Jatim. Sinergitas semakin menguat setelah Pemprov Jatim mencanangkan Pergub Nomor 87 Tahun 2014, yang sejalan dengan upaya pemerintah pusat melalui Perpres Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula dan Penyediaan Bioetanol.
“Melalui aturan tersebut, kontribusi Jatim dari tahun ke tahun pada kisaran 50 persen dari produksi gula nasional," tuturnya.
Tercatat pula, selama musim kemarau 2024, produksi tebu Jatim diprediksi lebih tinggi dari 2023, yakni mencapai 1,127 juta ton. Sedangkan produksi gula nasional diprediksi lebih rendah atau sama dengan 2023 sebesar 2,271 juga ton.
“Sementara stok gula kristal putih di Jatim per 15 Oktober 2024 sebanyak 669.224 ton. Rinciannya stok petani sebanyak 59.821 ton, pedagang sebanyak 443.867 ton, pabrik sebanyak 133.095 ton, dan PTPN sebanyak 32.442 ton,” urainya.
Saat ini, lanjut Adhy, peningkatan produksi gula di Jatim cukup membanggakan. Namun masih banyak hal yang perlu ditingkatkan khususnya rendemen tebu yang dihasilkan masih rendah.
Dia mencontohkan beberapa negara produsen gula seperti Thailand, rendemennya mencapai 11 persen dan Australia mencapai 13 persen.
“Rendemen merupakan komponen penting, karena rendemen tinggi akan menciptakan biaya produksi rendah dan daya saing yang tinggi,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Dydik Rudy Prasetya mengatakan berdasarkan data per 15 Oktober 2024, luas tebu digiling mencapai 229.869 hektare dengan jumlah tebu digiling mencapai 16.157.596 ton. Kemudian produksi gula mencapai 1.222.292 ton.
“Diperkirakan angkanya akan terus bertambah, mengingat masih ada pabrik gula yang masih berproduksi,” katanya.
Sedangkan untuk rendemen per 15 Oktober 2024, terang Rudy, mencapai angka rata-rata 7,47 persen dari angka produksi. Ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi gula kristal putih pada tahun ini, bila dibandingkan dengan 2023 dengan produksi 1.126.796 ton.
“Melalui kesempatan ini pula, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh jajaran direksi dan pabrik gula yang hadir,” kata Rudy.
“Atas capaian produksi gula kristal putih tersebut, kita masih menjadi provinsi dengan produksi gula kristal putih terbesar secara nasional dengan kontribusi sebesar 50 persen dari total produksi secara nasional,” jelasnya.
Sednagkan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil optimistis bahwa Jatim bisa menjadi barometer industri gula nasional. Sebab, luas tanaman tebu di Jatim seluas 229 ribu hektare.
“Produksi gula provinsi Jatim rata-rata 5 tahun terakhir sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Sedangkan produksi gula nasional 2,2 juta ton. Kurang lebih 50 persen kontribusi Jatim untuk gula nasional,” ucapnya.{*}
| Baca berita Pemprov Jatim. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur