KPK Akui OTT di Sidoarjo Tak Sempurna, Gus Muhdlor Dijerat dengan Metode Makan Bubur!
SURABAYA | Barometer Jatim – Penanganan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo Rp 2,7 miliar dinilai berjalan lamban.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan OTT pada 25 Januari 2024 tapi Bupati Sidaorjo, Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor baru ditetapkan sebagai tersangka pada 16 April dan ditahan 7 Mei setelah dua kali mangkir pemanggilan pemeriksaan pasca jadi tersangka.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa OTT di Sidoarjo tidak sempurna.
“OTT yang sekarang ini tidak sempurna. Artinya tidak sempurna itu, tidak seluruh pejabat yang akan kita OTT berhasil kita bawa,” katanya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
“Yang pertama itu cuma satu, Bu SW (Siska Wati, Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo), sehingga model atau cara yang kita kembangkan dalam penyidikannya itu menggunakan cara dari luar ke dalam atau orang bilang cara makan bubur,” sambungnya.
- KORUPSI BPPD SIDOARJO Rp 2,7 M
> 25 Januari 2024 : KPK melakukan OTT dan menangkap 11 orang yang diduga terlibat serta ditemukan barang bukti uang tunai Rp 69,9 juta. Setelah diperiksa, 10 orang akhirnya dilepas.
> 29 Januari 2024 : KPK menetapkan Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, Siska Wati sebagai tersangka dan ditahan.
> 23 Februari 2024 : KPK menetapkan Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono sebagai tersangka dan ditahan.
> 16 April 2024 : KPK menetapkan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor alias Gus Muhdlor sebagai tersangka.
> 19 April 2024 : Muhdlor dipanggil KPK untuk pemeriksaan sebagai tersangka tapi mangkir.
> 3 Mei 2024 : Muhdlor kembali dipanggil untuk pemeriksaan tapi lagi-lagi mangkir.
> 7 Mei 2024 : Muhdlor hadiri panggilan pemeriksaan. Setelah 6,5 jam diperiksa, langsung ditahan untuk 20 hari pertama.
Jadi, tandas Asep, penyidikan yang dilakukan KPK dari pinggir dulu baru ke dalam, sehingga kelihatannya agak lamban. Penyidik harus mengumpulkan bukti-bukti dari luar dulu baru sampai ke dalam.
“Berbeda ketika kita langsung bisa menangkap yang pokoknya, yang utamanya, kita menggunakan metodenya dari dalam ke luar atau seperti halnya gelombang. Jadi ketahuan, dapat semua nih, jadi lebih gampang. Kalau ini kita mengumpulkan rangkaian, masuk ke dalam baru ketemu. Mohon pahami bahwa ada proses-proses yang harus kami dijalani, lakukan, tapi alhamdulillah ini bisa kita selesaikan,” terangnya.
Lantas, bagaimana pengembangan perkaranya? Asep menerangkan, di penyidikan apabila ditemukan perkara lain di dalam perkara Muhdlor, maka penyidik akan membuat pengembangan penyidikan.
“Dan apabila ditemukan di penuntutan, nanti akan ada pengembangan penuntutan,” ujarnya, sembari menambahkan kalau pelaku tindak pidana korupsi tidak tunggal.
“Biasanya 2, 3, dan lebih. Jadi lebih dari 2 orang. Masing-masing tersangka ini akan juga menjadi saksi dari tersangka yang lainnya,” ucapnya.
Sedangkan terkait penahanan Muhdlor, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan, “Untuk kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan tersangka AMA selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 7 Mei sampai dengan 26 Mei 2024 di Rutan Cabang KPK.”
Muhdlor, tandas Johanis, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.{*}
| Baca berita Korupsi. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur