Meluruskan Sejarah Hubbul Wathon Karya Mbah Wahab

Reporter : -
Meluruskan Sejarah Hubbul Wathon Karya Mbah Wahab
MELURUSKAN SEJARAH: Choirul Anam saat memberikan sambutan pengantar Soft Launching Mars Asli Hubbul Wathon karya KH Abdul Wahab Chasbullah di halaman Gedung Astra Nawa, Gayungsari Timur, Surabaya, Minggu (20/8) malam. | Foto: Barometerjatim.com/ABDILLAH H

SURABAYA, Barometerjatim.com - Hampir di setiap acara Nahdlatul Ulama (NU) dan seluruh Banomnya, belakangan ini menyanyikan Syubbanul Wathon (Cinta Tanah Air) karya KH Abdul Wahab Chasbullah (Mbah Wahab) menjadi "lagu wajib" untuk membakar semangat kebangsaan.

Tapi, ternyata, syair tersebut bukan gubahan asli Mbah Wahab. "Ibarat dalam perspektif ilmu hadits, itu dhoif (lemah)," terang Dewan Kurator Museum NU, Drs Choirul Anam saat Soft Launching Mars Asli Hubbul Wathon karya KH Abdul Wahab Chasbullah di halaman Gedung Astra Nawa, Gayungsari Timur, Surabaya, Minggu (20/8/2017) malam.

Hadir dalam acara tersebut sejumlah kiai pengasuh Ponpes, termasuk KH Asep Saifuddin Chalim (Ponpes Amanatul Ummah, Pacet dan Surabaya), putra-putri Mbah Wahab di antaranya KH Hasib Wahab, Nyai Hj Mahfudhoh Ali Ubaid dan Nyai Hj Munzidah Wahab, Mensos Khofifah Indar Parawansa serta penyair D Zawawi Imron.

Mengapa syair Syubbanul Wathon yang beredar saat ini dinilai 'tidak asli'? Choirul Anam lantas menuturkan, berawal dari diskusi dengan Kiai Hasib, dia berencana meluncurkan syair Mbah Wahab ke dalam sebuah lagu untuk menggugah semangat kebangsaan.

"Karena syair tidak ada dimensi waktunya," kata tokoh NU yang akrab disapa Cak Anam itu.

Syair ini sebenarnya visi misi untuk dinyanyikan setiap akan mengawali kegiatan belajar-mengajar di sekolah kebangsaan bernama Nahdlatul Wathon (Kebangkitan Tanah Air) yang didirikan atas prakarsa Mbah Wahab pada 1916.

Namun di saat gagasan Cak Anam-Gus Hasib belum terwujud, ternyata lebih dulu muncul syair Hubbul Wathon yang kita dengar seperti sekarang ini. 

"Waktu itu saya kaget, lho ini syairnya Mbah Wahab, tahun berapa? Di situ enggak dicantumkan, tapi ini syair Hubbul Wathon," ujarnya.

Apalagi di bait kedua tertulis "Indonesia biladi". Padahal saat syair ini ditulis Mbah Wahab, Indonesia belum merdeka. "Saya kaget, akhirnya saya tanya kawan-kawan," tambahnya.

Bukan Syair 1916

Setelah ditelusuri, yang membuat syair adalah Katib Aam PBNU, KH Yahya Staqub putra KH Cholil Bisri (Rembang). Dalam link-nya di website dijelaskan, syair diperoleh Kiai Yahya dari salah seorang Ketua PBNU yang juga Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid.

Nusron mendapat syair dari Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, KH Maimun Zubair. Disebutkan, Kiai Maimun mendapatkannya ketika menjadi santri di Ponpes Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang.

"Lalu saya tanya keluarga Bahrul Ulum, saya tanya Gus Heru (putra KH M Najib Wahab). Menurut Gus Heru, Mbah Maimun tidak pernah mondok di Tambakberas. Nah, ternyata Mbah Maimun mendapatkan syair itu ketika di Sarang dari ayahnya sendiri, KH Zubair," papar Cak Anam.

Merunut umur, saat ini Mbah Maimun berusia 92 tahun dalam kalender hijriyah atau 90 tahun hitungan masehi. "Lalu saya tanya Mbah Soleh Qosim (KH Sholeh Qosim, Pengasuh Ponpes Bahauddin, Sepanjang, Sidoarjo). Menurut beliau di Indonesia itu ada dua kiai yang usianya 90 dan 88, yaitu Mbah Maimun (90) dan Mbah Soleh Qosim yang terpaut dua tahun," katanya.

Kalau usia 90, jelas Cak Anam, berarti Mbah Maimun lahir sekitar 1927 atau setahun setelah NU lahir, sementara syair Mbah Wahab dibuat pada 1916.

"Padahal seorang anak bisa menyanyikan sebuah lagu dengan mahir, idealnya usia belasan tahun. Cucu saya suruh hafalkan saja setengah mati belum bisa, apalagi lekuk-lekuknya (cengkok), belum bisa," katanya.

Dengan demikian, kata Cak Anam, berarti Kiai Maiumun menyanyikan lagu itu setelah Indonesia merdeka. Karena di dalam teks ada kata-kata "Indonesia biladi". "Jadi kalau ini dikatakan syair yang digubah Mbah Wahab pada 1916, ibarat ilmu hadits itu dhoif," tandasnya.{*}

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.