Gaduh PT PJU, DPRD Jatim: Jangan Ada Tradisi Plt di BUMD!

SURABAYA, Barometerjatim.com - Komisi C DPRD Jatim menilai, kegaduhan di internal PT Petrogas Jatim Utama (PJU) terjadi karena hingga kini posisi direktur masih diisi pelaksana tugas (Plt), yakni Parsudi setelah sebelumnya juga dua kali diisi Plt, yakni Agus Edi Sumanto.
Lantaran statusnya Plt, maka langkah-langkah Parsudi dipandang serba terbatas. Termasuk keputusannya menggeser Plt Sekretaris Perusahaan (Sekper), Asfuri sebagai Dirut PT Petrogas Pantai Madura (PPM) dan komisaris di PT JES (Jatim Energy Services) -- keduanya anak perusahaan PT PJU -- justru berakibat gaduh.
Penggeseran berujung gaduh, mengingat Asfuri melakukan perlawanan dan dibalas Parsudi dengan dua kali menggeluarkan Surat Peringatan (SP) karena dianggap melakukan pelanggaran dengan membangkang keputusan perusahaan.
"Jangan ada tradisi Plt di BUMD, karena apapun alasannya bahwa Plt itu memiliki keterbatasan. Tidak hanya di PJU, di BUMD lain juga banyak kekosongan komisaris dan jajaran direksi," kata Ketua Komisi C DPRD, Hidayat, Minggu (29/8/2021).
Karena itu, legislator asal Fraksi Partai Gerindra tersebut meminta Biro Perekonomian harus menyiapkan panitia seleksi (pansel) jauh-jauh hari untuk mencari direktur definitif.
"Dengan kerja pansel yang profesional, saya kira akan menghasilkan sumber daya yang baik. Jadi lebih terbuka dan Komisi C akan mengawal tahapan-tahapan pansel agar betul-betul on the track," katanya.
Sebelumnya, Kamis (26/8/2021), Komisi C DPRD Jatim memanggil jajaran direksi dan komisaris PT PJU serta Biro Perekonomian untuk dimintai klarifikasi sekaligus evaluasi kinerja. Ada sejumlah hal yang menjadi sorotan serius Komisi C. Di antaranya terkait tren penurunan laba dan deviden dari tahun ke tahun.
Dari laporan evaluasi kinerja PT PJU yang didapat Barometerjatim.com, laba dari tahun 2016 sebesar Rp 2 miliar naik menjadi 25,3 miliar pada 2017. Lalu pada 2018 naik menjadi Rp 55,9 miliar dan mencapai puncaknya pada 2019 sebesar Rp 112 miliar. Namun pada 2020 turun menjadi Rp 23,5 miliar. Nah, 2021 ditargetkan laba Rp 38,6 miliar.
"Jadi seperti gunung gitu ya, naik, mulai 2020 turun drastis. Dari Rp 112 miliar menjadi Rp 23,5 miliar berarti 20 persennya ya," kata Hidayat.
Kemudian soal deviden. Pada 2016 sebesar Rp 5,5 miliar, lalu naik menjadi Rp 7,2 miliar, dan kembali naik menjadi Rp 10 miliar, dan puncak kenaikan pada 2019 sebesar Rp 16,5 miliar. Tahun ini, dari target Rp 12,6 miliar baru tercapai Rp 6,9 miliar. Jadi terjadi penurunan yang sangat signifikan.
"Tentu ini satu sinyal yang tidak baik, karena PJU menjadi andalan kita untuk memberikan sumbangan deviden yang tinggi di samping Bank Jatim," kata Hidayat.
Hal lain yang disoroti Komisi C, yakni ada konsolidasi yang kurang baik di internal PT PJU, ada kegaduhan yang sampai muncul ke luar, termasuk pergeseran-pergeseran. "Karena ini BUMD, butuh ketenangan, kenyamanan bekerja, profesional. Jangan sampai ada politicking di dalam, sehingga konsolidasinya berjalan dengan baik," ujarnya.
Berikutnya, Komisi C juga menyoroti kendala eksternal terkait kerja sama dengan pihak lain banyak yang berjalan tidak baik, terutama dengan pihak ketiga.
"Kemudian ada cost recovery di PI (Participating Interest) yang kemudian dibebankan kepada PJU, sehingga PJU harus mengeluarkan banyak uang untuk kepentingan konsolidasi dengan pihak luar. Satu sisi juga ada inefisiensi," ujarnya.{*}
TERUS MENURUN: Tren penurunan laba dan deviden PT PJU dari tahun ke tahun. | Foto: Grafis: Laporan PJU
» Baca Berita Terkait BUMD Jatim