Budidaya Udang Dicap Ilegal DKP Jatim Bantah Habis-habisan

DICAP ILEGAL!: Gunawan Saleh, tunjukan kolam di area Rumdis DKP Jatim yang sempat dibuat budidaya udang. | Foto Barometerjatim.com/ROY HS
Tak mau budidaya udang vaname yang dikembangkan dicap ilegal, Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim bantah habis-habisan LBH Maritim!
EMPAT kolam, masing-masing berukuran 11,5 x 6 meter, terbangun di belakang rumah dinas (Rumdis) Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jatim di Jalan Ketintang 50, Surabaya.Selama ini, kolam tersebut dipakai untuk budidaya ikan, mulai lele, gurami, serta nila. Belakangan, sejak kepala DKP dijabat Muhammad Gunawan Saleh, pejabat asal Sumenep itu mengubahnya untuk budidaya udang vaname.
Namun langkah Gunawan diributkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Maritim, lantaran budidaya udang vaname tersebut dicap ilegal serta bau yang ditimbulkan sangat mengganggu warga sekitar.
Seperti ditulis duta.co, LBH yang dipimpin duet Samiadji Makin Rahmat (direktur) dan Oki Lukito (sekretaris) itu, bahkan meminta Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa segera menutupnya.
"Ini karena menyalahi aturan, tidak mengantongi izin Amdal (Analisis Dampak Lingkungan) dan izin dari Pemkot Surabaya, serta untuk menghindari abuse of power, demikian keterangan pers LBH Maritim.Tak hanya itu, LBH Maritim juga meminta Khofifah menurunkan tim untuk mengaudit dana operasional sekitar Rp 100 juta yang dipergunakan sebagai modal awal untuk membeli 100 ribu bibit udang (benur), 2-2,5 ton pakan (harga 14-17 ribu per kilogram), serta biaya listrik untuk menggerakkan aerator Rp 50 ribu per hari selama 90 hari.
Saat Barometerjatim.com mendatangai Rumdis DKP untuk melihat langsung isi kolam, Senin (29/3/2021), tak terlihat lagi udang vaname yang dibudidayakan, meski masih terlihat air di dalam kolam yang dikelilingi jaring di atasnya.
Gunawan membenarkan kalau sebelumnya empat kolam tersebut dipakai budidaya udang vaname, bahan sempat merasakan panen sebelum akhirnya ditutup karena perintah atasan. Namun dia membantah semua tudingan LBH Maritim.
Menurutnya, tidak benar kalau udang vaname dibudidayakan memakai pola intensif dengan kepadatan tebar 200-500 ekor per meter persegi. sebab, untuk budidaya intensif memerlukan lahan kurang lebih 3 ribu meter."Padahal di sini cuma 280 meter. Kalau 280, hitungan secara teknis padat tebarnya 50 ekor per meter persegi, karena ini bukan diperuntukkan untuk intensif," kata Gunawan.
"Kolam ini sebagai percontohan, nanti untuk masyarakat di daerah pesisir yang gampang air lautnya sehingga mereka membikin budidaya vaname ini dengan skala rumah tangga," sambungnya.
Bahkan, pola ini sudah mulai banyak dilakukan di daerah Madura dengan membikin bioflok atau kolam bundar di depan rumah ukuran 2 hingga 4 meter.
Sebut Tak Masuk Akal
BANTAH ILEGAL!: Gunawan Saleh, bantah budidaya udang di area Rumdis DKP Jatim ilegal dan bikin pencemaran. | Foto Barometerjatim.com/ROY HS BANTAH ILEGAL!: Gunawan Saleh, bantah budidaya udang di area Rumdis DKP Jatim ilegal dan bikin pencemaran. | Foto Barometerjatim.com/ROY HS
Bagaimana dengan tudingan jumlah panen sebanyak tiga ton selama pemeliharaan 90 hari? "Tidak masuk akal! Kalau orang mengerti masalah tambak pasti ketawa, dari mana, dengan teknologi apa," katanya.
Gunawan lantas menjabarkan, taruhlah 300 meter dikalikan 50 ekor berarti 15 ribu ekor. Jika tingkat kematian udang 20 persen, makan hitungannya kurang lebih 12 ribu.
Jika 12 ribu itu per ekornya size 40, berarti per ekornya 25 gram dikalikan 12 ribu maka didapat kurang lebih 400 kilogram sekali panen. "Jadi tidak benar dikatakan penenya tiga ton, tidak masuk akal!" tandasnya.
Lalu soal perizinan. Menurut Gunawan, budidaya udang di Rumdis DKP Jatim memang tidak memerlukan izin karena masih di bawah 5 hektare. Hal itu merujuk pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 49 tahun 2014 tentang Usaha Pembudidayaan Ikan.
"Kalau yang berizin itu harus di atas 5 hektare, berarti ini tidak perlu izin. Diganti dengan Surat Tanda Daftar Pembudidaya Ikan, ini dilakukan di dinas kabupaten/kota," terangnya.Kemudian masalah Amdal. Menurut Gunawan, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hudup (Permen LH) Nomor 5 tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan yang Wajib Dimiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa yang harus memiliki izin Amdal di atas 50 hektare.
"Ini sudah gugur sebenarnya. sedangkan di bawah itu tidak perlu izin. Apalagi nanti dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja. Sebenarnya UU berkaitan dengan pertambakan ada 21 jenis izin, tapi nanti katanya akan dijadikan tiga. Jadi izin pakai OSS (Online Single Submission) itu segala macamnya, sedangkan lainnya tidak perlu," paparnya.
Soal tudingan pencemaran? Menurut Gunawan, sebenarnya tidak ada karena pakan udang dicampuri dengan probiotik yang herbal. Berasal dari tumbuh-tumbuhan, daun-daunan yang di fermentasi menjadi probiotik dan mengurai bakteri yang sifatnya bau.
Dia mencontohkan, saat masih di Dinas Peternakan, ayam yang dikasih probiotik kotorannya tidak bau. Begitu pula dengan kambing, makannaya yang dicampuri probiotik kotorannya tidak bau."Jadi mustahil. Biasanya ikan darat, ikan tawar itu, buangannya yang probiotik itu merupakan pupuk bagi tanaman padi. Seperti di Kepanjen, kami itu tidak berpengaruh malah menjadi pupuk," katanya.
Begitu pula dengan ikan laut, buangan dari ikan yang menggunakan probiotik seperti yang dilakukan di Prigi, menurut Gunawan, di saluran pembuangan justru didapati banyak ikan karena ada sisa makanan yang diolah probiotik.
Gunawan menambahkan, sebenarnya sebelum DKP Jatim, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Surabaya sudah mencoba budidaya serupa namun gagal. "Waktu itu teknisnya dari kami, akhirnya kami mencoba di sini dan berhasil," ucapya.
Selain itu, tandas Gunawan, kolam yang ada tidak dibuat di masa dirinya sebagai kepala DP Jatim. "Ini kolam ada sejak rumah ini ada. Sebelumnya diisi ikan lele, gurami, nila. Akhirnya ada yang dari Surabaya gagal, kita bikin," tuntasnya.
DITUTUP: Empat kolam di area Rumdis DKP Jatim akhirnya ditutup setelah sempat dituding ilegal. | Foto Barometerjatim.com/ROY HS DITUTUP: Empat kolam di area Rumdis DKP Jatim akhirnya ditutup setelah sempat dituding ilegal. | Foto Barometerjatim.com/ROY HS
- TUDINGAN LBH MARITIM
- Udang vaname di Rumdis DKP Jatim Dibudidayakan dengan pola intensif dengan kepadatan tebar 200-500 ekor per meter persegi.
- Hasil panen 3 ton dengan nilai sekitar Rp 300 juta selama pemeliharaan 90 hari.
- Tengarai tidak mempunyai izin operasional dari Pemkot Surabaya. Aturan lain yang ditabrak antara lain UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang Undang Perikanan, Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya No 3 tahum 2016 tentang Izin Pemakaian Tanah.
- Selain itu tidak dlengkapi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) maupun Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) serta tidak memenuhi ketentuan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) sebagaimana disyaratkan Kementerian Kelautan kepada para pembudidaya udang di Jatim maupun nasional.
- Kerap membuat bau menyengat di sekitar lokasi dan dapat dipastikan berasal dari limbah pakan konsentrat dan air dari buangan kolam budidaya. Pakan udang disebut mengandung tambahan kimia termasuk formalin yang berbahaya terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia jika tidak diolah.
- BANTAHAN DKP JATIM
- Bukan diperuntukkan untuk intensif, tapi sebagai kolam percontohan dengan lahan hanya 280 dengan padat tebar 50 ekor per meter persegi.
- Sekali panen kurang lebih 400 kilogram, bukan 3 ton.
- Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No 49 tahun 2014 tentang Usaha Pembudidayaan Ikan tidak perlu izin karena di bawah 5 hektare, diganti dengan Surat Tanda Daftar Pembudidaya Ikan. Ini dilakukan di dinas kabupaten/kota.
- Merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) tengan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan yang Wajib Dimiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, bahwa yang wajib Amdal di atas 50 hektare
- Tidak akan terjadi pencemaran karena pakan udang dicampuri dengan probiotik yang herbal. Dari tumbuh-tumbuhan, daun-daunan yang difermentasi menjadi probiotik yang dapat menguraih bakteri-bakteri yang sifatnya bau.