PBNU: Siapapun Menag-nya, UU Pesantren Harus Dijalankan

Reporter : barometerjatim.com -
PBNU: Siapapun Menag-nya, UU Pesantren Harus Dijalankan

UU PESANTREN: Robikin Emhas, UU Pesantren buah perjuangan panjang kiai dan santri. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS

SURABAYA, Barometerjatim.com Kalangan Nahdlatul Ulama (NU) begitu bergembira menyambut kehadiran UU Pesantren. Di sisi lain, mereka juga kecewa saat harus menerima kenyataan kalau Menteri Agama (Menang) Fachrul Razi pilihan Presiden Jokowi bukan dari kalangan santri.

Meski demikian, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Robikin Emhas menegaskan, apapun background Menag, UU Pesantren harus dijalankan secara maksimal.

"Ya iya! Kalau enggak, kan melawan hukum, melawan UU," katanya usai sosialisasi UU Pesantren di hadapan pengurus PCNU dan pengasuh pondok pesantren di kantor PWNU Jatim, Kamis (24/10/2019) malam.

Menurut Robikin, setelah UU Pesantren disahkan, maka perintah UU berdasarkan beberapa pasal yang ada, harus ditindaklanjuti di peraturan organiknya. Yakni peraturan perundang-undangan di bawah UU, entah bentuknya Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen) dan seterusnya.

"Nah, itu perintah UU. Siapapun menterinya, tidak bisa tidak untuk tidak menjalankan perintah UU," katanya.

Bagi PBNU apakah UU Pesantren ini 'hadiah' dari pemerintah di Hari Santri Nasional 2019, atau buah perjuangan panjang para kiai dan santri?

"Begini. Siapapun, termasuk Pak Gatot Nurmantyo (mantan Panglima TNI) dengan tegas menyampaikan dalam sambutannya, ketika perayaan Hari Santri di Tugu Proklamasi, Jakarta. Beliau menyampaikan, tanpa ada Resolusi Jihad mungkin tidak ada perlawanan 10 November," paparnya.

Peran Besar Kiai-Santri

Kalau tidak ada perlawanan 10 November, lanjut Robikin, sangat mungkin eksistensi Indonesia goyah. Itu artinya kiai dan santri punya peran yang luar biasa, termasuk saat pra dan di awal kemerdekaan.

"Tahun 1948 DII/TII dan seterusnya, akhirnya tahun 1952, ulama-ulama, santri-santri memberikan gelar Waliyyul Amri Dharuri Bisy Syaukah kepada Bung Karno," katanya.

Gelar itu diberikan, karena ada kelompok-kelompok yang menginisiasi pendirian negara Islam, karena menilai kempimpinanya Bung Karno tidak sah dari sisi agama.

Tapi karena saat itu Bung Karno belum melaksanakan ibadah haji, maka dianggap belum genap dalam menjalankan rukun Islam, maka dinasihati para kiai agar berhaji. Setahun kemudian, 1953 Bung Karno naik haji dan gelar yang diberikan dinilai sempurna.

Berikutnya, NU juga tampil di 'zaman PKI' pada 1965 NU hingga era reformasi. NU turut memastikan agar bandul reformasi tidak mengarah ke liberalis maupun ke 'kanan-kananan' dan para kiai menjaga itu semua sampai sekarang.

Jadi tegasnya UU Pesantren bukan hadiah pemerintah di Hari Santri Nasional 2019? "Kok hadiah bagaimana, malah telat, he.. he.." sergahnya.

ยป Baca Berita Terkait NU, Jokowi

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.