Kasus KDRT Timpa Bocah 7 Tahun di Tanah Merah, Pemkot Surabaya Tak Diam!

SURABAYA | Barometer Jatim – Pemkot Surabaya tak diam mendapati kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpa bocah laki-laki berinisial MAN (7 tahun) di kawasan Tanah Merah.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Pendudukan, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Ida Widayati menjelaskan Pemkot Surabaya telah melakukan serangkaian tindakan, termasuk penjangkauan langsung ke lokasi kejadian dan pendampingan psikologis bagi korban.
“Kami prihatin dengan kejadian ini, dan langsung turun tangan untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang dibutuhkan," ujarnya, Minggu (30/3/2025).
Sebelumnya, video kasus KDRT di kawasan Tanah Merah ini viral di media sosial, termasuk diunggah akun Instagram @info_surabaya.
Dalam video yang diberi caption “Miris sama ibu ini! Bocah 7 tahun keluar rumah tanpa busana, diduga korban kekerasan ibu yang diduga depresi” tersebut, tampak seorang perempuan marah-marah kepada sejumlah pria karena dinilai ikut campur urusannya. Adu mulut pun tak terelakkan, lalu terdengar suara salah seorang pria agar melaporkan ibu tersebut.
Ida menyampaikan, kronologi kejadian dari hasil laporan yang diterima, bermula ketika korban mengalami kekerasan fisik dari ibunya, Septi Nia Suryana pada Jumat (29/3/2025) malam. Kekerasan tersebut dipicu hilangnya uang yang disimpan sang ibu untuk kebutuhan lebaran.
GERAK CEPAT: Ida Widayati, Pemkot Surabaya lakukan serangkaian tindakan terhadap kasus KDRT di Tanah Merah. | Foto: DOK
Kemudian korban dipukul dengan sapu dan botol air mineral, serta dipaksa keluar rumah saat malam hari. Sehingga korban mengalami memar di beberapa bagian tubuhnya.
“Saat ini, untuk kondisi psikis korban sudah mulai membaik setelah mendapatkan pendampingan. Anak tersebut juga sudah mulai menunjukkan kedekatan dengan ibunya dan menyatakan rasa sayang,” katanya.
Menangani masalah tersebut, Ida memaparkan Pemkot Surabaya telah melakukan langkah konkret. Di antaranya, melakukan pendampingan psikologis kepada korban untuk mengatasi rasa trauma. Selain itu, memberikan psikoedukasi kepada korban agar tidak keluar rumah pada malam hari tanpa pengawasan atau izin dari ibunya.
“Kami juga melakukan psikoedukasi kepada ibu korban, agar tidak mengulangi tindakan kekerasan dan menyarankan pemeriksaan psikologis,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Pemkot Surabaya juga berkoordinasi dengan RT/RW setempat untuk pemantauan kondisi korban.
Dalam masalah ini, Ida menekankan pentingnya pemberdayaan ekonomi bagi ibu korban. Karena itu, Pemkot Surabaya akan membantu dalam permohonan bantuan usaha supaya ibu korban dapat bekerja dari rumah dan mengasuh anaknya.
Di samping itu, untuk meringankan beban ibu pihaknya akan membantu pengalihan status BPJS korban dari mandiri ke PBPU dan PB.
“Kondisi ekonomi yang sulit dapat memicu stres dan berujung pada kekerasan. Sehingga, kami akan berupaya membantu ibu korban untuk mendapatkan penghasilan yang stabil agar dapat merawat anaknya dengan baik," jelasnya.
Mengenai korban, Ida menegaskan pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang optimal.
“Kami mengimbau kepada masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar, dan segera melaporkan jika melihat atau mendengar adanya tindak kekerasan terhadap anak,” imbaunya.
Ida berpesan kepada masyarakat, agar tidak terburu-buru menyebarkan informasi yang belum terverifikasi di media sosial agar tidak menimbulkan keresahan.
“Kami berharap dengan langkah dan pendampingan yang dilakukan dapat memberikan perlindungan dan pemulihan terbaik bagi korban, serta mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang,” ucapnya.{*}
| Baca berita Pemkot Surabaya. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur