Kusnadi Ajukan JC dan Whistleblower Bongkar Korupsi Hibah Jatim, Siapa Bakal Diseret?
SURABAYA | Barometer Jatim – Kusnadi tak main-main bakal membongkar semua yang terlibat dalam korupsi hibah Pemprov Jatim. Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024 itu bahkan sudah mengajukan justice collaborator (JC) dan whistleblower ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kuasa Hukum Kusnadi, Marthin Stiabudi dari Adam & Associates menjelaskan, JC dan whistleblower diajukan pada 21 Oktober 2024 dan telah diterima KPK pada hari yang sama.
“Pak Kusnadi siap membuka semua fakta dan mendukung penuh penyidikan KPK, agar kasus ini menjadi terang benderang," ujarnya di Surabaya, Kamis (21/11/2024).
Tim hukum berharap, langkah ini dapat membantu KPK dalam mengungkap kasus korupsi hibah Pemprov Jatim secara transparan.
Langkah signifikan diambil Kusnadi dengan mengajukan diri sebagai JC dan whistleblower, menurut Marthin, pertama karena pihaknya menilai perkara ini perlu dibuka menjadi seterang-terangnya.
“Kedua, hal yang dapat meringankan prinsipal kami. Ini secara teknis, sehingga hal yang dapat meringankan prinsipal kami itu ya mengajukan JC maupun whistleblower,” terangnya.
“Whistleblower itu terkait HG (Hibah Gubernur), JC-nya terkait perkara yang sedang berjalan sekarang ini, hibah yang dianggap hibah Pokmas (Kelompok Masyarakat) ini. Jadi kita ngajukan dua-duanya dalam satu surat,” tandasnya.
Buka Seterang-terangnya
Apakah itu artinya Kusnadi sudah mengakui bersalah dalam perkara hibah ini? Kuasa Hukum lainnya dari Adam & Associates, Harmawan H Adam menambahkan, mengajukan JC dan whistleblower tidak harus mengakui salah.
“Cukup kita menjelaskan seterang-terangnya yang dibutuhkan oleh penyidik. Masalah nanti atau benar itu nanti kan keputusannya ada di hakim,” katanya.
Lantas, apa yang akan dikejar Kusnadi dalam JC-nya? Adam menjelaskan, agar JC klien-nya dapat diterima pihaknya akan membuka sejumlah hal.
“Pertama, terkait proses hibah yang benar itu seperti apa, meskipun nomenklaturnya hibah itu ada satu, ya cuma hibah saja. Ndak ada hibah eksekutif maupun legislatif,” katanya.
Nah, yang membedakan hibah melalui eksekutif maupun legislatif itu ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim.
“Jadi tidak ada hibah Pokir (pokok-pokok pikiran) itu tidak ada, hanya istilah saja. Kalau nomenklaturnya hibah saja,” jelas Adam.
“Jadi semua hibah itu sebenarnya punya eksekutif, karena DPRD provinsi tidak memiliki anggaran tersendiri. Proposal yang masuk ke DPRD itu kepadanya gubernur,” ujarnya.
Maka, tidak mungkin gubernur tidak tahu, karena kewenangan memberikan atau tidak memberikan hibah ada di eksekutif.
“Prosesnya awalnya melalui Bappeda, setelah itu mungkin ada evaluasi melalui SKPD terkait, setelah itu Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). NPHD itu pun tidak antara legislatif dengan Pokmas, tapi antara gubernur dengan Pokmas,” jelasnya.
Sebelumnya, Kusnadi diperiksa tim penyidik lembaga antirasuah sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Kusnadi ditetapkan sebagai tersangka bersama 20 orang lainnya, termasuk 3 anggota DPRD Jatim periode 2019-2024 lainnya, yakni AS (Anwar Sadad), AI (Achmad Iskandar), dan MAH (Mahhud).{*}
| Baca berita Korupsi Hibah. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur