Bakal Dipanggil Ulang KPK Terkait Kasus Korupsi Hibah, Begini Reaksi Khofifah!

SURABAYA | Barometer Jatim – Sempat mangkir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil ulang Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus korupsi dana hibah Pemprov Jatim.
Apa kata Khofifah? “Kita menunggu sesuai prosedur saja, ya. Jadi kita mengikuti sesuai prosedur,” ujarnya singkat usai jalan sehat menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriyah di halaman barat Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Sabtu (28/6/2025).
Sedianya, Khofifah menjalani pemeriksaan pada Jumat (20/6/2025). Namun perempuan yang juga Ketua Umum Dewan Pembina PP Muslimat NU itu mangkir dengan alasan sedang menghadiri wisuda anaknya, Jalaluddin Mannagalli di Universitas Peking, China.
Sebelumnya, Kamis (20/6/2025), Kusnadi usai diperiksa KPK menyebut Khofifah mengetahui soal penggunaan dana hibah karena pelaksana dari dana hibah yakni gubernur.
"Orang dia (Khofifah) yang mengeluarkan (dana hibah), masa dia enggak tahu. Dana hibah itu kan proses ya, ini proses ya, bukan materi. Ya itu kan dibicarakan bersama-sama dengan kepala daerah," ujarnya.
Korupsi hibah Jatim telah memenjarakan empat orang, yakni Sahat Tua Simanjuntak (Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024), Rusdi (ajudan Sahat), serta Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng (penyuap).
Bahkan, di awal-awal Sahat diringkus KPK, kantor Khofifah saat menjadi Gubernur Jatim periode 2019-2024 di Jalan Pahlawan Nomor 1, Surabaya, sempat digeledah KPK pada 21 Desember 2022.
KPK juga menyasar ruang kerja Wakil Gubernur Jatim saat itu, Emil Dardak dan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Adhy Karyono.
Meski ruang kerjanya diubek-ubek KPK selama 10 jam dan hingga Sahat divonis 9 tahun serta membayar uang pengganti Rp 39,5 miliar, baik Khofifah maupun Emil tak pernah diperiksa maupun dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
Sembilan bulan pasca Sahat dkk divonis, Kusnadi ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama 20 orang lainnya termasuk dua pimpinan DPRD Jatim periode 2019-2024, yakni Anwar Sadad (wakil ketua) dan Achmad Iskandar (wakil ketua), serta Mahhud (anggota biasa).
Di sisi lain, eks anggota DPRD Jatim, Mathur Husyairi saat 3,5 jam diperiksa KPK sebagai saksi, Kamis (26/6/2025), menjelaskan soal mekanisme dan pagu anggaran hibah di Pemprov Jatim, baik hibah lewat pokok-pokok pikiran (pokir) di DPRD Jatim maupun hibah gubernur.
“Saya menyampaikan, bahwa anggaran dana hibah yang dari angka Rp 6-7 triliun bahkan pernah di angka Rp 9 triliun itu, semuanya hasil dari pembahasan antara eksekutif dan legislatif,” katanya.
Mathur juga ditanya berapa anggaran hibah Pemprov Jatim yang ada di legislatif. Menurutnya, APBD di tahun anggaran 2020 -- karena baru dilantik pada 2019 -- untuk hibah atau pokir berupa pengajuan dari kelompok masyarakat (pokmas) mulai dari 10 persen maksimal sampai 14 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Jadi jika PAD kita Rp 20 triliun berarti di dewan itu Rp 2 triliun. Kalau toh sampai Rp 14 triliun berarti sekitar Rp 2,8 triliun, itu paling tinggi,” jelasnya.
Kalau anggaran dana hibah dalam satu tahun mencapai Rp 7 triliun, berarti Rp 2,4 triliun di pagunya legislatif. Sedangkan Rp 4,2 triliun ada di eksekutif. Baik itu di gubernur, wakil gubernur, maupun OPD terkait yang memang menyalurkan dana hibah.
“Ini porsi yang tidak berimbang sebenarnya. Kalau teman-teman di dewan itu Rp 2 triliun sekian, itu kan dibagi 120 anggota. Maka saya juga memberikan masukan, selayaknya teman-teman penyidik atau KPK mendalami juga di ruang sebelah, gubernur yang juga mengelola dan hibah,” ujarnya.{*}
| Baca berita Korupsi Hibah Jatim. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur