JPU KPK Bongkar Gus Muhdlor Minta Jatah Rp 50 Juta Tiap Bulan hingga Total Rp 1,4 M!

SIDOARJO | Barometer Jatim – Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) membongkar peran Bupati nonaktif Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor dalam sidang dawaan dugaan pemotongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
“Bersama-sama Ari Suryono dan Siska Wati, terdakwa melakukan potongan penerima insentif pajak terhadap pegawai BPPD Sidoarjo per triwulan sejak triwulan IV 2021 hingga triwulan IV 2023 dengan total Rp 8,544 miliar,” kata JPU KPK, Arief Usman dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Senin (30/9/2024).
“Dengan rincian terdakwa menerima sebesar Rp 1,406 miliar dan Ari Suryono menerima sebesar Rp 7,137 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu. Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara lain atau kepada kas umum mempunyai utang kepadanya” sambungnya.
JPU KPK lantas membeber peran Gus Muhdlor, Arif Suryono, dan Siska Wati. Sekitar Oktober 2021, Gus Muhdlor melantik Ari sebagai Kepala BPPD. Setelahnya, Ari Suryono dipanggil ke pendopo kabupaten atau rumah dinas bupati.
Dalam pertemuan tersebut, Gus Muhdlor menanyakan mengenai pemotongan insentif pegawai BPPD dengan istilah “sedekah”. Kemudian dijawab Ari bahwa pemotongan insentif masih berlangsung.
“Kemudian terdakwa meminta Ari Suryono agar memberikan uang sebesar Rp 50 juta setiap bulannya dari hasil pemotongan insentif, yang digunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa melalui sopirnya yaitu Ahmad Masruri,” kata JPU KPK.
Atas permintaan tersebut, Ari Suryono menyanggupinya, lalu menunjuk Siska Wati untuk mengumpulkan serta mengatur besaran pemontongan terhadap pegawai penerima insentif.
Selanjutnya, Siska membuat draf Surat Keputusan (SK) Bupati Sidoarjo tentang penerimaan dan insentif daerah, dan kemudian dibuatkan SK tentang penerimaan dan besaran intensif triwulan IV 2021 sampai triwulan IV 2023.
SALAMI JPU KPK: Gus Muhdlor salami tim JPU KPK usai sidang. | Foto: Barometerjatim.com/BKT
“Setelah menerima SK dari terdakwa, Ari Suryono menyampaikan kepada Siska Wati terkait permintaan uang oleh terdakwa sebesar Rp 50 juta dari penerimaan insentif pajak dan Siska Wati menyanggupinya,” kata JPU KPK.
Selanjutnya, Ari Suryono menandatangani perintah pembayaran dengan nilai merujuk pada perintah Bupati Sidoarjo dengan Surat Perintah Pembayaran (SPM), yakni SPM BPPD Tahun Anggaran (TA) 2021 sebesar Rp 5,988 miliar pada 21 Januari 2022 sampai dengan SPM BPPD TA 2023 tanggal 19 Januari 2024 Rp 6,106 miliar.
SPM kemudian diajukan kepada Badan Pengelolaan Kuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sidoarjo untuk kemudian diberikan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) terkait pembayaran insentif dengan cara ditransfer ke rekening masing-masing pegawai.
“Yakni SPM 21 Januari 2022 dengan uang sebesar Rp 5,988 miliar sampai dengan 2 Januari 2024 sebesar Rp 6,106 miliar, untuk keperluan membayar insentif pemungutan pajak daerah triwulan IV 2023,” terang JPU KPK.
10 Sampai 30 Persen
Sebelum uang masuk ke rekening masing-masing pegawai penerima insentif pajak, Ari Suryono meminta Siska Wati untuk melakukan penghitungan pemotongan atau sedekah yang akan dikenakan kepada pegawai penerima.
“Ketentuan cara penghitungannya, yaitu sebesar 10 sampai 30 persen dari jumlah insentif yang diterima dengan tetap memperhatikan jumlah insentf yang diterima tidak kurang dari triwulan sebelumnya,” ujar JPU KPK.
Penghitungan tersebut dilakukan terhadap 77 orang pegawai penerima insentif pajak yang sudah berstatus PNS atau ASN, kecuali Ari Suryono selaku kepala BPPD, CPNS dan non-ASN, serta pegawai yang akan memasuki pensiun.
Setelah membuat penghitungan dan disetujui, Siska Wati kemudian melakukan pemotongan melalui sejumlah orang yang ditunjuk di masing-masing bidang. Uang disimpan Siska Wati dengan penggunaanya sesuai perintah Ari Suryono.
“Pemotongan sejak triwulan IV 2021 hingga triwulan IV 2023 dengan jumlah Rp 8,544 miliar. Terdakwa menerima uang dari Ari Suryono dan Siska Wati sebesar Rp 50 juta setiap bulan yang diserahkan melalui Ahmad Masruri, yang merupakan sopir terdakwa sebagaimana permintaan terdakwa sebelumnya,” beber JPU KPK.{*}
| Baca berita Korupsi. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur