Ngotot Hanya Terima Suap Rp 2,750 M Bukan Rp 39,5 M, Hari Ini Sahat Bakal Dituntut JPU KPK Berapa Tahun Penjara?

| -
Ngotot Hanya Terima Suap Rp 2,750 M Bukan Rp 39,5 M, Hari Ini Sahat Bakal Dituntut JPU KPK Berapa Tahun Penjara?
SIDANG SAHAT: Sahat dan tim penasihat hukumnya dalam sidang di Pengadilan Tipikor. | Foto: Barometerjatim.com/RQ

Sahat Tua Simandjuntak bersikeras hanya menerima suap Rp 2,750 miliar. Bisakah JPU KPK membuktikan politikus Partai Golkar itu menerima fee ijon Rp 39,5 miliar sesuai dakwaan?

SETELAH melewati 17 kali persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jalan Raya Juanda Sidoarjo, Jumat (8/9/2023) hari ini terdakwa perkara korupsi dana hibah pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Jatim yang bersumber dari APBD, Sahat Tua Simadjuntak dan stafnya, Rusdi akan menjalani sidang tuntutan.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) bakal menuntut berapa tahun penjara? Menarik ditunggu. Sebab, Sahat membantah keras menerima Rp 39,5 miliar meski dua orang penyuapnya, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng yang masing-masing sudah divonis 2 tahun 6 bulan penjara mengaku menyuap sebesar itu.

Ya, hingga sidang pemeriksaan terdakwa, Selasa, 29 Agustus 2023, Sahat memang mengaku bersalah karena menerima pemberian uang dari Hamid dan Eeng terkait hibah pokir. Namun angkanya bukan Rp 39,5 miliar tapi 'hanya' Rp 2,750 miliar.

“Sebagaimana keterangan saya di persidangan sebelumnya, bahwa saya mengaku bersalah. Terkait dengan jumlah, saya mohon izin untuk diberikan kesempatan mengklarifikasi angkanya,” kata Sahat saat ditanya Ketua Majelis Hakim, I Dewa Gede Suarditha terkait jumlah uang suap. 

“Bahwa memang saya sudah bersalah, tidak patut saya menerima itu. Tetapi izinkan saya dengan hati yang paling dalam, bahwa saya diberi hak untuk mengklarifikasi angka. Angka itu (Rp 39,5 miliar) terlalu sangat besar dan itu angka yang tidak lazim. Bagi saya itu terlalu besar kalau harus menerima seperti itu,” sambungnya.

Lantas berapa yang diterima dari Hamid maupun Eeng? Nih, simak baik-baik pengakuan Sahat, “Jadi yang pernah saya terima adalah Rp 1 miliar, Rp 250 juta yang dikirim transfer ke rekening Rusdi, kemudian Rp 500 juta. Total Rp 1,750 miliar plus Rp 1 miliar pada tanggal 14 Desember yang kena OTT (Operasi Tangkap Tangan).”

| Baca juga:

Pemberian itu, tandas Sahat, semuanya diterima pada 2022 ketika pertama kali bertemu Hamid dan Eeng selama setahun dari Februari hingga Desember 2022.

“Sedangkan angka yang lain saya membantah dan memang saya tidak pernah menerima sebesar itu. Sekali lagi saya merasa bersalah dan menyatakan saya bersalah. Saya tidak pantas menerima uang itu, saya mengaku bersalah,” ucapnya, seraya menegaskan kalau uang tersebut memang berkaitan dengan pencairan dana hibah pokir.

Hakim Anggota, Darwin Panjaitan kemudian menanyakan soal nama Muhammad Chozin -- meninggal dunia pada Februari 2022 akibat Covid-19 -- yang disebut dalam dakwaan JPU KPK sebagai perantara ijon fee yang perannya kemudian diteruskan Rusdi.

“Ini Ada orangnya atau tidak waktu masih hidup?” tanya Darwin. Sahat menjawab, “Sebenarnya saya sudah dengar tentang nama Chozin itu, tahu Chozin itu ketika Ilham dan Hamid pertama datang ketemu saya,  menceritakan bahwa mengerjakan alokasi hibah ini, swakelola ini, dapatnya dari Chozin.”

Sebelumnya, Sahat juga dengar nama Chozin karena sering ke DPRD Jatim mencari-cari pekerjaan. Namun Sahat mengaku tidak pernah berinteraksi secara langsung, bahkan nomor teleponnya saja tidak punya.

“Tetapi kalau ditaya apakah pernah tahu tentang Chozin ya saya pernah dengar nama Chozin itu, pernah tahu. Tapi saya tidak pernah bertemu dengan dia, apalagi menerima sesuatu dari dia,” ucapnya.

Fee Diberikan Sejak 2019

MINTA SAHAT JUJUR: Majelis hakim berulang kali ingatkan Sahat agar jujur di persidangan. | Foto: Barometerjatim.com/RQ

Pernyataan Sahat ini bertolak belakang dengan pengakuan Eeng saat dihadirkan sebagai saksi pada Jumat, 21 Juli 2023. Saat itu, Eeng blakblakan ngaku memberikan ijon fee atas perintah Hamid ke Sahat melalui orang kepercayaannya, Chozin sejak 2019 agar mencairkan alokasi hibah pokir untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) di Kabupaten Sampang.

Semula, Eeng tidak tahu kalau aspirator yang disuap selama ini adalah Sahat, karena Chozin hanya menyebut anggota dewan. Dia baru tahu setelah turun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di dinas terkait.

Eeng kemudian merinci ijon fee yang diberikan ke Sahat lewat Chozin. Pada Tahun Anggaran (TA) 2020 yang dibahas di 2019, alokasi hibah yang didapat yakni Rp 30 miliar.

“Pak Chozin minta fee 25% (Rp 7,5 miliar) yang harus diberikan terlebih dahulu untuk Pak Sahat selaku aspirator. Fee diberikan secara bertahap. Pada Juli 2019 Rp 5 miliar, kedua pada Oktober 2019 Rp 2,5 miliar,” katanya.

Lalu TA 2021, alokasi yang didapat juga sama yakni Rp 30 miliar dengan ijon fee Rp 7,5 miliar. Pembayaran dilakukan pada Agustus 2020 (Rp 5 miliar) dan Oktober 2020 (Rp 2,5 miliar).

Kemudian TA 2022 dari alokasi Rp 80 miliar yang dijanjikan hanya mendapat Rp 44 miliar karena alasan refocusing akibat Covid-19. Namun fee ijon (25%) terlanjur diberikan Rp 17,5 miliar yang seharusnya Rp 11 miliar.

“Agustus 2021 saya berikan Rp 6 miliar ke Pak Sahat melalui Pak Chozin, kedua September 2021 Rp 4 miliar, lalu Oktober setelah ketuk palu Rp 5 miliar, dan Desember 2021 Rp 2,5 miliar,” bebernya. Lantaran ada kelebihan Rp 6,5 miliar, maka dimasukkan untuk fee alokasi pokir TA 2023.

| Baca juga:

Berikutnya, pada TA 2023, Sahat memberikan alokasi Rp 50 miliar dan fee 25% harus diberikan terlebih dahulu sebesar Rp 12,5 miliar. Dengan memperhitungkan kelebihan fee Rp 6,5 miliar yang telah diserahkan sebelumnya, sehingga sisa ijon fee yang harus diserahkan yakni Rp 6 miliar.

“Saudara tahu uang yang lewat Chozin itu sampai ke Sahat?” tanya JPU KPK, Arif Suhermanto. “Saya tidak tahu. Cuma Pak Chozin itu minta untuk ijon fee. Tahunya saya 2021 itu, soalnya SIPD itu pakai akunnya dewan, akunya Pak Sahat,” tegasnya.

“Pak Chozin cuma bilang bapak perlu uang. Bapak itu saya tidak tahu siapa, tapi plafon saya itu masuknya ke Pak Sahat. Sejak 2021 sampai 2022 itu pakai SIPD Pak Sahat,” katanya.

Terkait tahapan pembayaran untuk fee ijon 2023, Eeng merinci pada Februari 2022 sebesar Rp 4 miliar secara tunai melalui Chozin. Namun tak lama kemudian Chozin meninggal dunia dan selanjutnya uang diserahkan lewat Rusdi. Tapi besaran fee tidak lagi 25% melainkan 20%.

“Jadi ada perubahan nilai fee yang diberikan, kalau Chozin kan 25%?” tanya Arif. “Tahunya saya 20% itu waktu pas ketemu Pak Sahat. Ngomong ya itu 20% dari pokir yang diberikan, bukan 25% lagi,” kata Eeng.

Arif kembali mengejar, “Terkait pemberian uang ke Chozin, apakah Sahat tahu atau bagaimaa? Kan sudah ada Rp 6,5 miliar ditambah Rp 4 miliar untuk 2023 toh., sudah tahu belum Sahat? Jawab Eebng, “Yang Rp 50 miliar untuk 2023 itu kiranya sudah clear.”

| Baca juga:

Tak berhenti di situ. Sahat juga terus bermain untuk dana hibah pokir yang akan dianggarkan di 2024. Pada 11 Desember 2022 sekitar pukul 18.00 WIB, Eeng menyampaikan kepada Hamid kalau Sahat melalui Rusdi minta fee Rp 2,5 miliar untuk proyeksi dana hibah pokir TA 2024, namun belum dipastikan besaran yang  akan dialokasikan.

Saat bertemu Sahat di ruang kerjanya di gedung DPRD Jatim pada Maret 2022, Hamid diminta menyiapkan Rp 2 miliar untuk keperluan Natalan di Dapilnya. Namun Hamid hanya menyanggupi Rp 1,5 miliar. Pembayaran diberikan tunai Rp 1,250 miliar lewat Rusdi dan Rp 250 juta lewat transfer rekening Rusdi. Kemudian Agustus Rp 500 diberikan lagi juga lewat Rusdi.

“Kok bisa ke Rusdi, atas arahan siapa? tanya JPU KPK. "Yang bilang itu Pak Hamid ke saya, suruh hubungan langsung ke Pak Rusdi. Kalau komunikasinya Pak Sahat langsung ke Pak Hamid," jawab Eeng.

“Kata Pak Hamid, Pak Sahat minta Rp 2,5 miliar untuk Natalan, yang minta Pak Sahat langsung, waktu itu kan ada di ruangannya. Pak hamid bilang kalau Rp 2,5 miliar belum siap. (kata Sahat) ndak usah sampai lengkap, punyanya berapa kasih saja,” sambungnya.

Besoknya, lanjut Eeng, Hamid siap Rp 1 miliar. "Waktu itu pertemuan hari Selasa, 12 Desember 2022. Pemberian uangnya Rabu Rp 1 miliar lewat Pak Rusdi. Rabu malam, 14 Desember 2022, ada OTT,” ucapnya.

Terdakwa Punya Hak Ingkar

JAKSA KPK PUNYA BUKTI: Arif Suhermanto, silakan terdakwa ingkar tapi JPU KPK punya bukti kuat. | Foto: Barometerjatim.com/RQ

Terkait Sahat yang membantah menerima fee ijon dari Hamid maupun Eeng sebesar Rp 39,5 miliar dan mengaku hanya menerima Rp 2,750 miliar, menurut JPU KPK, silakan saja itu hak terdakwa.

“Terdakwa sendiri punya hak ingkar, boleh saja mengakui seperti itu. Tapi kami sudah membuktikan, banyak alat bukti saksi yang kita hadirkan di persidangan maupun alat bukti elektronik mengarah pada pembuktian dakwaan kami,” kata Arif.

“Kami meyakini bahwa dakwan kami cukup alat bukti, sehingga nanti akan kami sampaikan secara lengkap dalam tuntutan kami,” sambungnya.

Apakah dengan meninggalnya Chozin bisa menghentikan pembuktian sisa uang yang tidak diakui Sahat? “Oh tidak! Nanti kita akan sampaikan secara lengkap di dalam tuntutan kami, karena jelas pemberi pun mengakui bahwa memberikan uang itu kepada terdakwa,” kata Arif.

| Baca juga:

Bukankah tidak ada yang melihat Chozin menyerahkan uang ke Sahat? Arif menuturkan, yang jelas semua bukti-bukti yang terungkap di persidangan akan menjadi fakta bagi JPU KPK dalam membuat tuntutan.

“Karena tidak hanya bersandar pada alat bukti keterangan aksi, tetapi juga bukti petunjuk, baik itu dari alat bukti elektronik maupun lainnya,” ujarnya.

Jadi apa sebenarnya peran Chozin dalam perkara ini? Menurut Arif, sesuai dakwaan, peran Chozin sama dengan Rusdi bahwa selama 2019, 2020, dan 2021 pemberian uang yang diterima Sahat melalui Chozin.

“Setelah meninggalnya Chozin, maka bergantilah kepada Rusdi yang notabene adalah seorang OB (office boy), dan itu diakui oleh terdakwa ketika 2022 tidak pernah langsung kepada terdakwa tapi melalui Rusdi,” jelasnya.{*}

| Baca berita Korupsi Hibah Jatim. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.