PDIP Buka Suara soal Kasus Korupsi Hibah: Anggaran Pokir DPRD Jatim Itu yang Tentukan Pemprov!
SURABAYA, Barometer Jatim – PDIP angkat suara soal kasus dugaan korupsi dana hibah Jatim yang bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim dari Fraksi Golkar, Sahat Tua Simanjuntak.
Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat menuturkan, dalam evaluasi partainya, proses budgeting di DPRD Jatim clear alias tidak ada masalah, termasuk di dalam proses budegeting yang mengalokasikan dana hibah.
“Saya pernah jadi gubernur (DKI Jakarta). Dana hibah itu bisa terdiri dari beberapa bagian. Ada dana hibah yang berbentuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah), ada dana hibah yang reguler, dan ada dana hibah yang berupa pokok pikiran (Pokir),” katanya di kantor DPD PDIP Jatim, Sabtu (4/1/2023) malam.
Kehadiran Djarot, selain menggelar rapat internal partai juga untuk mengumumkan pengunduran Kusnadi sebagai Ketua DPD PDIP Jatim, setelah dua kali diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi dana hibah.
- Baca juga:
Kusnadi Mundur dari Ketua PDIP Jatim, Merasa Bakal Jadi Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah?
Dalam konteks Jatim, lanjut Djarot, dana hibah yang reguler dikelola Pemprov, oleh gubernur dan wakil gubernur. “Itu yang disampaikan oleh Pak Kusnadi,” tandasnya.
“Dana hibah reguler yang dikelola oleh Pemprov, gubernur, wakil gubernur dan SKPD-nya ini juga perlu dievaluasi. Sehingga betul-betul, proses pemberantasan korupsi ini bisa berjalan secara menyeluruh,” sambung Djarot.
Bagaimana dengan dana hibah yang dalam bentuk Pokir? “Tadi berdasarkan hasil kita diskusi, bahwa dana hibah yang dalam bentuk pokok pikiran itu juga yang menentukan anggarannya adalah eksekutif. Sehingga dana hibah itu, dalam bentuk pokok pikiran itu juga sudah disetujui, dievaluasi oleh eksekutif,” terangnya.
Karena itu, tandas Djarot, apa yang dijalankan pimpinan dan anggota DPRD Jatim pada dasarnya merupakan pelaksanaan hak konstitusional di bidang anggaran, legislasi, pengawasan, dan fungsi representasi.
“Yang pelaksanaannya juga dikoordinasikan dengan gubernur dan wakil gubernur dengan seluruh pimpinan DPRD, dan pimpinan seluruh fraksi dari seluruh partai politik yang ada di DPRD Jatim,” ucapnya.
Bahwa kemudian terjadi kasus korupsi hibah, Djarot menyebut ini merupakan dampak negatif dari sistem Pemilu proporsional terbuka. Dimana, semua anggota dewan, fraksi, kemudian mengalokasikan dana hibah dalam bentuk Pokir dalam kegiatan atau program-program populis di Dapilnya atau di wilayah Jatim.
“Di dalam implementasinya inilah yang banyak menimbulkan persoalan, termasuk juga dana hibah yang dikelola oleh Pemprov Jatim,” kata Djarot.
Sedangkan terkait pengunduran Kusnadi, kata Djarot, DPP PDIP memberikan apresiasi. “Pengunduran Pak Kusnadi dari jabatannya sebagai Ketua DPD PDIP kami apresiasi, karena Pak Kusnadi tidak ingin menganggu proses konsolidasi dalam rangka Pileg dan Pilpres,” katanya.
Sebelumnya, Kusnadi yang juga Ketua DPRD Jatim sudah dua kali diperiksa KPK. Pertama, pada Rabu (25/1/2023) di Gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim bersama sejumlah Kepala OPD Pemprov Jatim, termasuk Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas PU Sumber Daya Air Jatim, Muhammad Isa Anshori.
Kedua, diperiksa KPK di Polda Jatim, Rabu (1/2/2023), bersama tujuh saksi lainnya, enam di antaranya ketua fraksi di DPRD Jatim, yakni Sri Untari (PDIP), Fauzan Fuadi (PKB), Muhammad Fawait (Gerindra), Blegur Prijanggono (Golkar), Suyatni Priasmoro (Nasdem), Heri Romadhon (PAN).{*}
» Baca terkait Suap Hibah DPRD Jatim