Liponsos Over Kapasitas, Kewalahan, Dinsos Surabaya Kirim 200 ODGJ ke Luar Jatim
KEWALAHAN: Anna Fajriatin, kirim ratusan ODJG penghuni Liponsos Keputih ke luar Jatim. | Foto: Barometerjatim/IST
SURABAYA, Barometerjatim.com Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Keputih Surabaya over kapasitas. Solusinya? Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya berkolaborasi dengan pemerintah pusat, mengirim 200 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan disabilitas ke berbagai balai rehabilitasi Kemensos di luar Jatim.
Kepala Dinsos Surabaya, Anna Fajriatin menuturkan, sebelum ratusan ODGJ dan disabilitas itu dikirim ke balai-balai yang ada di luar Jawa Timur, Liponsos Keputih dihuni 900 ODGJ. Jumlah ini over kapasitas dan membuat pendamping ODGJ kewalahan.
"Dengan kuota sebanyak itu, kemudian kami mencoba mereferalkan (mengirim) atau berkomunikasi dengan Kemensos. Setelah kami sampaikan, alhamdulillah mulai kemarin itu ada seleksi, ODGJ mana saja yang bisa dibawa untuk direhab ke tempat lain," katanya, Kamis (3/2/2022).
Anna menjelaskan, seorang ODGJ juga harus punya hidup yang layak, seperti halnya manusia normal. Maka dari itu, Pemkot Surabaya tidak bisa tinggal diam membiarkan kapasitas Liponsos yang kian penuh."Adanya keterbatasan ini, kita tidak bisa tinggal diam. Karena mereka (ODGJ) juga punya hak untuk hidup lebih baik. Kalau terlalu banyak kita tidak maksimal, karena pendamping kita juga terbatas," ujarnya.
Anna juga memastikan pemindahan ODGJ ini tidak asal. Sebelum berangkat, Dinsos Surabaya melakukan berbagai seleksi. Mulai tes kesehatan, swab dan masih banyak seleksi lainnya. Seleksi ini dilakukan oleh masing-masing pimpinan balai rehabilitasi yang ada di luar Jatim.
Bagaimana dengan ODGJ yang menderita penyakit atau gejala kesehatan tertentu? Anna menjelaskan, pihaknya akan merawat ODGJ itu sampai sembuh di RS Jiwa Menur Surabaya. Setelah sembuh, kemudian diberikan pendampingan.
"Ini yang kami referalkan sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan oleh masing-masing perwakilan balai. Jadi tidak semua, kita sendirikan di barak A, B dan C, yang kondisinya paling parah tidak kami kirim. Kami khawatir berontak dalam perjalanan," jelasnya.Mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya itu merinci, ada beberapa balai Kemensos yang menampung ODGJ dan disabilitas referal dari Liponsos Keputih Surabaya.
Di antaranya balai rehabilitasi Prof Dr Soeharso, Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilita Temanggung, kemudian di balai rehabilitasi di Bogor, Sukabumi, Magelang, Bandung, dan masih banyak lainnya.
Tepis Liponsos Keputih Kumuh
Di 2021, lanjut Anna, total ada 100 ODGJ dan disabilitas yang dikirim ke berbagai balai penampungan milik Kemensos. Kini sudah ada 26 orang ODGJ dan disabilitas yang dikembalikan ke Liponsos Keputih.
"Kita tetap berkoordinasi dan komunikasi dengan teman-teman balai itu. Pengirimannya kami lakukan bertahap sejak kemarin, nanti malam juga besok (4/2/2022). Jadi menyesuaikan kendaraannya yang disiapkan dari masing-masing balai," urainya.
Agar output memberikan pelayanan maksimal terhadap ODGJ dan disabilitas, dia akan terus berkomunikasi dengan balai yang dimiliki Kemensos. Karena menurutnya, ini adalah tanggung jawab negara memberikan pelayanan yang terbaik untuk ODGJ dan disabilitas.
"Bayangkan, di Liponsos itu ada 800-900 ODGJ. Kemudian pendampingnya hanya ada 20 orang, artinya pola ini kurang maksimal. Alhamdulillah kami diberi kemudahan, balai yang di Solo mengambil 50 orang, Bogor mengambil 20. Karena seharusnya 1:10, maksimal satu orang mendampingi enam orang ODGJ," imbuhnya.Anna juga menepis pengiriman ODGJ dan disabilitas karena kondisi di Liponsos Keputih yang kumuh, tetapi agar pelayanan lebih maksimal untuk para ODGJ dan disabilitas.
"Sekarang jauh lebih bersih kondisinya, bahkan kami lakukan pendampingan sangat baik. Kita suruh mandi, kita bersihkan tempatnya, yang sakit kita obati sampai sembuh, kita mencoba semaksimal mungkin melayani mereka. Karena mereka juga manusia biasa seperti kita," pungkasnya.
» Baca berita terkait Pemkot Surabaya. Baca juga tulisan terukur lainnya Moch Andriansyah.