Beda dengan MUI Pusat, MUI Jatim Sebut AstraZeneca Halal

BEDA DENGAN MUI PUSAT: MUI Jatim, vaksin AstraZeneca tidak haram dan boleh digunakan. | Foto: Barometerjatim.com/ALESSANDRA
SURABAYA, Barometerjatim.com Beda dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, MUI Jatim menegaskan bahwa vaksin AstraZeneca buatan Inggris yang juga diproduksi di Korea Selatan itu halal, dan meminta masyarakat tak ragu untuk menggunakannya demi mencegah penyebaran Covid-19.
Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Makruf Chozin menuturkan, memang dari data yang diterima pihaknya baik dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, pengkaji, kedokteran, dan lain sebagainya ada perbedaan.
"Ada yang langsung mengatakan tripsinnya itu menggunakan benda yang diharamkan (babi), tapi menurut pakar yang lain mengatakan tidak ada. Artinya tidak sampai bersentuhan, hanya untuk membiakkan saja, menyuburkan saja," katanya saat konferensi pers di kantor MUI Jatim, Surabaya, Senin (22/3/2021).
Tetapi, lanjut Kiai Makruf, apapun pendapat pakar atau ulama di bidang ini, bagi MUI Jatim di kalangan fikih Islam bisa ditemukan dalam satu titik sudut pandang: Ketika ada benda haram kemudian mengalami perubahan pada status yang lain, maka menjadi suci dan halal."Memang, pimpinan kita di MUI pusat masih berpedoman selama masih bersentuhan dengan benda najis ini tetap dikategorikan najis. Itu dalam satu pendapat kalangan ulama mazhab Syafi'iyah," katanya.
Sedangkan dalam kalangan mazhab Hanafi, lanjut Makruf, andaikan masih terjadi persentuhan tetapi karena beralih fungsi maka tidak najis lagi alias halal.
Dia menganalogikan dari anggur menjadi khomer alias minuman keras kemudian menjadi cuka. Awalnya suci, lalu menjadi najis, dan menjadi suci lagi."Maka analogi kami dari MUI Jatim, awalnya virus itu barang suci. Kemudian ada tripsin kecampuran dengan benda najis, setelah ini diangkat lalu kemudian menjadi vaksin, maka menjadi halal lagi, suci lagi, maka kita tidak perlu ragu," paparnya.
Apakah keputusan MUI Jatim ini sejalan dengan MUI pusat? "Sejalan dengan MUI pusat pada kesimpulan akhir, sama-sama boleh," ucap Kiai Makruf.
"Hanya saja, menurut MUI pusat bolehnya karena darurat. Bagi MUI Jatim bukan karena darurat, ya karena memang tidak sampai menjadi najis dan memang diperbolehkan," tandasnya.
Kiai Makruf membandingkan dengam vaksin meningitis, yang tidak tidak dipermasalahkan calon jamaah haji dan umroh. Mereka tetap menerima dan menjalankan ibadah, padahal ketika ke Tanah Suci daruratnya tidak sama seperti kedaruratan di masa pandemi Covid-19.Hari ini, lanjut tambah Kiai Makruf, Ketua Umum MUI Jatim, KH Hasan Mutawakkil Alallah juga sudah menerima suntik vaksin AstraZeneca di Juanda saat bertemu Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin serta disaksikan beberapa kiai lainnya.
"Sekali lagi, para kiai, para ulama kita ini menyatakan tidak ada masalah, halal dan suci," tandasnya.
Sejalan dengan PWNU Jatim
SUCI DAN HALAL: MUI Jatim, benda haram mengalami perubahan pada status yang lain menjadi suci dan halal. | Foto: Barometerjatim.com/ALESSANDRA SUCI DAN HALAL: MUI Jatim, benda haram alami perubahan pada status yang lain jadi suci dan halal. | Foto: Barometerjatim.com/ALESSANDRA
Pernyataan MUI Jatim itu berbeda dengan fatwa MUI pusat, yang sebelumnya menyatakan vaksin AstraZeneca haram karena memanfaatkan tripsin babi dalam proses pembuatannya, meski tetap boleh digunakan karena kondisi darurat.
"Vaksin produk AstraZeneca ini hukumnya haram, karena dalam tahapan proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi," kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorum Ni'am Sholeh dalam konferensi pers, Jumat (19/3/2021).
Keputusan MUI menetapkan vaksin AstraZeneca haram berdasarkan hasil rapat komisi fatwa. Dalam rapat tersebut, MUI mendengarkan penjelasan dari pemerintah, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta PT Bio Farma.
Meski menyatakan haram, MUI membolehkan penggunaan AstraZeneca karena lima alasan. Pertama, saat ini Indonesia menghadapi pandemi Covid-19. Kedua, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya bahwa terdapat bahaya atau risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi Covid-19.Ketiga, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.
Keempat, ada jaminan keamanan penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca oleh pemerintah. Kelima, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun tingkat global.
Beda dengan MUI pusat, MUI Jatim sejalan dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim melalui Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) yang memutuskan hukum vaksin AstraZeneca halal dan suci, kendati ada unsur babi dalam proses pembuatannya karena sudah terjadi peralihan wujud atau istihalah.
"Istihalah itu artinya beralih wujud. Barang najis itu kalau sudah beralih wujud maka tidak menjadi najis, tidak menjadi haram lagi, terang Ketua PWNU Jatim, KH Marzuki Mustamar usai acara seminar nasional tentang Syaikhona Kholil di Surabaya, Sabtu (20/3/2021).Bahkan, Selasa (23/3/2021) besok, sekitar 100 pengurus NU Jatim akan menerima vaksinasi jenis AstraZeneca di kantor PWNU Jatim, Jalan Masjid Al Akbar, Surabaya.
Iya, itu (vaksinasi) yang kedua untuk kiai-kiai yang di atas umur 60 tahun, ujar Katib Syuriah PWNU Jatim, KH Syafruddin Syarif.
» Baca Berita Terkait Vaksinasi Covid-19