Evaluasi Publik Kinerja 100 Hari Gubernur di Jawa: Khofifah Kalah Jauh dari Dedi Mulyadi!

SURABAYA | Barometer Jatim – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi hari-hari ini menjadi perhatian publik, terutama warganet yang tak henti-henti membandingkan kinerja keduanya.
Jika melihat komentar netizen, tone positif lebih banyak diberikan ke Gubernur Jawa Barat yang akrab disapa KDM (Kang Dedi Mulyadi) tersebut ketimbang Khofifah. Lantas, bagaimana dengan temuan survei? Kinerja siapa yang paling banyak memuaskan warganya?
Indikator Politik Indonesia menggelar survei terkait evaluasi publik atas kinerja 100 hari gubernur di Pulau Jawa, yang dilakukan secara tatap muka di enam provinsi -- Banten, Jakarta, Jabar, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jatim -- pada 12-19 Mei 2025. Hasilnya, KDM unggul jauh, tak terkecuali dengan Khofifah.
Dari survei Indikator, total 95% warga Jabar mengaku sangat puas dan cukup puas dengan kinerja KDM. Bahkan yang menarik, khusus yang menjawab sangat puas padahal ini jarang terjadi, justru di Jabar tinggi sekali mencapai 41%.
“Ini mengingatkan saya pada tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi di NTT, yang sangat puas lebih tinggi ketimbang yang mengatakan cukup puas,” kata Founder & Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat paparan hasil surveinya via zoom, Rabu (28/5/2025).
Sedangkan warga Jatim yang sangat puas dan cukup puas dengan kinerja Khofifah sebesar 76%. Khusus yang sangat puas hanya 14%, jauh dibandingkan dengan KDM yang mencapai 41%.
“Jadi ada variasi di situ, tetapi yang paling tinggi memang kepuasan terhadap Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jabar,” ucap Burhanuddin.
PAPARAN SURVEI: Burhanuddin Muhtadi, paparkan hasil survei Indikator Politik Indonesia. | Foto: Indikator
Apakah kepuasan publik tersebut murni karena faktor teknokratik atau ada faktor yang lain?
Menurut Burhanuddin, dalam banyak studi yang dilakukan, tingkat kepuasan pada pemimpin di Indonesia menunjukkan tidak semata-mata faktor teknokratik. Bukan faktor kinerja semata, tapi juga banyak sumbangan dari faktor emosi atau afeksi.
“Persepsi itu tidak semata-mata dibentuk oleh keberhasilan bagi seorang pemimpin untuk menyelesaikan agenda teknokratik, tapi juga persepsi bahwa pemimpin tersebut betul-betul dianggap bekerja oleh rakyat,” terangnya.
“Jadi jangan buru-buru mengambil kesimpulan, bahwa faktor kinerjalah yang paling menyumbang, enggak. Data menunjukkan ada banyak variabel, termasuk juga sosialisasi kebijakan,” tandas Burhanuddin.
Secara keseluruhan, kepuasan kinerja gubernur dan wakil gubernur, KDM memang sangat tinggi. Bahkan njomplang jika dibandingkan dengan Wagubnya, Erwan Setiawan yang mendapat kepuasan dari warganya 61,3%.
Beda dengan di Jatim yang relatif seimbang. Kepuasan terhadap kinerja Khofifah 75,3%, sedangkan Wagubnya, Emil Elestianto Dardak mendapat 71,7%.
"Overall memang Dedi Mulyadi sangat tinggi. Itu yang menjelaskan mengapa teman-teman di media sering kali menggelar talk show atau liputan tentang KDM, jadi ratingnya tinggi memang dan itu yang membedakan dengan banyak gubernur di tempat lain,” kata Burhanuddin.
Sedangkan Khofifah yang mendapat 75%, terangnya, sudah cukup tinggi dan potensi lebih tinggi lagi kalau memanfaatkan media sosial. “Media sosial Mbak Khofifah relatif agak kurang maksimal,” katanya.
Melihat hasil tersebut, perlukah gubernur lainnya mengejar level KDM yang begitu tinggi?
“Menurut saya perlu ya buat gubernur, bukan hanya di Jatim tapi di seluruh Indonesia, termasuk bupati dan wali kota untuk meningkatkan speed-nya,” kata Burhanuddin.
Terutama meningkatkan awareness terhadap kebijakan yang diambil, supaya warganya tahu apa yang sedang dikerjakan pemimpinnya. Ini penting, karena dalam demokrasi bukan semata-mata faktor teknokratik itu sendiri tapi juga sosialisasi atas kebijakan teknokratik.
"Ini berbeda dengan rezim nondemokrasi dimana publik dianggap tidak terlalu penting, dalam demokrasi publik penting diminta pertanggungjawaban sekaligus masukannya," jelas Burhanuddin.
Survei Indikator Politik Indonesia menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini jumlah sampel di Jakarta sebanyak 500 responden, Jabar, Jateng dan Jatim masing-masing 600 responden, DIY dan Banten masing-masing 400 responden.
Dengan asumsi metode simple random sampling, jumlah sampel sebanyak 400 memiliki toleransi kesalahan (margin of error) lebih kurang 5%, 500 (4,5%) dan 600 (4,1%), masing-masing pada tingkat kepercayaan 95%. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih.{*}
| Baca berita Survei. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur