Jangan Cemas Bank Dilikuidasi, Uang Nasabah Tak Lenyap

Reporter : barometerjatim.com -
Jangan Cemas Bank Dilikuidasi, Uang Nasabah Tak Lenyap

PENYULUHAN LPS: Sekertaris LPS, Samsu Adinugroho memberikan penyuluhan kepada petambak dan nelayan di Sedati, Sidoarjo, Kamis (30/11). | Foto: Barometerjatim.com/NATHA LINTANG

LPS menjadi garansi uang nasabah di bank yang terlikuidasi. Sejak 12 tahun beroperasi, lembaga independen ini sudah mengucurkan Rp 1,2 triliun.

HINGGA kini tercatat sekitar 165-an bank terlikuidasi, baik itu bank umum maupun BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Kondisi ini memberi dampak ketakutan masyarakat terhadap sistem pengelolaan keuangan. Ditambah lagi menjamurnya kasus investasi bodong.

Namun kehadiran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjadi jawaban atas ketakutan masyarakat, karena lembaga independen ini menjamin simpanan maupun investasi di bank tidak akan hilang meski bank tersebut terlikuidasi.

Kita sudah bayar Rp 1,2 triliun selama 12 tahun beroperasi, karena ada sekitar 80-an bank yang kita likuidasi, terang Sekertaris LPS, Samsu Adinugroho dalam seminar Meningkatkan Literasi Keungan Petambak dan Nelayan tentang Sistem Penjamin Simpanan, Kamis (30/11).

Baca: Perbaiki Sektor Pertanian Jatim, Kadin Gandeng Belanda

Seminar hasil kerjasama dengan Lembaga Analisa Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik (Lanskap) Indonesia di Aula Kecamatan Sedati, Sidoarjo itu juga dihadiri anggota Komisi XI DPR RI, Indah Kurnia.

Di 2017 juga ada sekitar 83 atau 85 bank yang likuidasi. Tapi sudah enggak bermasalah karena sudah tutup, sambung Adi, sapaan Samsu Adinugroho.

Karena kondisi ini, akhirnya banyak masyarakat yang ogah menyimpan uangnya di bank. Terlebih, dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid makin mempertajam ketakutan masyarakat yang umumnya unbanked.

Baca: Tarif APBS Diterapkan, INSA Desak Uang Rambu Dihapus

Dengan adanya penyuluhan ini, LPS juga berharap, masyarakat pinggiran, khususnya petambak dan nelayan makin sadar dan paham tentang perbankan. Apalagi ada fenomena orang-orang ngasih tawaran yang tidak jelas seperti investasi bodong.

Selain itu, lanjutnya, banyak juga masyarakat umum yang takut karena adanya persepsi bahwa: Wah di bank nanti prosesnya berbelit-belit. Takut kalau banknya bangkrut bagaimana?

Sebetulmya kalau kita mau lihat lebih dalam, di rumah itu justru lebih was-was. Kalau di bank ada orang lain menjaga uang kita, kemudian kalau banknya bangkrut ada LPS yang akan menjamin, terangnya.

Baca: Intiland Tawarkan Konsep Properti Masa Depan

Kembali Adi menegaskan, bahwa LPS menjamin uang yang disimpan di bank tidak akan hilang saat bank terlikuidasi. Uang akan dikembalikan maksimal sampai Rp 2 miliar. Misalkan uangnya Rp 3 miliar, akan dikembalikan Rp 2 miliar, sisanya dibayar setelah aset bank terjual.

Jadi ini program pemerintah untuk menjamin masyarakat menyimpan uangnya di bank. Kalau bangkrut uang pasti akan kembali, sambungnya.

Tren Keuangan Inklusif

Sementara Indah Kurnia menjelaskan soal latar belakang istilah financial inclusion atau keuangan inklusif yang menjadi tren pasca-krisis 2008, terutama didasari dampak krisis kepada kelompok in the bottom of the pyramid.

Masyarakat berpendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran yang umumnya unbanked, tercatat sangat tinggi di luar negara maju, seperti Indonesia, paparnya.

Dia melanjutkan, Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlunya peningkatan akses keuangan bagi kelompok ini yang dipertegas pada Toronto Summit 2010 dengan dikeluarkannya 9 Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman pengembangan keuangan inklusif.

Baca: Belajar dari Jatim, Pemerintah Harus Perhatikan UMKM

Prinsip tersebut adalah leadership, diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, knowledge, proportionality dan framework. Sejak itu banyak fora-fora internasional yang memfokuskan kegiatannya pada keuangan inklusif.

Seperti CGAP, World Bank, APEC, Asian Development Bank (ADB), Alliance for Financial Inclusion (AFI), termasuk standard body seperti BIS dan Financial Action Task Force (FATF), termasuk negara berkembang dan Indonesia, sambungnya.

Menurut politikus PDIP itu, keuangan inklusif mampu memberikan banyak manfaat seperti meningkatkan efisiensi ekonomi, mendukung stabilitas sistem keuangan dan sebagainya.

Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan, tandasnya.

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.
Tag