Di Madura, Bandar Suara Sekalipun Taat pada Kiai

-
Di Madura, Bandar Suara Sekalipun Taat pada Kiai
PENGAWASAN EKSTRA: Surokim Abdussalam, Pemilu di Madura dibutuhkan banyak lembaga pengawas, termasuk pengawas ekstra ordinary secara masif dan menjangkau semua kawasan termasuk wilayah kepulauan. | Foto: Ist SURABAYA, Barometerjatim.com Dalam dua kali Pilgub Jatim (2008 dan 2013), Madura menjadi 'wilayah merah' karena diwarnai kecurangan luar biasa: Terstruktur, masif dan sistemik. Terbukti, di Pilgub Jatim 2008, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Mahfud MD kala itu sampai memerintahkan KPU Jatim agar menggelar pemilihan ulang di Bangkalan dan Sampang, serta penghitungan ulang di Pamekasan. Pun demikian ketika Pilpres 2014. Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya terpilih dan dilantik menjadi presiden ke-7 RI, kalah telak di hampir seluruh wilayah Madura. Baca: Dulu Wilayah Karsa, Kini Madura Lebih Ramah buat Khofifah Bagi peneliti Surabaya Survey Center (SSC), Surokim Abdussalam situasi ini harus diwaspadai karena bisa jadi linier dengan Pilgub Jatim 2018. "Dalam beberapa kali gelaran Pemilu, fenomena perolehan suara 100 persen itu tidak aneh di Madura. Bahkan saksi pun bisa jadi tidak memilih partai atau kandidat yang didukung," katanya pada wartawan, Sabtu (12/8). Menurut Surokim, untuk meminimalisasi potensi kecurangan hasil Pemilu, termasuk Pilgub Jatim 2018 nanti, perlu ada pengawasan extra ordinary secara masif di Madura. "Khusus Pemilu di Madura, dibutuhkan banyak lembaga pengawas, termasuk pengawas ekstra ordinary secara masif dan menjangkau semua kawasan termasuk wilayah kepulauan," imbaunya. Baca: Soal Dukungan, Khofifah: Nggak Usah Direkayasa, Alami Saja Dosen Ilmu Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo, Madura itu menegaskan, dalam pengawasan ekstra itu, perlu juga melibatkan aparat keamanan. Mengingat, selama ini masyarakat memiliki respek yang tinggi terhadap pihak keamanan, khususnya dari TNI. Surokim juga menyebut, secara kultural, pemilih tradisional di Madura sangat patuh pada patronnya, khusunya para kiai. Mereka ini memiliki pengaruh kuat dan sangat ditaati semua kelompok, tanpa terkecuali para 'bandar' suara. "Simpul operator sebenarnya ada di elite-elite pemimpin lokal, khususnya di desa," ucapnya. Jaga Harga Diri Karakter masyarakat Madura, tambah Surokim, sangat menjaga harga diri. Maka jika ada penegakan hukum serius sebagaimana dilakukan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) hal itu bisa menjadi shock theraphy. Selain itu, juga bisa meminimalisasi kecurangan di level desa, kecamatan dan KPUD. "Secara kultur memang agak sulit menghapus praktik ini. Butuh extra policy dan extra body untuk meminimalisasi kuasa dominan elite lokal ini," paparnya. "Nah, melalui berbagai upaya pengawasan dan edukasi politik, diharapkan akan terjadi perbaikan dari dalam diri masyarakat mengenai perlunya Pemilu demokratis sesuai dengan aspirasi masyarakat," tuntasnya.
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.