Simak! Eri Cahyadi Ungkap Mengapa Tak Bangun MRT untuk Urai Macet di Surabaya
SURABAYA | Barometer Jatim – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengungkap mengapa dirinya tak membangun Mass Rapid Transit (MRT) untuk mengurai kemacetan di Kota Pahlawan.
Menurutnya, seperti disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVII Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) 2024 di Balikpapan, Kalimantan Timur, 1-6 Juni 2024, biayanya mahal mencapai Rp 2,3 triliun per kilometer.
"MRT itu satu kilometernya Rp 2,3 triliun. Kalau APBD Surabaya (bangun MRT) 5 Km doang habis (APBD), tidak ada dana (pengentasan) kemiskinan. Karena itulah kenapa orang-orang selalu bertanya kok tidak dibangun, karena tidak mungkin," bebernya, Sabtu (8/6/2024).
Ya, itulah mengapa Eri yang juga Ketua Dewan Pengurus Apeksi tidak ingin membangun MRT sebagai solusi mengatasi kemacetan di Surabaya. Selain tidak tersedianya lahan, untuk membangun MRT juga membutuhkan biaya yang besar.
"Saya berpikirnya adalah lahan tidak ada, dan kedua adalah harganya. Saya tidak akan mengorbankan Surabaya untuk popularitas demi MRT," tegasnya.
RAKERNAS: Eri Cahyadi bersama para wali kota saat Rakernas Apeksi di Balikpapan. | Foto: Barometerjatim.com/HPS
Namun demikian, katanya, ada opsi penggunaan Autonomous Rapid Transit (ART) sebagai solusi mengatasi masalah transportasi. Selain pembangunannya lebih mudah, biaya ART juga lebih murah dibandingkan dengan MRT dan LRT (Light Rail Transit).
"Kalau LRT ketemunya itu Rp 800 miliar per kilometer. Tapi ternyata, ada ART, itu seperti MRT tapi pakai magnet. Nah ternyata harganya Rp 500-600 miliar per 7 kilometer, saya langsung menyampaikan ke Kementerian Perhubungan," bebernya.
Menurut Eri, transportasi ART ini pertama kali akan diterapkan di Ibu Kota Nusantara (IKN). Untuk itu, dia berharap, transportasi ART juga bisa diterapkan di Kota Pahlawan.
"Jadi (ART) ini akan diterapkan di IKN, insyaallah Surabaya kedua. Kita sudah hubungi Pak Menhub, saya ingin minta konsep beliau, nanti kita lakukan FS (Feasibility Study) di Surabaya. Semoga (pembangunan) di 2025 atau 2026 sudah jalan," ucapnya.
Sebelumya, saat membuka Rakernas XVII Apeksi, Jokowi mengingatkan saat ini sudah banyak kota di Indonesia mengalami kemacetan. Di antaranya Balikpapan, Surabaya, Bandung, maupun Medan.
Karena itu, rencana kota mengenai trasportasi massal harus disiapkan. Terlebih pada 2045 sekitar 70 persen penduduk Indonesia akan ada di perkotaan dan 80 persen penduduk dunia ada di perkotaan pada 2050.
“Kalau kita bayangannya selalu Subway, MRT, LRT, itu biayanya gede banget, mahal. Saya sampai hafal. Waktu MRT Jakarta dibangun pertama, itu per kilometer MRT yang bawah tanah itu Rp 1,1 triliun per kilometer. Sekarang sudah Rp 2,3 T per kilometer,” katanya.
Jokowi bahkan menantang kalau ada wali kota yang berani membangun dengan anggaran sebesar itu. “Tolong tunjuk jari, kota mana yang siap MRT dengan APBD-nya Rp 1 kilometer Rp 2,3 triliun,” ucapnya.
Kalau LRT yang kita bangun sendiri di Jakarta dengan gerbong yang dibuat di INKA (PT Industri Kereta Api), lanjutnya, kurang lebih Rp 600 miliar per kilometer.
“Siapa yang sanggup? Ada kota yang APBD-nya sanggup? Tunjuk jari, saya beri sepeda?” tantangnya lagi setengah berseloroh. “Enggak ada yang mampu, apalagi kereta cepat. Kereta cepat itu justru lebih murah dari Subway, Rp 700 miliar per kilometer-nya,” ujarnya.
Solusinya? “Sekarang ada barang baru yang namanya ART, Autonomous Rapid Transit. Tidak pakai rel tapi magnet, bisa 3 gerbong, 2 atau 1. Yang ini jauh lebih murah,” katanya.
“Nanti kalau APBD-ya memiliki kemampuan, tolong berhubungan dengan Pak Menteri Perhubungan. Bisa fifty-fifty, APBD 50% APBN 50% misalnya. Karena kalau tidak, 10-20 tahun yang akan datang semua kota akan macet,” imbuh Jokowi.{*}
| Baca berita Pemkot Surabaya. Baca tulisan terukur Andriansyah | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur