Revisi Perda Reklame, DPRD Surabaya Sebut untuk Jaga Estetika Kota dan Cegah Kebocoran PAD
SURABAYA, Barometer Jatim – Transformasi penyelenggaraan reklame dari konvensional (bilboard, bando) menuju digital (videotron, megatron) siap diterapkan di Surabaya guna menghindari kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketua Pansus Revisi Perda No 5 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Reklame DPRD Surabaya, Arif Fathoni mengatakan Perwali No 21 Tahun 2010 tentang reklame sudah tidak relevan lagi dan tidak sesuai dengan Perda 5/2019.
"Perda 5/2019 sampai saat ini belum ada Perwalinya, sehingga masih menggunakan Perwali lama tahun 2010. Jadi ada pemilik advertising yang naruh reklame di bibir sungai, tapi karena tidak diatur oleh Perwali semua terkesan bebas," kata Fathoni, Kamis (16/2/2023).
Karena itu, pihaknya berharap dengan adanya Pansus revisi Perda 5/2019 ini maka penyelenggaraan reklame di Kota Pahlawan akan lebih sempurna.
"Kami berharap ini bisa disempurnakan, sehingga estetika Kota Surabaya bisa dijaga dan pendapatan daerah dari sektor reklame bisa naik," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, dalam Pansus ini juga mengatur tentang penataan kawasan yang diperbolehkan maupun tidak, khususnya untuk penyelenggaraan reklame secara konvensional seperti bilboard, bando, dan lainnya.
"Jadi, mengatur kawasan yang tidak memperbolehkan penyelenggaraan reklame konvensional. Artinya, kawasan tersebut hanya menggunakan reklame digital yakni videotron maupun megatron," kata Fathoni.
Bikin Mudah Diawasi
Tidak hanya itu, kata Fathoni, Pansus juga mengatur tentang kawasan yang diperbolehkan hanya untuk reklame konvensional dan juga mengatur kawasan-kawasan yang tidak boleh ada reklame sama sekali baik, yang konvensional maupun digital.
Kemudian, dalam revisi Perda ini nantinya juga mengatur adanya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mengelola penyelenggaraan reklame.
"Jadi, bukan membuat BUMD baru yang mengelola penyelenggaraan reklame. Tetapi, ada peran serta BUMD yang ada untuk mengatur dan mengelola penyelenggaraan reklame yang khusus untuk megatron atau videotron," katanya.
Fathoni mencontohkan ada satu titik megatron yang dimiliki oleh pemerintah kota, titik tersebut dikuasai oleh BUMD, sehingga para biro reklame ini menyewa melalui BUMD tersebut. Tentunya hal ini bisa meminimalisir kebocoran PAD.
Kemudian, lanjutnya, penyelenggaraannya juga menggunakan teknologi dengan menciptakan e-reklame yang bisa dengan mudah diawasi.
"Jadi, masyarakat juga bisa melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan reklame-reklame yang tidak sesuai melalui e-reklame," katanya.{*}
» Baca berita terkait DPRD Surabaya. Baca tulisan terukur Andriansyah.