Surabaya Disebut Kota Termacet di Indonesia, Dishub-Pakar Tepis Riset INRIX

TERMACET DI INDONESIA?: Lalu lintas di salah satu jalan di Surabaya pasa sore hari. | Foto: Barometerjatim.com/ROY HS
SURABAYA, Barometerjatim.com Bukan Jakarta, tapi Surabaya. Lembaga riset dan perusahaan transportasi yang berbasis di Inggris, INRIX, lewat penelitiannya bertajuk Global Traffic Scorecard 2021 menahbiskan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia pada 2021.
Surabaya menempati posisi pertama kota termacet di Indonesia sekaligus nomor 41 termacet di dunia. Padahal di 2020 dari penelitian lembaga yang sama, Kota Pahlawan masih menempati posisi 361.
Namun Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya, Tundjung Iswandaru menepis dan menyebut hasil riset tersebut tak sesuai kenyataan. Menurutnya, berdasarkan data Dishub, lalu lintas di Surabaya saat ini justru dinyatakan cukup baik atau relatif lancar.
Ditandai dengan survei dan data kami bahwa vc ratio di Surabaya cukup bagus, yaitu 0,6 berarti masih kondisi yang cukup bagus. Artinya, kendaraan yang melewati jalan tersebut masih bisa ditampung, katanya, Jumat (14/1/2022).Sedangkan untuk kecepatan rata-rata atau kecepatan antarkendaraan berada di angka 40 sampai 41. Kemudian, terkait adanya 63 jam atau waktu kehilangan akibat kemacetan, Tundjung menguraikan apabila dibagi menjadi 360 hari, maka sekitar 10 saja menit waktu yang terbuang di setiap kemacetan.
Tundjung mengaku tidak mengetahui indikator apa saja yang digunakan INRIX dengan menjadikan Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. Sebab, bila dilihat pada situasi dan kondisi, Surabaya hanya menunjukkan kemacetan pada pagi dan sore hari.
Saya tidak tahu yang menjadi dasar apa Surabaya menjadi kota termacet, mereka dihubungi juga tidak bisa. Tapi di situ ditulis bahwa membandingkan jam sibuk dengan jam tidak sibuk, memang ada waktu yang terbuang, tetapi mereka tidak berbicara soal waktu yang ditempuh, ucapnya.Karena itu, lanjut Tundjung, sebagai upaya untuk menekan angka kemacetan di Surabaya, pihaknya akan memperbanyak moda transportasi seperti angkutan massal. Bahkan di 2022 ini pihaknya akan mengembangkan feeder.
Kita juga ada Suroboyo Bus hingga BTS Trans Semanggi Suroboyo, tahun ini juga ada rencana pengadaan feeder sebanyak 36 unit. Mungkin kita menggunakan mobil yang cukup bagus, tapi disesuaikan dengan lebar jalan yang ada, jelasnya.
Melihat Travel Time
TEPIS INRIX: Dishub menepis hasil riset INREX Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. | Foto: Barometerjatim.com/IST TEPIS INRIX: Dishub menepis hasil riset INREX Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. | Foto: Barometerjatim.com/IST
Pakar Laboratorium Transportasi Institut Teknologi Sepuluh (ITS) Nopember Surabaya, Hera Widyawati juga mempertanyakan hasil penelitian INRIX. Pihaknya juga tidak bisa menghubungi perusahaan analisis data lalu lintas tersebut.
Perhitungannya adalah selisih gate (gerbang) antara pada waktu macet dan tidak macet. Jadi kalau macetnya pendek, maka gate-nya banyak, kalau melihat dari itu akan susah, jelas dia.
Padahal, menurut Hera, kemacetan yang terjadi di Surabaya adalah pada waktu tertentu, serta pada beberapa akses keluar masuk kendaraan di Kota Pahlawan. Indikator lainnya adalah menggunakan GPS anonim.
Dulu kami memiliki ide, bahwa untuk melihat suatu kepadatan jalan adalah menggunakan big data yang diambil dari mobile atau dari provider. Kemudian yang tidak bisa terdeteksi adalah jenis kendaraan, ujarnya.Sebagai pengamat sekaligus pengguna jalan, dia menyampaikan, bahwa arus lalu lintas Surabaya masih bisa terjangkau. Maka, menurutnya alangkah lebih bijak bila melihat sebuah kemacetan adalah berdasarkan travel time.
Kalau kita mau melihat suatu kemacetan, satu jalan saja itu mungkin akan berbeda dengan kalau kita melihat beberapa jalan. Jadi mungkin akan lebih bijak kalau kita melihat travel time, paparnya.
Data Anomali GPS
SURABAYA TERMACET: Hasil penelitian INREX sebut Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. | Data: Inrix SURABAYA KOTA TERMACET: Hasil penelitian INRIX menyebut Surabaya sebagai kota termacet di Indonesia. | Data: Inrix
Sebelumnya, INRIX dalam risetnya menyebut kemacetan di Surabaya menyebabkan 62 jam waktu pengguna jalan terbuang sia-sia dalam setahun. Asumsi dalam setahun terdiri dari 365 hari, maka dalam sehari kemacetan di Surabaya menyebabkan pengguna jalan kehilangan waktu 10 menit.
Jumlah waktu terbuang akibat kemacetan di Surabaya pada 2021, papar INRIX, juga meningkat 72 persen. Kondisi itu menjadi anomali dibanding empat kota lainnya di Indonesia --Jakarta, Denpasar, Malang, dan Bogor -- dalam risetnya yang semuanya mencatatkan penurunan.
Menurut INRIX, untuk mencapai 1 mil atau 1,6 kilometer di tengah kota, pengguna jalan di Kota Pahlawan membutuhkan kecepatan lebih tinggi dibanding pengguna jalan di kota lain. Kecepatan berkendara saat jam kemacetan maupun jam lengang pun lebih rendah dibanding empat kota lainnya.
Lewat laporan edisi 2021, INRIX menganalisis tingkat kemacetan di 1.000 lebih kota di 50 negara. Secara global, tingkat kemacetan pada 2021 meningkat dibanding 2020 meski masih di bawah level 2019Sedangkan dalam penelitiannya, INRIX menggunakan data anonim Global Positioning System (GPS) untuk mengidentifikasi rute dan tujuan yang paling sering dikunjungi di seluruh wilayah. Hal ini untuk membuat gambaran perjalanan yang lebih akurat suatu wilayah.
Dengan demikian, dapat dihitung menghitung waktu yang terbuang dengan membandingkan kecepatan berkendara saat jam sibuk dan lengang, terutama di koridor paling sibuk. Impact rank suatu kota, menurut INRIX, ditentukan berdasarkan keparahan kemacetan serta jumlah populasi di kota tersebut.
» Baca berita terkait Pemkot Surabaya. Baca juga tulisan terukur lainnya Moch Andriansyah.