Upaya Membangun Jejaring Global Teknologi

PAPARAN: Para peserta Community and Technological Camp 2017 mengikuti paparan di Gedung Rektorat ITS Surabaya. | Foto: Barometerjatim.com/Aziz Tri P
Era global village harus disikapi dengan persiapan matang membangun jejaring internasional. Seperti upaya yang dilakukan ITS Surabaya, Senin (23/1).
BISA dibayangkan, apa jadinya ketika 55 mahasiswa dari 18 negara berkumpul di satu forum, dan berdiskusi intens di camp yang digelar selama 10 hari untuk memecahkan beragam persoalan. Tentu saja ide-ide segar, gagasan brilian bahkan solusi yang ditawarkan bakal bermunculan mengalir deras.Hal itu memang kita harapkan. Saya yakin kalau mahasiswa semakin diekspose di aktivitas internasional, mereka semakin luas wawasannya. Mereka belajar adanya perbedaan, baik dari culture, pengetahuan maupun keilmuan, Mereka juga akan terbiasa bekerja sama dengan rekan dari negara lain, kata Rektor ITS Surabaya, Prof Ir Joni Hermana, Senin (23/1).
Prof Joni menyatakan harapannya itu saat membuka Community and Technological Camp 2017 atau biasa disingkat Comm Tech Camp yang digelar ITS International Office. Event tahunan tersebut sudah digelar ITS sejak 2012 lalu, dan kini memasuki program ke-8.
Dikatakan oleh Prof Joni, selain berupaya mengenalkan ITS ke dunia internasional, lewat Comm Tech Camp, para peserta juga diharapkan membentuk jejaring yang nantinya bisa bekerja sama satu sama lain.
Kita kan sudah memasuki era global village. Maka saya mengharapkan mereka membentuk suatu jejaring, suatu keluarga besar yang nantinya akan bisa saling bantu, terutama di dunia penelitian, katanya.
Lalu bagaimana dampaknya selama ini? Soal jejaring sangat menggembirakan. Karena dari Comm Tech ini kita punya banyak koneksi dengan universitas di luar negeri, Sehingga antara-mahasiswa terjadi kerja sama, lanjut ia.
Dicontohkannya soal mengirim mahasiwa, dosen dan karyawan. ITS mengirim 30 dosen dan karyawan ke Thailand di beberapa universitas. Juga 60 mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan BEM.
Mereka memang terpacu setelah melihat secara langsung bagaimana kolega mereka bekerja di sana. Ternyata lebih disiplin, lebih keras. Karena harus diakui, dalam hal disiplin, kita memang perlu belajar dari China atau Thailand, katanya.
Bagaimana untuk penelitian bersama? ITS dengan Thailand, China, Jepang itu sudah ada agreement. Jadi kita ke sana dengan biaya sendiri, tapi bisa memanfaatkan lab mereka yang jauh lebih canggih. Nanti publikasinya bersama. Jadi tetap ada nama ITS dan universitas tempat kita meneliti, lanjut ia.
Comm Tech Camp memang didesain sebagai wadah untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah local, dengan menggunakan pengetahuan global. Sesuai dengan tema acaranya, yaitu Solving Local Problems with the Global Knowledge, Memecahkan masalah lokal dengan pengetahuan global.
Sosio-Preneurship Sementara Program Manajer Comm Tech Camp 2017, Muh Wahyu IPM mengatakan, peserta tahun ini banyak yang dari Australia. Ada dari Sidney, ada dari Canberra. Kita pun berusaha untuk meningkatkan implementatif. Tak hanya fokus pada topik yang kita ajarkan, tapi juga mengajak mereka melihat langsung implementasinya, katanya.
Dicontohkan oleh Wahyu, peserta diajak berkunjung ke Jambangan untuk melihat penerapan sosio-preneurship atau kewirausahaan warga. Jadi bukan hanya entrepreneurship saja. Bagaimana kampung itu dia bisa berkembang. Soal Bank Sampah, maupun usaha-usaha produk warga Jambangan, katanya.
Selain dari Australia, peserta juga berasal dari Malaysia, Thailand, China, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Bangladesh, Laos, Yaman, Iran, Filipina, India. Juga beberapa peserta dari Selandia Baru, Turki, Finlandia dan Rusia.
Hari pertama, para peserta dikenalkan fakultas dan jurusan di ITS Surabaya yang terkait, Mulai Bisnis Manajemen, teknik Biomedik, Teknik Multimedia dan Jaringan, Desain Produk Industri dan Program Riset Pascasarjana.
Sebagai selingan, tak lupa para peserta juga diajari musik dan tari tradisional, permainan tradisional, wisata kampung di Surabaya juga diajak menikmati keindahan Gunung Bromo dan rafting.