Lebih Akrab dengan Ahmad Nawardi, Senator Peraih Anugerah Sapta Aghita 2025
SURABAYA | Barometer Jatim – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Ahmad Nawardi menerima penghargaan Anugerah Sapta Aghita (ASA) 2025 sebagai Senator Sahabat Komunitas Terbaik. Penghargaan diserahkan Wakil Ketua Dewan Pers, Totok Suryanto dalam acara HUT salah satu media online di Surabaya, Jumat (31/10/2025).
Anugerah ASA 2025 diberikan kepada tujuh tokoh yang dinilai memiliki kontribusi besar dalam penguatan komunikasi publik dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam jejak panjangnya, Nawardi dinilai layak menerima penghargaan ASA karena kiprahnya yang konsisten membangun kedekatan dengan berbagai komunitas, terutama di akar rumput.
Bagi Nawardi, penghargaan ASA 2025 bukan tujuan, melainkan pengingat. “Saya hanya santri yang kebetulan diberi amanah lebih. Semoga apresiasi ini menjadi penyemangat untuk memberikan yang terbaik dalam menjalankan amanah,” ucapnya.
Senator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jatim itu meyakini politik sejati adalah ruang pengabdian, bukan perebutan kuasa. “Politik yang berakar pada nilai dan cinta rakyat akan selalu menemukan jalannya,” ucapnya.
Julukan Senator Sahabat Komunitas melekat padanya bukan tanpa alasan. Dia dipandang rutin turun ke lapangan menemui petani, nelayan, guru ngaji, dan para pelaku UMKM. Banyak komunitas di Jatim mengaku merasakan langsung perhatian dan dukungannya.
Meski kini berkantor di Senayan, gaya hidup Nawardi tetap sederhana. Dia masih tinggal di rumah biasa di Surabaya, lebih sering bersarung daripada berdasi, dan tetap mengajar ngaji di sela waktu luang.
“Bagi saya, jabatan tertinggi bukan senator, tapi pelayan warga,” kata Nawardi suatu ketika dalam forum komunitas.
Dari Parlemen Jalanan
Ahmad Nawardi Lahir di Sampang, Madura, 6 Maret 1974. Dia meniti jalan panjang sebelum akhirnya menjadi senator. Anak seorang petani, bertumbuh di tengah kehidupan desa yang sederhana. Sejak kecil terbiasa membantu orang tua di sawah sambil belajar di langgar kecil milik kakeknya, KH Muhammad Soleh.
Dari keluarga itulah Nawardi menyerap nilai kerja keras dan keikhlasan. Perjalanan pendidikannya ditempuh di pesantren Miftahul Ulum, Lumajang, sebelum kemudian kuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya. Untuk bertahan hidup di kota besar, dia sempat bekerja serabutan. Mengajar ngaji, menjadi kenek angkot, hingga menulis untuk media kampus.
Masa muda Nawardi diwarnai aktivitas organisasi. Aktif di PMII dan Lembaga Pers Mahasiswa, tempat mulai mencintai dunia jurnalistik. “Menulis bagi saya adalah dakwah dengan tinta,” ujarnya.
Saat reformasi 1998, Nawardi menjadi bagian dari gelombang mahasiswa yang menuntut perubahan. Dari situlah mengenal istilah parlemen jalanan, suara rakyat yang tumbuh dari bawah.
Selepas kuliah, Nawardi berkarier sebagai jurnalis di beberapa media. Dari dunia pers dia banyak belajar makna integritas dan keberanian menyuarakan kebenaran.
Pada 2009, Nawardi menjajal karier politik dengan maju sebagai anggota DPRD Jatim dari PKB. Dia berkeliling dari desa ke desa tanpa modal besar, hanya semangat dan kepercayaan diri. Nawardi pun terpilih.
Lima tahun kemudian, Nawardi melangkah ke Senayan sebagai anggota DPD RI dari Dapil Jatim. Kampanye sederhananya, memakai kaos Timnas Indonesia di spanduk, menjadi simbol kecintaannya pada tanah air.
Di DPD RI, Nawardi kini menjabat Ketua Komite IV membidangi ekonomi, keuangan, dan anggaran pembangunan. Dia terus memperjuangkan agar lembaga DPD memiliki kewenangan legislasi yang lebih kuat.{*}
| Baca berita Sosok. Baca tulisan terukur Retna Mahya | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur