Soekarwo: Politik Uang, Titik Lemah Demokrasi di Indonesia


SURABAYA, Barometerjatim.com Mantan Gubernur Jatim, Soekarwo alias Pakde Karwo menyebut lembaga hukum dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia sangat lengkap.
Namun di balik kelengkapan tersebut, politik uang (money politics) masih menjadi titik lemah demokrasi di Indonesia, sekaligus menjadi indikator dari wujud demokrasi yang belum matang.
"Money politics ini jalan pintas yang tidak bagus. Padahal hukum dan politik ini adalah dua hal yang berjajar saling bermanfaat," ujarnya.
Pernyataan Pakde Karwo itu disampaikan saat menjadi keynote speaker dialog kebangsaan dan pelantikan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Surabaya di Universitas Bhayangkara, Sabtu (4/5/2019).
Adanya politik uang, lanjut Pakde Karwo, membuat calon yang terpilih dalam hajatan demokrasi, baik Pilkada, Pileg maupun Pilpres, kapasitasnya menjadi dipertanyakan karena belum tentu berkompeten.
Padahal lembaga hukum dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia lebih lengkap, bahkan dari negara semaju Amerika Serikat sekalipun.
"Kita mempunyai penyelenggara Pemilu, yaitu KPU yang kedudukannya tidak di bawah pemerintah. Lalu kalau ada sengketa atas hasil Pemilu bisa diajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi)," ucapnya.
Sedangkan untuk kesalahan teknis setiap tahapan Pemilu, tandas Pakde Karwo, bisa dilaporkan ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Berikutnya jika ada yang merasa tidak puas dengan kinerja KPU dan Bawaslu, bisa mengadu ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu).
"Jadi kelembagaan hukum politik kita luar biasa lengkap. Di negara sebesar Amerika saja, semua kasus dalam Pemilu itu diselesaikan di peradilan," ucap Pakde Karwo.
Namun politik uang telah merusak demokrasi. "Merugikan demokrasi dan merusak pembangunan hukum dan politik," tegas pria yang juga ketua DPD Partai Demokrat Jatim itu.
» Baca Berita Terkait Soekarwo