Risma Ngebet Kelola SMA/SMK, Khofifah: Judicial Review ke MK


Risma 'ngebet' agar Pemkot Surabaya bisa kelola lagi SMA/SMK. Eh, ada aturan! Khofifah sarankan judicial review ke MK.
WALI KOTA Surabaya, Tri Rismahari alias Risma tampaknya belum 'ikhlas' kalau SMA/SMK dikelola Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim. Padahal aturanya sudah jelas: Undang-Undang (UU) No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
Sikap tersebut bisa dibaca dari 'manuver' terbaru Risma, Jumat (1/3/2019). Lewat keterangan resmi, wali kota dua periode itu mencoba membuka memori publik saat SMA/SMK di Kota Pahlawan masih dikelola Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Saat itu, papar Risma, tidak hanya SPP yang digratiskan Pemkot. Namun ada beberapa poin penunjang pendidikan yang juga ditanggung, seperti infrastruktur yang mewadahi, laboratorium, praktikum, hingga berbagai kompetensi gratis untuk mendukung pendidikan para pelajar.
Pendidikan itu bukan hanya (tentang) SPP aja. Kalau di Surabaya, listrik, air, internet sekolah itu kita bayar semua, katanya.
Bagi Risma, pendidikan menjadi salah satu faktor penting dalam stimulus penunjang perubahan masa depan. Melalui pendidikan, seseorang bisa merubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.
Namun untuk mewujudkannya, harus ditopang dengan sistem pengelolaan pendidikan yang baik pada suatu daerah. Kalau dulu SMK itu kita kasih makan siang, uang praktikum, insentif untuk guru, bahkan seragam, ujarnya.
Hal itu, lanjut Risma, sebagai komitmen dari Pemkot dalam mewujudkan sistem pengelolaan pendidikan yang komprehensif di Kota Pahlawan.
Sehingga, dulu pelajar SMA/MA/SMK di Surabaya hanya dituntut untuk fokus belajar, tanpa perlu memikirkan kebutuhan biaya untuk pendidikan mereka. Sebab, Pemkot sudah memberikan berbagai fasilitas gratis untuk menunjang.
Karena di Surabaya itu semua kita bayar, pemeliharaan gedung itu semua kita. Misal lapangan rusak, tinggal dia (pihak sekolah) kirim surat saja. Jadi kebutuhan sekolah itu memang mahal, tuturnya.
Ditanya soal pernyataan Risma, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menegaskan pengelolaan SMA/SMK di tangan Pemprov itu perintah UU. Kalau Risma tidak setuju, ada mekanisme hukum yang bisa ditempuh yakni judicial review terhadap aturan dalam UU No 23/2014.
"Lho iku undang-undang, ojo takon aku (Itu undang-undang, jangan tanya saya). Tanyanya adalah, bisa enggak ini di-JR, judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi)," kata gubernur perempuan pertama di Jatim tersebut usai menghadiri Ultah salah satu media online di Surabaya.
Khofifah menambahkan, kewenangan UU No 23/2014 ada di tangan DPR RI. "Kemudian sekarang kalau mau melakukan judicial review ke MK, gitu. Jadi bukan ke gubernur enggih (ya)," jelasnya.
Habiskan Waktu dan Energi
Sekadar mengingatkan, pengalihan pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi pernah digugat Pemkot Blitar serta tiga warga Surabaya yang didukung Risma, namun ditolak MK, 19 Juli 2017.
Bahkan saat itu Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Akhmad Muzakki menyebut gugatan hanya menghabiskan waktu dan energi. Pemkot Blitar dan Surabaya, seharusnya fokus untuk mengembangkan SD dan SMP yang menjadi tanggung jawabnya.
"APBD kan perlu revisi juga, harusnya konsen di situ," ujar guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya itu, seperti dikutip sejumlah media online.
Jika Pemkot/Pemkab ingin membantu pembiayaan SMA/SMK, tandas Muzakki, sebenarnya masih bisa walaupun pengelolaannya sudah di tangan Pemprov.
"Ada yang mengatur di salah satu Permendagri tahun 2017, bahwa Pemkot tetap bisa berkontribusi untuk membantu SMA/SMK," jelasnya, karena Pemprov mempunyai kewenangan mutlak pada pengelolaan secara kelembagaan saja.
"Penolakan MK tersebut juga berimplikasi, bahwa alih pengelolaan SMA/SMK dari Pemkot/Pemkab ke provinsi bukan kemauan provinsi tapi memang menjalankan amanah UU No 23/2014," tegasnya.
ยป Baca Berita Terkait Khofifah, Risma