Suap Setoran Triwulan Disnak Jatim: Maskur yang Mulai, Rohayati yang Dibui!
Episode pertama persidangan kasus suap DPRD Jatim selesai. Tujuh terdakwa divonis masuk bui. Episode kedua dinanti: Sejumlah nama yang mencuat di persidangan belum tersentuh hingga kini.
MAJELIS HAKIM pengadilan Tipikor Surabaya tak lagi menyidangkan kasus suap DPRD Jatim, terkait setoran triwulan dan revisi Perda. Tujuh terdakwa -- dua eks anggota Komisi B, dua eks staf Komisi B, dua eks kepala dinas serta satu eks ajudan kepala dinas -- telah divonis bersalah. Semuanya dihukum pidana penjara dan denda. Dua di antaranya bahkan kehilangan hak politik.
Eks Ketua Komisi B DPRD Jatim, Mochammad Basuki divonis 7 tahun penjara serta hak politiknya dicabut. Sedangkan eks Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Kabil Mubarok dijatuhi pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan hak politiknya juga dicabut.
Begitu pula dengan dua eks staf Sekretariat DPRD Jatim pada Komisi B, Rahman Agung dan Santoso, masing-masing divonis 4 tahun penjara.
Di pihak penyuap, eks Kadis Peternakan, Rohayati divonis 1 tahun 6 bulan penjara dan eks Kadis Pertanian, Bambang Heryanto dihukum penjara 1 tahun 4 bulan serta ajudannya, Anang Basuki Rahmat divonis 1 tahun penjara.
Inikah akhir 'drama' panjang kasus suap yang melibatkan sejumlah anggota Komisi B dan kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jatim?
"Harusnya tidak! Nurhayati, Bambang maupun Basuki kan mengajukan JC (justice collaborator) dan diterima KPK," kata Muthowif, pengiat antikorupsi Jatim di Surabaya, Minggu (25/2).
Dengan demikian, nama-nama yang disebut dalam persidangan harus ditindaklanjuti KPK. "Apalagi dalam fakta persidangan terkuak, tradisi suap ini terjadi sebelum mereka menjabat," tandasnya.
Aktivis yang juga Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar (PPSDS) Jatim itu mencontohkan di Disnak Jatim. Tradisi suap terjadi sebelum Rohayati menjadi Kadisnak. "Demi keadilan, harus ditindaklanjuti, jangan hanya Rohayati yang masuk bui," paparnya.
Ya! Membuka kembali fakta persidangan, Rohayati memang menyebut setoran ke Komisi B sebagai tradisi, karena sudah terjadi saat dia menjabat kepala bidang (Kabid) mulai 1990 hingga 2016. Dalam kurun waktu itu, Rohayati mengaku pernah dimintai setoran saat Kadisnak dijabat Maskur yang kini Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jatim.
"Apakah saat Pak Maskur menjabat sebagai Kadis, saudara pernah dimintai menyetor?" tanya JPU KPK kepada Rohayati dalam persidangan beberapa waktu lalu. "Ya, (setoran) untuk Komisi B," jawabnya yakin.
Lantaran menjadi tradisi, Rohayati lantas memberlakukan hal serupa saat menjabat Kadis dengan meminta bawahannya melakukan setoran, termasuk Wemmi Niamawati yang kini giliran menjabat Kadis menggantikan Rohayati.
Kala menjabat Kabid Kesehatan Hewan, Wemmi ikut menyetor Rp 27,5 juta yang dikumpulkan dari dua orang bawahannya, Iswahyudi dan Kurniati Ruslina, masing-masing Rp 17 juta dan Rp 10 juta. Uang tersebut lantas diserahkan Wemmi ke Royati untuk menggenapi jumlah setoran ke Komisi B.
"Pernah sekali, jumlahnya Rp 27,5 juta. Sumber uang dari honor-honor yang dikumpulkan," aku Wemmi dalam persidangan 13 November silam.
Sebaliknya, Maskur membantah semua pengakuan Rohayati maupun saksi lainnya dari Disnak yang dihadirkan di persidangan, baik terkait setoran maupun 'biaya' revisi Perda No 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.
Tak hanya di pihak OPD, di kubu Komis B, nama-nama yang disebut di persidangan juga belum diusut tuntas. Terutama mereka yang masuk tim delegasi, yakni Pranaya Yudha Mahardika (Fraksi Golkar), Atika Banowati (Fraksi Golkar) dan Agus Maimun (Fraksi PAN). Nama lain yang disebut yakni politikus Demokrat, Ninik Sulistyaningsih.
Rohayati Melanjutkan
Mengapa Maskur disebut yang memulai? Terkait revisi Perda No 3 Tahun 2012, misalnya. Sebenarnya Rohayati hanya melanjutkan rencana revisi tersebut dengan membuat surat No 524.3/0625/115.05/2017 tanggal 19 Januari 2017 yang diajukan kepada ketua Komisi B DPRD Jatim.
Surat tersebut sebagai tindaklanjut dari surat yang pernah dibuat kepala dinas sebelumnya, yakni Maskur kepada Gubernur Jatim No 524.3/6920/115.05/2016 tanggal 25 Juli 2016, serta surat yang dibaut Plt Kepala Dinas Peternakan, Moch Samsul Arifien kepada Gubernur Jatim No 524.3/9801/115.05/2017 tanggal 26 Oktober 2016.
Pokok surat, yakni meminta dilakukannya revisi terhadap pasal 20 ayat (3) huruf e, pasal 27 dan pasal 34 sebagaimana tertuang dalam Perda.
Februari 2017, sebagai tindaklanjut dari rencana penyusunan revis Perda, Rohayati membentuk tim khusus terdiri dari Rohayati, Juliani Poliswari, Wemmi Niamawati, Mitro Nurcahyo dan Fitri Istianah untuk membuat kajian akademis guna pembahasan dengan Komisi B.
Singkatnya, pihak Komisi B minta ada biaya revisi sebesar Rp 200 juta tapi hanya disanggupi Rohayati Rp 100 juta. Praktik suap ini pun berakhir setelah terendus KPK yang dimulai dengan OTT di ruang Komisi B DPRD Jatim, 5 Juni 2017.
Maskur, dalam persidangan, juga tak membantah kalau revisi itu inisiatif Disnak saat dirinya menjabat Kadisnak. Inisiatif tersebut, tuturnya, untuk menjawab surat dari Mendagri yang menyebut apabila ada peraturan kepala daerah dan keputusan kepala daerah yang menghambat birokrasi maupun perizinan investasi, harus dilakukan perubahan atau dicabut.
Sebagai mitra Komisi B, Disnak tidak bisa mengajukan langsung penhajuan revisi ke DPRD, tapi harus melalui gubernur. Bahkan di biro hukum Pemprov Jatim masih dilakukan telaah terlebih dahulu dan setelah dianggap layak baru dlanjutkan ke DPRD Jatim. Tegasnya, Disnak sifatnya hanya pengusulan.
Namun Maskur membantah ada permintaan uang komitmen atau setoran lainnya saat hearing dengan Komisi B. Sebaliknya, Basuki minta nama-nama yang disebut di persidangan berterus terang karena setoran sudah menjadi tradisi yang berlangsung bertahun-tahun.
"Dari anggota dewan yang terpilih, sebenarnya tidak 100 persen orang baru, 75 persen biasanya mereka sudah dua atau tiga periode menjabat. Mereka inilah yang kemudian meneruskan tradisi tersebut," ungkap Basuki.
Melihat praktik suap yang akut ini, praktisi hukum Suryono Pane berharap KPK melakukan pengusutan secara tuntas meski ketujuh terdakwa sudah divonis. Apalagi fakta persidangan cukup terang, termasuk nama-nama yang disebut namun belum 'disentuh' lembaga antirasuah.
"Kita sudah melihat sidang secara terbuka, masyarakat juga sudah tahu, siapa-siapa yang memberi, menerima, melakukan negosisasi maupun masuk dalam tim delegasi. Tapi hari ini bola ada di tangan KPK, tergantung KPK, yes or no!" katanya.{*}