Fatwa Haram Sound Horeg, Gus Hans: MUI Turun Tangan karena Pemprov Jatim Tak Peka!

Reporter : -
Fatwa Haram Sound Horeg, Gus Hans: MUI Turun Tangan karena Pemprov Jatim Tak Peka!
TAK PEKA: Gus Hans, fatwa haram MUI muncul karena Pemprov Jatim tak peka gaduh sound horeg. | Foto: Barometerjatim.com/RQ

SURABAYA | Barometer Jatim – Di tengah pro kontra Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim fatwakan haram sound horeg, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa tengah menyiapkan tim khusus guna merumuskan regulasi yang disebutnya akan menjadi jalan tengah.

Bagi Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum Jombang, KH Zahrul Azhar Asumta, munculnya fatwa MUI tersebut justru menunjukkan Pemprov Jatim yang memiliki hak membuat regulasi tidak peka terhadap permasalahan yang ada, sehingga MUI harus turun tangan.

“Ketika MUI turun tangan, maka mestinya kita sebagai warga negara dan juga bangsa yang menjunjung tinggi ulama dan agama, tidak perlu lagi membicarakan sesuatu yang sudah difatwakan para ulama,” katanya, Selasa (29/7/2025).

“Terlebih ini kan bukan fatwa satu atau dua pesantren tapi sudah MUI di Jatim. Saya melihat Pemprov levelnya masih reaktif, tidak memiliki inisiasi, sehingga memunculkan fatwa haram ini,” tandas kiai muda yang akrab disapa Gus Hans tersebut.

Kalau misalnya dari awal Pemprov Jatim peka terhadap dampak negatif dari sound horeg, lanjut Gus Hans, mestinya tidak perlu keluar fatwa haram. Sebab, fatwa haram tersebut berdasarkan keluhan dari sesuatu yang telah terjadi.

“Dan bisa jadi pihak masyarakat atau kalangan ulama juga menunggu sebenarnya, apa sikap dari pemerintah terhadap masalah yang ada di masyarakat ini,” ucapnya.

Menurut Gus Hans yang alumnus S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), ini soal kepantasan terkait sesuatu yang diputuskan para ulama tiba-tiba baru akan dibuat regulasi oleh Pemprov Jatim.

“Saya sih malah setuju dengan sikap Polda Jatim yang memang sejalan dengan apa yang diputuskan MUI,” tandas Sekjen Gerakan Nasional (Gernas) Ayo Mondok tersebut.

Karena itu, menurut Gus Hans, langkah berikutnya yang paling strategis yakni cukup di level Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau dinas Pemprov Jatim terkait untuk berkoordinasi dengan MUI agar implementasi dan sosialisasi terhadap fatwa bisa dipahamkan ke masyarakat.

“Ada kan yang sengaja bersikap naif, mengatakan bahwa kalau sound horeg dilarang kenapa pengajian pakai sound.. nah itu kan pembodohan-pembodohan yang bisa saja dilakukan oleh orang-orang yang tidak menghendaki kesepakatan ulama,” kata Gus Hans.

“Jadi ini levelnya cukup OPD, gubernur tinggal memerintahkan ke OPD, diskusi dengan MUI, bagaimana teknis detail dari fatwa haram itu. Mana yang sebenarnya diharamkan dan mana yang diperbolehkan. Yang jelas apa pun yang dampak mudaratnya dominan, maka itu pasti memiliki hukum yang haram,” terangnya.

Prinsipnya, tegas Gus Hans, apa pun yang berlebihan, tidak pada tempatnya, dan mengandung hal yang mudarat, maka bisa menjadi pertimbangan MUI untuk mengeluarkan fatwa haram demi kemaslahatan umat.  

"Saya kira MUI tidak ada untungnya soal haram dan halalnya sound horeg ini, kecuali kalau misalnya ada pengurus MUI yang menjadi EO (Event Organizer) atau pemilik sound, dan sebagainya. Kan kenyataannya tidak, jadi memang MUI tidak berposisi sebagai pelaku dari kegiatan itu tapi lebih pada kemaslahatan umat. Saya kira MUI sangat on the track," ujarnya.{*}

| Baca berita Sound Horeg. Baca tulisan terukur Rofiq Kurdi | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur

Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.