Berani Eks Kadis Kehutanan Jatim Tolak Setor Rp 120 Juta

-
Berani Eks Kadis Kehutanan Jatim Tolak Setor Rp 120 Juta
BERSAKSI UNTUK KABIL: (Dari kiri) Sri Wilujeng, Indra Wiragana dan SW Nugroho dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Kabil Mubarok dalam sidang kasus suap DPRD Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (24/11). | Foto: Barometerjatim.com/ROY HASIBUAN SURABAYA, Barometerjatim.com Tidak semua kepala dinas (Kadis) 'ciut nyali' menghadapi Komisi B DPRD Jatim untuk memenuhi permintaan setoran triwulanan. Keberanian itu, salah satunya ditunjukkan mantan Kepala Dinas (Kadis) Kehutanan, Indra Wiragana. Saat menjabat, Indra mengaku pernah dimintai setoran dari Komisi B lewat Kabil Mubarok. "Kalau di dinas saya ada istilah tahunan-lah, Rp 120 juta," ungkap Indra saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Kabil Mubarok dalam sidang kasus dugaan suap DPRD Jatim di Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (24/11). Indra dihadirkan sebagai saksi bersama lima orang lainnya, yakni eks Kadis Pertanian Bambang Heryanto; eks ajudan Bambang Heryanto, Anang Basuki Rahmat; Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim, Slamet Wahyu (SW) Nugroho, Sekretaris Dinas Pertanian; Istijab; serta Staf Keuangan Dinas Pertanian, Sri Wilujeng. Baca: Didakwa Terima Suap Rp 225 Juta, Kabil Tak Ajukan Eksepsi Selain setoran tahunan yang kemudian belakangan diubah menjadi triwulanan, lanjut Indra, juga ada istilah "slot". "Pertama itu tahunan Rp 120 juta, kemudian ada lagi permintaan slot," katanya. Namun saat ditanya JPU KPK maupun majelis hakim, Indra yang pensiun sebagai Kadis Kehutanan pada 1 Juli 2017, tidak tahu persis apa yang dimaksud dengan slot. "Saya enggak tahu apa artinya. Saya juga enggak berusaha mencari tahu dan tidak tanya, pokoknya istilahnya slot," paparnya. Dekejar Lewat SMS-Telepon Apa reaksi Indra saat diminta menyetor Ro 120 juta? Saya tidak merespons. Kemudian saya dihubungi via SMS maupun telepon, tapi saya tetap tidak merespon," jelasnya. Indra bahkan mengaku sering di SMS Kabil yang terus-terusan menanyakan kewajiban untuk menyerahkan berkas atau laporan, yang diasumsikannya sebagai tekanan untuk segera menyetor uang. "Bagaimana saudara bisa menyimpulkan kalau kewajiban menyetor berkas atau laporan itu adalah permintaan uang?" tanya Otman Ralibi, penasihat hukum Kabil. Baca: Tersengat Kasus Suap, Revisi Perda Sapi Ikut Tersendat "Karena angka itu (Rp 120 juta) sudah disebut dan tidak saya penuhi, sehingga di SMS dengan kalimat: Mana berkasnya? Mana laporannya?" jawan pria yang juga eks kepala Dinas Sosial tersebut. Meski menolak menyetor Rp 120 juta, Indra mengaku tak merasa mendapat tekanan saat hearing dengan Komisi B. "Saya merasa tidak ada tekanan saat hearing, biasa-biasa saja," ucapnya. Dia juga menegaskan, selain dari Kabil tidak pernah mendapat SMS serupa dari anggota Komisi B lainnya. "Kalau SMS dari Pak Kabil banyak, enggak saya hitung. Tapi kalau anggota lainnya tidak pernah." Baca: Alur Suap: Bentuk Tim Delegasi, Kode Uang Proposal Soal kewajiban menyetor juga diakui Bambang. Dalam kesaksiannya, pada 29 Mei 2017 setelah hearing tentang persiapan Ramadhan untuk ketersediaan pangan, dia dipanggil secara khusus ke ruangan kerja Mochamad Basuki. "Sebelum rapat saya diminta ke ruangan Pak Basuki. Di sana Pak Kabil bilang per Mei pindah ke Komisi E, dan uang triwulanan selanjutnya diambilalih Pak Basuki dan diminta paling lambat 22 Juli sudah disetor," tutur Bambang. Kesaksian Bambang dibenarkan Istijab yang ikut menemani Bambang. "Saya mendengar persis seperti apa yang dikatakan Pak Bambang," katanya. Sebaliknya, kesaksian Bambang maupun Istijab dibantah Kabil.
Simak berita terukur barometerjatim.com di Google News.