Refleksi 28 Tahun Insiden Berdarah Kudatuli: Jaga Surabaya sebagai Basis Penting PDIP!
SURABAYA | Barometer Jatim – Kader-kader PDI Perjuangan Kota Surabaya menggelar doa bersama dan refleksi Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli), Sabtu malam (27/7/2024).
Mereka mengenang kantor DPP PDI yang dipimpin Megawati Soekarnoputri di Jalan Diponegoro, Jakarta, saat diserbu dan diambil paksa oleh PDI Soerjadi.
Kegiatan dihadiri ratusan kader banteng. Hadir di antaranya Wakil Wali Kota Surabaya sekaligus kader senior PDIP, Armuji yang didapuk sebagai narasumber karena saat itu menjadi pelaku sejarah PDI Pro Megawati (Promeg).
Acara di kantor DPC PDIP Surabaya tersebut, didahului dengan pemutaran film dokumenter yang diproduksi Badan Sejarah Indonesia milik DPP PDIP. Film berisi cuplikan video dan testimoni dari para pelaku serta pengamat yang menjelaskan setting peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996.
Para kader banteng Surabaya menyaksikannya dengan duduk lesehan di karpet merah, sambil menikmati ketela dan kacang rebus. Berlangsung akrab dan gayeng.
BERAPI-API: Adi Sutarwijono, bekar semangat kader PDIP teruskan api perjuangan pendahulu. | Foto: IST
“Kita kenang kerusuhan 27 Juli 1996 sebagai perlawanan massa akar rumput. Saat itu bernama massa PDI Pro Megawati atau PDI Promeg, dari segala rongrongan hingga terjadi penyerbuan dan pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDI di Jakarta,” kata Ketua DPC PDIP Surabaya, Adi Sutarwijono.
Dia mengajak kader banteng untuk mendoakan seluruh para korban dan para pelaku yang telah tiada.
“Kita khidmati perjuangan dan pengorbanan para pelaku dan korban Kudatuli dalam menegakkan kedaulatan partai. Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk meneruskan api perjuangan para pendahulu kita,” katanya.
Sebelumnya, kader PDIP Surabaya melakukan ziarah dan tabur bunga di makam Sutjipto dan Sudjamik, L Soepomo, advokat Trimoelja D Soerjadi, dan almarhum Whisnu Sakti Buana.
Sementara itu Armuji menyampaikan, jika kerusuhan di Jakarta meletus pada Sabtu 27 Juli 1996, di Surabaya terjadi esok harinya Minggu 28 Juli 1996.
“Saat itu Posko Pandegiling sebagai pusat gerakan ditutup aparat keamanan. Massa waktu itu pindah terkonsentrasi di sekitar Kebun Binatang Surabaya. Kita semua long march melewati Jalan Diponegoro, kemudian diobrak-abrik aparat keamanan,” kenangnya.
Menurut Armuji, banyak yang ditangkap aparat keamanan dan diinterogasi di kantor militer.
“Tapi kita semua tidak takut. Perlawanan terus dilakukan hingga rezim Orde Baru jatuh karena gerakan reformasi. Maka tidak ada reformasi jika tidak terjadi Kudatuli,” tegasnya.
“Kita sekarang tinggal merawat dan melanjutkan perjuangan para senior pendahulu kita. Kita jaga Surabaya sebagai basis penting PDIP,” pinta Armuji.{*}
| Baca berita PDIP. Baca tulisan terukur Roy Hasibuan | Barometer Jatim - Terukur Bicara Jawa Timur